Powered By Blogger

Selasa, 28 Juli 2020

Sekilas Riwayat singkat Om Johny Latuheru Tentang Kota tercinta Kutoarjo yang penuh kenangan

Sekilas Riwayat singkat Om Johny Latuheru Tentang Kota tercinta Kutoarjo yang penuh kenangan

Om Johny terlahir dari Pasangan Yopie Latuheru dan Rr.Siti Nuraini di Bandung tanggal 3 Juli 1970 berarti di tahun 2020 beliau berusia 50 Tahun.
Papi Om Johny (panggilan untuk ayah om johny) berdinas di PT.Perkebunan XIII. Bandung Jawa Barat.
Pada saat usia om Om Johny 3 bulan, Papi om Johny di pindah tugaskan ke Pangalengan Malabar yg bersuhu sangat dingin, oleh karena itu om Johny nderek (ikut) Eyang dari jalur ibunya yang bernama Eyang R. Pardi di Semawung Kembaran (rumah paling tua sampai saat ini di kelurahan itu).
Eyang Kakung R.Pardie  & Eyang Putri R. Nganten Ratminatoen adalah Kepala Jawatan Geologi pada saat itu, pada tahun 1973 Eyang kakung wafat.
Pendidikan ala keraton kental di rasakan Om Johny, unggah-ungguh, subo sepo membuat kulit hitam Ambon di om Johny hanya chasing. Hati, pola fikir(Mindset) dan laku lampah semua Jawa.

Gemblengan bermacam puasa sampai sekarang tetap menjadi kebutuhan Om Johny, Pesan Eyang om Johny "Laku prihatin Kuwi minongko pepagering urip", ngendhikane Eyang.

Usia 7 tahun Om Johny masuk SD Pius Kutoarjo, suasana Koetoardjo saat itu sangat berkesan Hingga lulus SD thn 1983, membuat cinta pada tanah air Kutoarjo sangat membumi, hingga saat ini.

Bermain Tenis Meja di Kantor Kecamatan Kutoarjo jadi hal biasa saat itu, kebetulan Nunung putri Pak Camat satu kelas waktu itu.

Om Johny kecil dan karibnya  menjadi anak Kutoarjo pertama yg main sepeda gras track, jumping dan standing di depan bioskop Pelangi Kutoarjo jadi satu agenda rutin malam minggu waktu era itu.

Sampai sekarang usia setengah abad (50 Tahun) Om Johny masih mampu standing/weeli pakai MTB 😁💪

Foto. Almahrum Eyang Om Johny R. Pardi (foto ke-empat dari kanan) foto diambil di samping Rumah semawung kembaran Kutoarjo.

Tulisan ini aku persembahkan untuk Om Johny Latuheru di Semawung Kembaran Kutoarjo

By. NKA

Sumber Referensi :
- Om Johny Latuheru

Minggu, 19 Juli 2020

TOKOH DAN LELUHUR PURWOREJO-KUTOARJO

TOKOH DAN LELUHUR PURWOREJO-KUTOARJO

1.  R.M.A.A. Koesoemo Oetoyo
Banyak yang mungkin belum tau Koesoemo Oetoyo sebagai salah satu tokoh Pergerakan Nasional yang berasal dari Kutoarjo-Purworejo.

Beliau adalah salah satu tokoh Boedi Oetomo yang melalui kedudukannya sebagai wakil ketua Volksraad secara resmi berani mengajukan berbagai gagasannya membela kaum pribumi, bahkan juga mendukung petisi Soetardjo.
Beliau Cucu Bupati Kutoarjo yg ke-2 R.M.T. Soerokusumo yang lahir di kebumen karena ibunya adalah putri aroembinang IV .

Koesoemo Oetoyo sekolah di ELS (Europeesche Lagere School) Purworejo pada tahun 1878, ELS adalah sekolah khusus untuk orang Belanda dan hanya orang tertentu yang bisa masuk sekolah elit itu, dan tidak semua kota kabupaten memiliki sekolah ELS, karena sekolah ini di dirikan untuk melayani komonitas Belanda dan jarang anak pribumi yang bisa masuk sekolah elit itu, masa kecil Koesoema Oetoyo  ada di kutoarjo juga di daerah Bedog purworejo karena ayahnya menjadi assisten wedono Bedog daerah purworejo.
Koesoemo Oetoyo lulus dari ELS Purworejo pada tahun 1885, tepat sesuai jadwal waktu 7 tahun (1878 - 1885)

Raden Mas Adipati Ario disingkat R.M.A.A Koesoemo Oetoyo bin R.M. Soejoedi Soetodikoesoemo (yang dulu pernah menjadi assisten wedono  Bedog setelah itu menjadi Patih Pekalongan) Bin K.R.A.A. Soerokusumo (Bupati Koetoardjo).
Koesumo Oetoyo adalah cucu dari bupati kutoarjo ke-2 Soerokusumo.
R.M.A.A Koesoemo Oetoyo pernah menjabat Bupati Ngawi ( dari tahun. 1902 - 1905) dan Bupati Jepara (dari tahun 1905 - 1927) menggantikan Ayahnya R.A. Kartini yang bernama R.M.A.A. Sosroningrat yang wafat di tahun 1905 lalu Koesoemo Oetoyo ditunjuk untuk menggantikannya, Koesoemo Oetoyo waktu itu berusia 34 Tahun dan dianggap sepadan untuk menggantikan nama besar Sosroningrat ayahanda R.A. Kartini. Koesoemo Oetoyo meraih jabatan bergengsi sebagai Bupati Jepara.

Menurut Koesoemo Oetoyo berjuang melalui diplomasi seringkali membawa hasil yang lebih bermakna, padahal sejak kecil ia selalu diceritakan tentang kakek dan kakek buyutnya Yaitu  Soerokusumo dan Pangeran Balitar yang ikut mengangkat senjata membantu pangeran Diponegoro melawan Belanda.
R.A.Kartini Secara khusus menulis tentang Koesoemo Oetoyo dalam korespondensinya yang dibukukan di buku dengan judul "Habis Gelap Terbitlah Terang"

Koesoema Oetoyo berupa meningkatkan kesejahteraan dan martabat bangsanya. Dalam tulisannya di media cetak Hindia Belanda dan pidato-pidatonya di rapat-rapat "Boedi Oetomo", pidato-pidatonya di sidang Bupati se-Jawa maupun Dewan Rakyat (Volksraad) istilah "Anak Bumi" digunakan Koesoema Oetoyo untuk mengembalikan kepercayaan diri kaum pribumi, semua disiplin ilmu juga ilmu-ilmu barat harus dikuasi oleh anak bumi.

Pangeran Diponegoro menjadi epos di kalangan masyarakat Jawa ia adalah simbol jiwa kepahlawanan, keperkasaan, penjaga kebenaran, serta menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsanya. Sebagai pemimpin Pangeran Diponegoro mempunyai kepribadian dan karakter yang kuat serta legimitasi yang tinggi karena mendapatkan amanah dari rakyatnya, barang siapa ada di seberang sang pangeran Diponegoro, ialah sang Angkara murka. Nilai-nilai tersebut berkembang dan dipertahankan masyarakat Jawa, termasuk Trah Bupati Kutoarjo yang Ke-2 K.R.A.A. Soerokusumo. Koesoemo Oetoyo tumbuh dalam epos Pangeran Diponegoro, ia bangga menjadi cucu Soerokusumo yang ikut mendampingi Pangeran Diponegoro berperang membela rakyatnya, Kesadaran itu membentuk karakter, mental, jiwa dan kepribadian Koesoemo Oetoyo.

Seperti umumnya Trah pengikut2 pangeran Diponegoro, Koesoemo Oetoyo merasa menerima wasiat dan tali estafet juga informasi DNA agar menjadikan keluarganya sebagai generasi penerus dan pewaris sejarah semangat perjuangan pangeran Diponegoro untuk membela Kawulo alit dan kaum lemah juga mengangkat harkat dan martabat bangsanya..

2. Gagak Pranolo II alias Basah Purwonegoro keturunan Amngkurat I seorang ulama dan hafidz Qur'an yang menurunkan banyak Ulama-ulama. Beliau adalah Bupati Tanggung (Purworejo) Dengan gelar Kanjeng Raden Tumenggung Gagak Pranolo II sekaligus Panglima perang Pangeran Diponegoro di Bagelen sebelah timur bergelar Basah Purwonegoro.
Basah Purwonegoro Gugur sabil

3. R.M.T. Soerokusumo Bin Pangeran Balitar bin HB I, Bupati Kutoarjo yang Ke-2, pengikut pangeran Diponegoro yang banyak menurunkan orang besar dan Jenderal-jenderal salah satunya adalah Jenderal Sarwo Edhie Wibowo.

4. Basah Djojo Sundargo. R.M. Djojo Sundargo adalah panglima perang pangeran Diponegoro bergelar "Basah"  yang punya pasukan 1000 Prajurit. yang makamnya ada di Lengis Grabag

5. Tumenggung Bantjik Kertonegoro Sawunggaling I Adipati Semawung Kutoarjo yang berperan membela Pangeran Mangkubumi alias Hamengkubuwono I di perang Mangkubumen melawan Belanda.
Arti nama Sawunggaling adalah "Ayam Jago Laga Emas" yang dulu Sejarah selalu menang dalam pertempuran. Nama Sawunggaling/Sawunggalih diabadikan menjadi Nama rangkain gerbong kereta api, sekolah, hotel dan sebagainya.

6. Waliyullah R.M. Mansyur alias KH. Muhyiddin Arrofingi alias Tuan Guru Loning ulama besar pada masanya putra kyai nur iman Mlangi bin amngkurat IV Jawa. Beliau adalah Guru, penasehat sekaligus mertua pangeran Diponegoro, beliau juga Guru Mbah Imam Puro.

7. Waliyullah K. H. Kastubo bin kyai nur Muhammad alang-alang Ombo perintis pengadilan Agama.

8. Pangeran Purboatmodjo Bupati Kutoarjo yang ke-4, Enviromentalis Pertama Pribumi/Indonesia, seorang ahli bendung, drainase dan irigasi yang sangat berjasa bagi kabupaten kutoarjo dan kabupaten Purworejo sampai mendapatkan penghargaan pangeran dari pemerintah kolonial Belanda.

9. Wage Rudolf Soepratman, Pencipta Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.

10. Jenderal  Urip Sumoharjo Pendiri BKR, cikal bakal ABRI / TNI

11. Mr.Dr.Kasman Singodimejo (Kalirejo), Ketua BPUPKI (Badan Usaha Persiapan Usaha Kemerdekaan Indonesia) Jaksa Agung dan Ketua BKR, tokoh Muhammadiyah.Ketua DPR (KNIP) Pertama.

12. Jenderal Ahmad Yani, TNI. Pahlawan Revolusi.

13. Mr. Wilopo,Mantan Perdana Menteri ke-7 dan Menteri kabinet Sukiman – Suwirjo , dan Kabinet Amir Syarifuddin I dan II

14. Jenderal Sarwo Edhie Wibowo, TNI

15. Dr.dr. Moch. Soeleiman Salah satu pendiri Boedi Oetomo dan Perintis UGM kelahiran Grabag, kutoarjo
16. Prof. Dr. Sulianti Saroso Putri dari Dr. dr. Moch Soeleiman.

17. Ibu Negara Kristiani Herawati Susilo Bambang Yudhoyono

18. Jenderal TNI (Purn.) Pramono Edhie Wibowo. Karier Edhie terbilang cemerlang setelah lulus pendidikan Akademi Militer 1980.

Pramono Edhie merupakan adik dari Almarhumah Ibu Ani Yudhoyono istri mantan Presiden Indonesia ke-2 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Putra Letjen TNI (Purn.) Sarwo Edhie Wibowo.
Beliau adik ipar Presiden ke-2 RI Susilo Bambang Yudhoyono.

Sebelum menjadi Kasad, Pramono pernah menjabat sebagai Panglima Kostrad dan pada tahun 2009 juga pernah menjabat sebagai Pangdam III Siliwangi. Saat pensiun Mei 2013 lalu posisinya digantikan Letjen TNI Moeldoko.
Perjalanan karier militer Edhie terbilang moncer. Usai lulus Pramono ditunjuk sebagai Komandan Pleton Grup I Kopassandha. Pramono banyak bertugas di Korps Baret Merah atau Kopassus. Dia sempat menjabat Wakil Danjen Kopassus (2005-2007), lalu menjadi Danjen Kopassus (2008-2009).

Setelah pensiun dari dunia militer, ia masuk ke dunia politik dengan Partai Demokrat. Pramono Edhie Wibowo juga menjadi salah satu kandidat peserta Konvensi Capres Partai Demokrat bersama 10 orang kandidat lainnya.

Di Demokrat, Pramono menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Organisasi, Kaderisasi dan Keanggotaan (BPOKK).

Riwayat Jabatan :

Komandan Pleton Grup I Kopassandha (1980-1981)
Perwira Operasi Grup I Kopassandha (1981)
Komandan Kompi 112/11 grup I Kopassandha (1984)
Dik Seskoad (1995)
Kasi Ops Grup 1 Kopassus (1994-1996)
Perwira Intel Operasi grup I Kopassus (1996)
Wakil komandan Grup 1/Kopassus (1996-1998)
Komandan Grup 1/Kopassus (1998-2001)
Ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri (2001)
Dikreg Sesko TNI (2001)
Perwira Tinggi Staf Ahli Bidang Ekonomi Sesko TNI (2004-2005)
Wakil Danjen Kopassus (2005-2007)
Kasdam IV/Diponegoro (2007-2008)
Danjen Kopassus (2008-2009)
Pangdam III/Siliwangi (2009-2010)
Panglima Kostrad (2010-2011)
Kepala Staf Angkatan Darat (2011-2013)
19. Soemarsono, Tokoh 10 November kelahiran Kutoarjo.
20. Achmad Achadi kelahiran Kutoarjo, menteri era bung karno
21. Raden Ngabehi Dr. Tjitrowardojo. Dokter pertama di Indonesia dan meraih gelar dokter pada usia 19 tahun.Lahir 14 Januari 1847.Meraih Bintang Tanjung perak dengan nama samaran M. Radiman.

22. Prof Dr Ing BJ Habibie anak dari Ibu R. Nganten Toeti Saptorini binti R. Poespowardojo bin R. Ng. Dr Tjitrowardojo

23. Jenderal Endriartono Sutarto, kelahiran purworejo Mantan Panglima TNI.

24. Ny Nani Soedarsono (Kutoarjo)mantan Menteri Sosial

25. Mardiyanto, TNI, Gubernur Jawa Tengah kelahiran Surakarta masih ada darah purworejo (kini Menteri Dalam Negeri RI)

26. Hindarto , mantan Kapolda Metro Jaya

27. Pelukis Semboja (saat ini tinggal Pondok Kelapa Jakarta)

28. Pelukis Widayat kelahiran Kutoarjo (Tinggal di Muntilan Magelang)

29. Pelukis The Tjong King, di Belanda

30. H.M Marsaid, SH Msi mantan Bupati Purworejo (mantan wakil Walikota Jakarta Utarr)

31. Soeparjo Roestam, TNI  Mantan gubernur Jawa Tengah dan Menteri Dalam Negeri RI. Kelahiran Sokaraja Banyumas keturunan Gagak Handoko Loano

32. Wardiman Djojonegoro, Mantan Menteri Pendidikan & Kebudayaan RI masih ads darah purworejo.

33. Mr Dr. Buntaran Martoatmojo, (Loano) Menteri Kesehatan RI I

34. Soewardi , TNI, Mantan Gubernur Jawa Tengah.

35. Ki Sutarko Hadiwacono Katerban kutoarjo dalang wayang Ringgit Purwo gaya (style) Kaligesingan (bagelenan)

36. Ki Timbul Hadiprayitno, dalang wayang kulit kelahiran jenar

37. Penyanyi Gito Rolies, ayahnya TNI asal Purworejo lahir di Biak Papua.

38. Erman Suparno menteri Tenaga Kerja dari desa Dudu kulon Grabag Kutoarjo

39.  Danurwindo mantan pemain Nasional dan Pelatih PSSI kelahiran Kutoarjo

40. Slamet Kirbiantoro, Mantan Pangdam Jaya kelahiran kutoarjo

41. Endriartono Sutarto, Mantan Panglima TNI.

42. Bustanul Arifin, Mantan Menteri Koperasi dan Kepala Bulog

44.  Jan Toorop pelukis Belanda.

45. A.J.G.H. Kostermans, pakar botani Indonesia.

46. Johan Hendrik Caspar Kern, ahli bahasa dan orientalis.

47. Mbah Kyai Imam Puro, Ulama Purworejo.

48. Tjakrajaya atau Sunan Geseng murid Sunan Kalijaga.

49. Nyi Bagelen.

50. Sri Maharaja Dyah Balitung Watukura, seorang maharaja terbesar pada masa Mataram Kuno. Tahun 901 M. Dengan wilayah kekuasaan (Jawa Tengah, Jawa timur hingga Bali)

51. Ratu Bajra atau Rakryan Mahamantri atau Maha Patih Hino, Sri Daksottama Bahunbajra Pratipaksaya atau Daksa.Ratu kedua setelah Sri Maharaja Dyah Balitung.

52. R. Semono Herucokro Sastrodiharjo. Rohaniwan alias Sprituallis dengan ajaran Kapitayan (masih Keturunan Sri Sultan HB ) lahir Jumat Kliwon tahun 1900. Meninggal Dunia tahun 1981 di Sejiwan Loano. Pernah menjadi Kapten marinir di Angkatan Laut dan Sri Sultan HB IX sangat menghormati beliau dengan mendatangi R. Semono di sebuah desa Kalinongko tempat tinggal Romo Semono.

53. Kyai Sadrach, penginjil Jawa dan perintis Gereja Kristen Jawa tinggal di desa Langen Rejo kecamatan Butuh Kutoarjo.

54. Ganjar Pranowo, dua kali menjadi anggota DPR-RI dan dua kali menjabat Gubernur Jawa tengah.

55. Karel Heijting, pemain sepakbola Dunia
Peraih medali perunggu di turnamen sepakbola Olimpiade Musim Panas 1908.
Lahir di Koetoardjo, Jawa Tengah, Hindia Belanda.

56. Kanjeng Raden Adipati "Notto Negoro" Sawunggaling II Bupati Sewawung (Kutoarjo). Menantu Hamengkubuwono II, Adipati Sawunggaling II menikahi putri Hamengkubuwono II yang bernama B.R.A. Notto Negoro. Sebelum dan saat Perang Diponegoro Sawunggaling II menjabat Bupati Semawung dengan gelar Kyai Adipati Sawunggaling. Setelah kekalahan Pangeran Diponegoro di bulan Maret tahun 1830 beliau tetap menjadi Bupati Semawung dengan gelar Kanjeng Raden Adipati Notto Negoro, dalam catatan almanak Van  Nederlandsch indie 1832 nama kabupaten semawung sudah di ubah menjadi kutoarjo sekalipun pusat pemerintahan masih di semawung Daleman. 
Arti nama Sawunggaling adalah "Ayam Jago Laga Emas" yang dulu Sejarah selalu menang dalam pertempuran. Nama Sawunggaling/Sawunggalih diabadikan menjadi Nama rangkain gerbong kereta api, sekolah, hotel dan sebagainya

57. Waliyullah K.H. Nur Muhammad Alang-alang Ombo bin K.H. Zamzani Ponorogo, beliau ulama besar pada masanya keturunan sunan Ampel sekaligus menantu K.G.P.A.A Mangkunegaran I alias Pangeran Samber Nyowo pahlawan Nasional.

Silsilah Kyai Nur Muhammad Alang-Alang Ambo penyebar agama Islam di Bagelen bagian tengah khususnya alang-alang Ombo pituruh dan sekitarnya adalah sebagai berikut :

R. Rahmat/Sunan Ampel
           I
R. Qosim/Sunan Drajat
           I
Kyai Agung Lamongan
           I
Kyai Agung Suryo Ngalam
           I
Kyai Agung Muhammad Ilyas
           I
Kyai Zamzani Ponorogo
           I
Kyai Nur Muhammad alang-alang Ombo
       
58. Tumenggung Djumantoko alias Mbah Giri imantoko. Penguasa/Adipati Semawung (kutoarjo) pertama beliau adalah Putra Adipati Pragolo I Pati, Sepupu Susuhunan Hanyokrokusumo Raja Mataram kedua.

59. Kyai Sayyid Ahmad Muhammad Alim Basaiban Bulus Purworejo.

60. Tumenggung Gajah Permodo, panglima perang pangeran Diponegoro di daerah Gowong Bruno yang dahulu kala masuk kabupaten Ledok.

61. Dullah Syarif Samparwadi Hasan Munadi bin Sayid Alwi Ba'abud, Makamnya ada di kabupaten Ketanggong yang sekarang menjadi desa Sidomulyo kecamatan Purworejo kabupaten Purworejo Jawa tengah.
Syarif Hasan Munadi adalah Menantu Hamengkubuwono II, karena putri nya dari garwo ampeyan/selir B.M.A Citrosari yang bernama B.R.A. Samparwadi menikah dengan Syarif Hasan Munadi.
Syarif Hasan Munadi adalah pengikut Pangeran Diponegoro yang dalam bulan pertama Pecahnya Perang Diponegoro beliau dipercaya sebagai Pemimpin Pasukan "Suronoto" dengan pangkat "DULLAH", denggan 40 prajurit yang bergerak di bidang Agama dan masjid.
Beliau Terkenal dengan nama Dullah Tumenggung Syarif Samparwadi.

By. Nka

Sumber Referensi :
- leterasi berbagai buku sejarah tentang Kutoarjo dan Purworejo

Jumat, 17 Juli 2020

Sarasilah R. Soeromenggolo bin Raden Ngabei Mertodiwiryo Tursino Kutoarjo

Artikel atau sarasilah ini pernah saya share di internet pada hari Minggu, 28 Oktober 2012 sekarang kembali saya share lagi
SARASILAH GELONDONG R.M SOEROMENGGOLO SUMARE ING TURSINO KUTOARJO
           
        Gelondong adalah ketua lurah-lurah atau kordinator lurah-lurah dari beberapa desa, eyang glondong suromenggolo membawahi enam (6) desa. R. Soeromenggolo entah ditunjuk dan diangkat oleh Kraton atau masyarakat diberi mandat/ditanam jadi Lurah Desa Tursino sekaligus Glondong di utara gunung tugel kutoarjo yang meliputi sokoharjo, kemadu, kaligesing, wirun, karangrejo, dan Tursino. 
"Soeromenggolo" adalah sebuah nama gelar, belum diketaui nama asli eyang soeromenggolo.

 Foto : Kijing Jirat Makam Glondong R.M. Soeromenggolo di Desa Tursino, kecamatan Kutoarjo, kabupaten Purworejo.

Kijing dan nisan makam eyang soeromenggolo ini terbuat dari batu kapur bergaya "Mataram Boyolalen" yang menurut sahabat saya Dosen UIN Sunan Kalijaga Gus Yaser Muhammad Arafat sekaligus pengkaji bentuk rancang bangun nisan jirat makam, beliau yang disemayamkan di makam itu mengambil sanad ke ilmuan dari daerah Boyolali.
Menurut Gus yaser di masa lalu tarekat disebut "sanad suluk".
Dilihat dari nisan jirat makam beliau menurut kajian dan penelitian Gus Yaser yang dilakukan bertahun-tahun lamanya, menandakan beliau tugas nya sebagai "Ngulama-Ksatrian", atau ulama kejadugan, kalau dianalogikan saat ini adalah ulama militer.
Betul saja beliau saat hidup adalah seorang Glondong yang menurut kajian Gus Yaser, Glondong adalah koordinator pasukan Dipanegaran dari masing-masing daerah, Glondong itu setingkat assisten wedana atau camat.

Menurut Gus Yaser Dosen UIN Sunan Kalijaga yogyakarta, orang Mataram biasanya menganggap tidak penting sanad silsilah, karena itu sering dirahasiakan. Dan gaya makam biasanya memakai sanad keilmuan seperti suluk/tarekat, juga ada simbol kasta atau tugas jabatan semasa hidupnya.

R.Soeromenggolo yang masih keturunan Prabu Brawjaya V Majapahit, juga keturunan Amangkurat Agung I Agung.
R.Soeromenggolo menurut ceita folklor masyarakat juga menjadi Senopati Pendamping Pangeran Diponegoro, beliau adalah juga ahli beladiri yang ilmunya turun menurun dari leluhurnya. diceritakan bahwa di desa tursino pernah terjadi perang besar antara pengikut Pangeran Diponegoro melawan Belanda, dan itu tertulis di dalam buku sejarah di perpustakaan umum kutoarjo.
R. Soeromenggolo mempunyai dua istri, istri kedua adalah keturunan Ki Ageng Tursuli putri dari ketomenggolo/M.Sulaiman yang juga pengikut Pangeran Diponegoro.
 
foto. Komplek makam Gedong disitu disemayamkan Para Umaro dan Ulama.
Yaitu R.M. Soeromenggolo bin Raden Ngabei Mertodiwiryo dan Kyai Raden Chasan Bin Syech Lukman hakim. 
Kyai Chasan adalah kyai yang dipanggil eyang suromenggolo dari tuk songo purworejo untuk menjadi ulama desa dan memegang masjid

R.M. Soeromenggolo mempunyai kakak seperguruan yang menjadi Patih Kabupaten Semawung (Kabupaten Semawung sebelum berganti nama menjadi Kutoarjo) Era Bupati Adipati Sawunggaling II semawung, pada masa itu juga melewati masa Perang Besar Diponegoro tahun 1825 - 1830 M.
Kakak Seperguruan Eyang suromenggolo itu bernama R.Ngabehi Djojo Probongso makamnya di belakang Masjid Jami' At-Takwa Pringgowijayan kutoarjo.

foto makam R. Ngabehi Djojo Prabongso, patih kutoarjo di belakang masjid At-takwa pringgowijayan.



Foto makam Raja Mataram ke-4 Sayidin Amngkurat I Agung bin Sultan Agung di Tegal.



Foto. Makam BRA. Klenting Kuning Binti Amngkurat I.
BRA. Klenting Kuning adalah Istri Yudonegoro I Bupati Banyumas
 
Foto. Makam Raden Tumenggung Yudonegoro I Bupati Banyumas di Banyumas


R.M. Ketomenggolo alias R.M.Sulaiman bin Pangeran Singosari bin Amangkurat IV Jawi mempuyai tiga putra :
  1.  R. Dityoyudo.
  2.  R.A. Soeromenggolo, Putri R.M. Ketomenggolo yang diper-istri R.M. Suromenggolo bin R. Ngabei Mertodiwiryo. Orang-orang biasa menyebutnya Raden Ayu Soeromenggolo
  3.  Krentil./eyang putih.
     
     
     R. Dityoyudo, mempunyai tiga putra : 
    • Mariyem,  
    •  Durasid, dan
    •  Tikem. (Susunan keluarga sudah   dikembangkan oleh ahli warisnya yaitu alhmahrum Mbah perngadi dan Lek Sumardi).
Foto. Serat kekancingan dari jalur eyang R.M. Ketomenggolo Bin Pangeran Singosari Bin Amangkurat IV Jawa.
Eyang ketomenggolo adalah mertua dari Eyang R.M. Soeromenggolo.

 
Foto. Makam Raden Tumenggung Yudegoro II, Bupati Banyumas, di Banyumas. jirat nisan makam bergaya era Sultan Agung-Amangkurat

Eyang R.M. Soeromenggolo saat menjadi glondong pernah mengambil ulama dari Tuk songo Purworejo untuk dijadikan pemuka Agama serta mengurus bidang keagamaan bernama Kyai R.M. Chasan Bin Syech Lukman hakim, serta diberikan sebidang tanaah sawah seluas 400 ubin, status tanah tersebut sampai saat ini sebagai tanah bengkok untuk ulama yang mengelola masjid.
Syech Lukman Hakim menikah dengan putri Pangeran Hangabei yang bernama R.A. Sangsangid/R.A. Lukman Hakim. Pangeran Hangabei adalah putra Hamengkubuwono I.
R.M. Chasan menjadi pemuka Agama di desa Tursino

Sri Sultan Hamengkubuwono  I
                 I
Bendoro Pangeran Haryo (B.P.H.) Hangabei
                 I
R.A. Sangsaid/R.A, Lukman Hakim menikah dengan Syech Lukman hakim
                I
R.M Chasan 
               I
Foto. Surat kekancingan dari Pancer Hamengkubuwono I yang menurunkan Kyai R.M. Chasan Kyai Desa Tursino



foto. Komplek makam R.M. Ketomenggolo alias R.M. Sulaiman di desa tursino kecamatan Kutoarjo.

BERIKUT SISILAH LANGSUNG DARI EYANG R. SOEROMENGGOLO 
Babad Raja-Raja Jawa (Tumapel) , menurunkan putera :

29. Tunggul Ametung , menurunkan putera :
Maesa Wong Ateleng. , menurunkan putera :
28. Maesa Cempaka / Ratu Angabhaya / Batara Narasinga , menurunkan putera :
27. Kertarajasa Jayawardana / Raden Wijaya , menurunkan putera :
26. Tri Buwana Tungga Dewi / Bhre Kahuripan II , menurunkan putera :
25. Bhre Pajang I , menurunkan putera :
24. Wikramawardana / Hyang Wisesa / R Cagaksali , menurunkan putera :
23. Kertawijaya / Bhre Tumapel III , menurunkan putera :
22. Rajasawardana / Brawijaya II , menurunkan putera :
21. Lembu Amisani / R. Putro / R. Purwawisesa , menurunkan putera :
Bhre Tunjung / Pandanalas / R. Siwoyo , menurunkan putera :
20. Kertabumi / Brawijaya V / R Alit / Angkawijaya , menurunkan putera :
19. Simbah Trah Tumerah : R Bondhan Kejawan / Lembupeteng Tarub , menurunkan putera :
18. Simbah Menya-Menya : R Depok/ Ki Ageng Getas Pandowo , menurunkan putera :
17. Simbah Menyaman : Bagus Sunggam Ageng Selo , menurunkan putera :
16. Simbah Ampleng : Ki Ageng Anis , menurunkan putera :
15. Simbah Cumpleng : Ki Ageng pemanahan ( mataram) , menurunkan putera :
14. Simbah Giyeng : R Danang Sutowijoyo/ Panembahan Senopati Ngbehi Loreng Pasar + Ratu Mas Putri Ki Ageng Panjawi Pati Cucu dari Kanjeng Sunan Kali Jogo, menurunkan putera :
13. Simbah Cendheng :  R Mas Jolang/ Panembahan Hadi Prabu Anyokrowati , menurunkan putera :
12. Simbah Gropak Waton : Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo sumare ing pajimatan Imogiri + Ratu Wetan, yaitu putri Tumenggung Upasanta bupati Batang (keturunan Ki Juru Martani ) , menurunkan putera :
11. Simbah Galih Asem : R.M Sayidin / Sayidd Sunan Prabu amangkurat Agung I sumare ing tegal , menurunkan putera :
10. Simbah Debog bosok : Gusti Bagus Raden Ayu Bandoro Klenting Kuning sumare ing tegal  + K.RAA.Yudonegoro I Bupati Banyumas sumare ing Banyumas, menurunkan putera :
 9. Simbah Gropak Senthe : R bagus Mali/K.RAA.Yudonegoro II ( banyumas ) sumare ing Banyumas, menurunkan putera :
8. Simbah Gantung Siwur : Raden Tumenggung Kedoweran Nge Mertodiwidjoyo, Sumare ing Pakuncen Gombong. menurunkan putera :
7. Simbah Udheg-Udheg : R.M Kertodimedjo sumare ing betji, menurunkan putera :
6. Simbah Wareng : R.Ng. Mertodiwiryo Sumare ing wedi), menurunkan putera :
5. Simbah Canggah : R.M. Soeromenggolo sumare ing tursino (Glondong I yang bermukim di Tursino Kutoarjo), menurunkan putera :
4. Simbah Buyut : R.A. Sulastri + R. Pawiro sedono ( Lurah Loggung bayan ), menurunkan putera :
3.  Simbah : R.Nganten. Parsilah + Wal Qobri/Pawiro Diharjo (lurah Tursino) bin Khasan Bahrun bin Amat Rejo bin Surosentiko,  :
2. Ibu/Bapak :
1. Anak

Foto. Makam Raden Tumenggung "Kendowoeran" (Kanduruhan) Raden Ngabei Mertodiwidjojo (bupati Roma) bin R. Bagus Mali alias Yudonegoro II (Bupati Banyumas) di komplek makam Pakuncen Gombong.
Raden Tumenggung Kendoerowan Ngabei Mertowidjoyo adalah Eyang Buyutnya R.M. Soeromenggolo

I. R.M. Soeromenggolo + istri dari Tursino yg bernama R.A. Soeromenggolo, mempunyai 6 peputro yaitu :
      1. Rr. Sulastri.
      2. Rr. Soekarsih.
      3. R. Soerat atmodjo ( yang akhirnya menjadi glondong kedua menggantikan ayahandanya ).
      4. Rr. Mustirah.
      5. R. Karsowirono.
      6. R. Martodimedjo

I.1. Rr Sulastri + R. Pawirosedono (Lurah Logging/Pucang agung Bayan), mempunyai 5 peputro :
      1. R. Ngntn. Napsiah
      2. R. Sastrotiwar.
      3. R. Ngtn. Talkah.
      4. R. Ngnten. Partimah.
      5. R. Ngnten. Parsilah

I.2. R. Ngnten. Soekarsih/Mintarsih

     a. Rr. Soekarsih + Surosentiko, peputro :
        1. R.Nganten. Ambarwati

     b. Rr. Soekarsih + Nojodiwiryo (karangrejo), peputro :
         1. R. Ngnten. Tijah ( kepleng )
         2. R. Ngnten sibeng (mati bayi )
         3. R. Joyo mintardjo
         4. R. wongsosedono
         5. R. karjodiwiryo
         6. R. Tjokrodimedjo.
         7. R kaji munir.


I.3. R. Soerat atmodjo.
       R. Soerat atmodjo mempunyai tiga istri yaitu :
                 1. Den Nganten. 
                 2. Kiswati. 
                 3. R.A Sutinah.

       a. R. Soerat atmodjo + Ibu Den Nganten peputro, :
           1. R. Tcokro sukir.
           2. R. supraptodiharjo.
           3. R. Surodiharjo
           4. R. ndojo.
           5. R. suwarno

I.3. b.  R. Soerat atmodjo + Ibu Kiswati. Peputro, :
           1. R. marosudarmo.
           2. R. burus.
           3. Rr. Rembjuk. 

I.3.c.  R. Soerat atmodjo + R.A. sutinah. Peputro :
          1. Rr. Sulasikin.
          2. Rr.saodah.
          3. Rr. Darusin.

I.4. Rr. Mustirah + Djorewijo (bayan). Peputro :
      1. R.Ngnten. Mursih ( di singapura)
      2  R.Ngnten...??...........+ Pawirontono
      3. R.Ngnten. Mursiyem.
      4. R. Karsodimedjo

I.5. KELUARGA R. KARSOWIRONO ( carik wetan )
     R. Karsowirono + Surtinah (tursino), Peputro :
     1. R Abdulah Maful.
     2. R. Harjo Langsir.


I.6. R. Martodimedjo mempunyai tiga istri, istri yang dari jogja tidak punya anak, istri kedua dan ketiga,   peputro :
     1. R. Tcokrosumarto
     2. Rr. Suwarni
     3. Rr. Suwarti

I.6 R. Martodimedjo + Istri ketiga (dari Wirun), Peputro :
         1. R. suwarto.
I.1.1. KELUARGA R.Nganten. NAPSIAH
         R.Nganten. NAPSIAH +..............???
        1. Ada keturunannya nama Dullah tinggal di bengkalis kepulauan Riau dan punya anak empat.
         
I.1.2. R. Sastrotiwar (pucang agung) + R.Nganten Sri Maonah, peputro :
         1. R.Nganten Sumarmi.
         2. R.Nganten Sumiyati.
         3. R. Sukir.

I.1.4. R.Nganten. Partimah + Sanen, peputro :
       Sejarahnya masih gelap karena hijrah di Malaysia.
I.1.5. R.Ngtn Parsilah + Pawirodiharjo/wal qobri ( mantan Lurah Tursino ), peputro :
        1.Rr. Siti parwati. (mati bayi)
        2. R.Ngtn  Siti sarumi (lampung).
        3. R. Darsono (banyuwangi).
        4. R. Slamet (Tursino).
        5. R. Soeroto (pituruh)
       6. R. Supriyanto (lampung).
       7. R.Ngtn. Sriyani (palembang).
       8. R.Ngtn. Srihartini (kutoarjo).
       9. R.Ngtn. Sri astuti (kutoarjo)

I.2.a.1. Keluarga R.Nganten Ambarwati + Tjokrodiwiryo/tjokrodimedjo, Peputro :
            1. R. Nganten. Ranti.
            2. R. Nganten. Lusiyem.
            3. R. Kurmen ( taruno senjojo )

1.2b.1. Keluarga R.Nganten Tijah ( kepleng ) + H. Umar/kenap (tepus kulon ), Peputro :
            1. R. Tirtorejo.
            2. R. Sarbini.
            3. R.Nganten. Sarmi.
            4. R.Nganten. Supiyah.
            5. R.Nganten Fatimah.
            6. R. Martodiwiryo.
            7. R. Sajadi.
            8. R. Dulah sulur.
            9. R. Sadjadi

I.2c.3.. Keluarga R. Djojo Mintardjo + ..........???..., Peputro :
           1. R. Abdullah Maful.
           2. R. Ngantn. Siti Suminah.

I.2e.5.a. Keluarga R. Karjodiwiryo ( slamet ) + Munfingah (wirun) , Peputro :
           1. R. Margono/karjono.


I.2e.5.b. Keluarga R. Karjodiwiryo ( slamet ) + istri kedua Tugirah (tursino), Peputro :
             1. R. Soemardijo.
 
I.2e.6.Keluarga Tjokrodimedjo (bentul) + R. Nganten. Saodah , Peputro :
             1. R. Habib.
             2. R. Anis. 
             3. R. Tri Atdmojo.
             4. R. Nganten. Chotidjah.
             5. R. Nganten. Tunsiah.
             6. R. Nganten Siti Qurosiah.

I.3a.1. Keluarga R. Tjokro Sukir + .....???........, Peputro :
           1. R. Nganten. Patimi.
           2. R. Nganten. Ratmi.

I.3a.2. Keluarga R. supraptodiharjo + ............???............., Peputro :
           1. R. Nganten. Jam. 
           2. R. Nganten. Nok.
           3. R. Nganten. Drak.
           4. R. Nganten. Laskar.
           5. R. Nganten. Sanubari.

I.3a.3. Keluarga R. Surodiharjo + istri pertama, Peputro :
          1. R. Sudjadi.
          2. R. sutjipto.
          3. R. Nganten Rembun.

       b.  R. Surodiharjo + Tugirah, Peputro :
            1. R. Sugiri.

I.3a.4. Keluarga R. Ndojo + ...............???............., Peputro :
          1.  R. Nganten. Trini.
          2. R. Nganten. Djatun. 

I.3b.1. a. Keluarga R. Martosudarmo + istri pertama, Peputro :
          1. R.Nganten. Surotun.
          2.  R.Nganten. ratmi.
          3. R. Paridjo.
          4. R. Prapti.
          5. R. Gadi.
          6. R.Nganten. Miskiratun.
          7. R. Sungkowo.
          8. R. Subowo.
    
      b.  Keluarga R. Martosudarmo + istri Kedua, Peputro :
          1.  R.Nganten. Sukanti.
          2. R. Martono.
          3. ..........................
          4. .............................

I.3b.2. Keluarga R Burus + ........???.............., Peputro :
           1. R.Nganten. Sutin.
           2. R.Nganten. Ratini.
           3. R.Nganten. Patimah.
           4. R.Nganten. Sukmariyah.

I.3b.3. Keluarga R.Nganten. Rembjuk, Peputro :
            1. R.Nganten. Asiah.
            2. R. Ambyah.
            3. R. Rachmat.
            4. R.Nganten. Surotun.
            5. R.Nganten. Sriejatun.
            6. R.Nganten. Sulastri.
            7. R.Nganten. Lasmini.
            8. R.Nganten. Paniti.

I.3b.1. Keluarga R.Nganten. Sulasikin + ..........???........, Peputro :
           1. R. Kusnaeni.

I.3c.2. Keluarga R.Nganten. Saodah + .......???..............., Peputro :
           1. R.Nganten. Subilin.
           2. R.Nganten. Nupituwati.
           3. R. Legono.
           4. R.Nganten. Rochayu.
           5. R. Trenggono.
           6. R Soeryo wibowo.

I.3c.3. keluarga R.Nganten. Durasin ( sejarahnya masih gelap ).

I.4.1. Keluarga R.Nganten. Mursih ( tinggal di singapura dan tak ada kabar ).

I.4.2. Keluarga .............Binti R.Nganten. Moestirah + Pawirontono, Peputro :
            1. R. Kario Kaslan.
            2. R.Nganten. Sri Maonah.

I.4.3. Keluarga R.Nganten. Mursiyem + .......??....., Peputro :
            1. R. Nganten. Maryonah

I.4.4. Keluarga R.Karsodimedjo + Insiah, Peputro :
            1. R.Nganten. Rosninah.
            2. R. Sawi.
            3. R. Muhammad Khusaeni.
            4. R. Kuntjung.
            5. R. Recek.
            6. R.Nganten. Sulastri.
            7. R.Nganten. Suwarinsiah.
            8.  R.Nganten. Sulassiah.
            9.  R. Nganten. Chomsatun.
           10. R. Nganten. Siti Chotimah.
           11. mati bayi.
           12. mati bayi.

I.5.1. Keluarga R Dulah Maful ( kamituwo ) + Kamini, Peputro :
            1. R. Nganten. Sri Suci.
            2. R. Suroso.
            3. R. Nganten. Tari.
            4. R. Sutopo.
            5. R. Marsono.

I.5.2. Keluarga R. Hardjo Langsir ( carik Wetan ) + ...........??....., Peputro :
            1. R. Budi.
            2. R. Nganten. Lestari.

I.6.1.  a. Keluarga R. Tjokro Sumarto (nk. sudjud ) (glondong) + Istri I Mumbyuh , Peputro :
              1. R. Nganten. Sumarah.

          b. Keluarga R. Tjokro Sumarto (nk. sudjud ) (glondong) + Istri II Anggominah , Peputro :
              1. R. Nganten. Nawangsasih.
              2. R. Nganten. Sri wardany.
              3. R. Soemrahadi.
              4. R. Nganten. Endang Riswaty.
              5. R. Damar Sasongko.
              6. R. Sunarko.
              7. R. Wahyudjatmiko.

I.6.2. Keluarga R.Nganten. Suwarni + Pak sep (kutowinangun), Peputro :
             - Belum mempunyai keturunan.

I.6.3. Keluarga R.Nganten. Suwarti + ..............??...., Peputro :
           1. ...............
           2. ...............
           3. ...............
           4. ...............
           5. ...............
           6. ...............
           7. ...............
           8. ...............
           9. ...............

 I.6.4. Keluarga R. Suwarto + ...........??............., Peputro :
           1. R.Nganten. dr. Kusuma wartati.
           2. R. Kusumo Waryadi.
           3. R. Tri Kuswanto, SE

 I.1.2.1. Keluarga R. Nganten. Sumarmi + Warodin ( pucang agung ), Peputro :
              1. R. Nganten Suwarni.


I.1.2.2. Keluarga R.Nganten Sumiyati + Tasripin (pucangagung ), Peputro :
            1. R. amat Soleh.
            2. R. Nganten. Kusbanatun.
            3. R. Nganten Sriyana
            4. R. Amat kusni.
            5. R. Nganten Wuryani.
            7. R. Nganten. Miswati.

I.1.2.3. Keluarga R. Sukir ( TIDAK DIKETAHUI DATANYA ).


I.1.5.1. Keluarga  R.Nganten Siti Sarumi + R. Tito Al Usman Bin R. Abdurrohim, Peputro :
            1. R.Nganten. Sadiyah Mundati.
            2. R.Nganten. Rohmah.
            3. R. Muhammad Kuntadi.
            4. R.Nganten. Tafifaah.
            5. R. Widodo. 

 I.1.5.1. b Keluarga  R.Nganten Siti Sarumi + Lukito, Peputro :
                 a. R. Waset

I.1.5.2. Keluarga R. Darsono +  Zaenab , peputro :
            1. R. Ngntn. Widiyanti (Banyuwangi)
            2. R. Sunarko .(Banyuwangi)
            3. R. Winanto. (Banyuwangi)
            4. R. Widodo .(Banyuwangi)

I.1.5.2 Keluarga R. Darsono + Rinting, Tanpa anak.

I.1.5.3. Keluarga R. Slamet + Solichah, Peputro :
             1. R. Muhhamad Safingi/pingi.

I.1.5.4. Keluarga R. Soeroto + titik d/a. desa sambeng kecamatan pituruh kabupaten purworejo , Peputro :
            1. R.Nganten. Hidayati (Megulung lor).
            2. R.Nganten. Hartati (Magelang).

 I.1.5.5. Keluarga R. Supriyanto + Romlah, d/a. kampung sirampok, kecamatan panjang, bandarlampung  peputro :
             1. R.Nganten. Nunung Mayawati.

 I.1.5.5.b. Keluarga R. Supriyanto + Hidayani, d/a. kampung sirampok, kecamatan panjang, bandarlampung Peputro :
              1. R. Heri Purwoko.
              2. R. Ulul.
              3. R. Muhhammad Choiril.
              4. R.Nganten.......................

I.1.5.6. Keluarga R. Nganten Sri Haryani + Wagiran,mukim di palembang Peputro :
              1. R.Nganten. Nirwati.
              2. R.Nganten Rimbawati.
              3. R. Sapto Aji.
              4. R.Nganten. Retno Puspita.

I.1.5.7. Keluarga R.Nganten. Sri Hartini + Tarto Djaelani, Peputro :
             1. R.Nganten. Iin Indriarti.
             2. R. Dwi Indriarto.
             3. R. Nganten. Erni Susilo Prabawati.
             4. R. Probo Juang Bebas Soro.
             5. R. Arif Akhiria Hartono.

I.1.5.8. Keluarga R.Nganten. Sri Astuti + R. Hadi Soecipto, Peputro :
              1. R. N.K Adi.
              2. R. Nganten. Shinta Dewi.
              3. Rr. Hermin Setio Rini.

I.2a.1.1. Keluarga R.Nganten. Ranti + R. Ali Utomo, Peputro :
               1. R. Tadji.
               2. R. Tartoyo.
               3. R. Suwanto.
               4. R. Damar Suproyo.
               5. R. Nganten. Kunti.
               6. Rr. Kusti.

I.2a.1.2. Keluarga R. Nganten Lusiyem + H Agus, Peputro :
                  1. suhilwati.
                  2. yuswati
                  3. wahyuni.
                   4. sulasmini.
                  5. H banji.

I.2a.1.3.a. Keluarga Kurmen Taruno senjojo + siti chotijah, peputro : tidak punya anak

I.2a.1.3.b.  Keluarga Kurmen Taruno senjojo + sadinun, peputro :
                   1. sutrisno.
                   2. konah
I.2a.1.3.c. Keluarga Kurmen Taruno senjojo + siti, peputro :
                   1. sri rejeki

I.2a.1.3.d. Keluarga Kurmen Taruno senjojo + poniah , Peputro :
                   1. Sri pringatun.
                   2. Sunarwati.
                   3. maryati.
                   4. Buntingah.
                   5. H. Syeh abdul qodir jaelani/bujang taruno.
                   6. Susilowati.

I.3a.3b.1. keluarga R. Sugiri + ........................., Peputro :
                    1. Dyah wahyuningrum.

I.3a.4.1. Keluarga R. Nganten Trini + Atmomiharjo, peputro :
                     1. Suciati.

I.3b.1b.1. Keluarga R. Nganten Sukanti + A. Toha, peputro :
                     1. sumilan.
                     2. sudirman.
                     3. sutarman.
                     4. suyoto



foto makam Bagus Raden Ayu/ BRA. Klenting Kuning binti Sampeyan Dalem Sunan Prabu Amangkurat Agung I, yang menjadi istri Bupati Banyumas Yudonegoro I.

“ demikian catatan dari saya, kalau ada kurang lebihnya mohon dimaafkan dan dibetulkan, saya harap ahli waris atau keturunan-keturunan yang melihat catatan ini untuk dapat mengembangkan lagi susunananya sampai yang terakhir, supaya mudah untuk mengidentifikasi dan tidak kepaten obor, semogo yang hanya catatan ini bisa untuk menjadi bahan acuan dan sumber referensi”
 
Foto. R. Djatmiko bersama keris milik Eyang R. Suremenggolo
 

By. Ndandung Kumolo Adi

Sumber Referensi :
  1. Nara sumber ahli waris
  2. Bapak R. Sujatmiko
  3. Bapak Sutoko
  4. Bapak Sumardi dan  Almarhum lik pirngadi.
  5. Serat kekancingan




Kamis, 09 Juli 2020

SEJARAH WILAYAH BAGELEN SEBAGAI NEGARA AGUNG MATARAM


SEJARAH BAGELEN
SEBAGAI NEGARAGUNG SITI NUMBAK ANYAR MATARAM & MANCANAGARI MATARAM MENJADI  RESIDENSI HINGGA WUJUDNYA KABUPATEN PURWOREJO

Bagelen merupakan sebuah wilayah di pesisir selatan Jawa Tengah yang sekarang lebih dikenal sebagai Tiga Kabupaten yaitu Purworejo, Kebumen, dan Wonosobo. Purworejo merupakan nama baru sebagai pengganti nama Brengkelan, ibukota Karesidenan Bagelen. Letaknya di barat Kali Bogowonto, berbatasan dengan Kulonprogo, merupakan wilayah negaragung Mataram Islam.

PADA MASA MATARAM ISLAM KOTAGEDE – KERTA (1600 - 1647)

Peranan para jawara atau disebut "Kenthol Bagelen" dalam peperangan  adalah sangat besar. Dimulai pada masa pemerintahan Panembahan Senopati, keikutsertaan para Kenthol Bagelen di setiap operasi militer Mataram semakin sering. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, dalam memadamkan pemberontakan Dipati Ukur, pasukan Bagelen turut berpartisipasi. Disebutkan, pasukan dari daerah pesisir berbaris di sebelah utara, orang Banyumas di sebelah barat, dan orang Bagelen di sebelah selatan.

Wilayah Bagelen pada masa pemerintahan Sultan Agung (Mataram Kerta) termasuk ke dalam wilayah Negaragung (Negara gedhe) atau wilayah penyangga sekitar Kutanagara (Ibukota di Kotagede & Kerta).

Negaraagung sendiri merupakan suatu wilayah di luar Negara yang berisi tanah mahosan dalem atau tanah yang diperuntukkan bagi pemasukan pajak ke kas keraton dan tanah jabatan para bangsawan keraton. serta pejabat kerajaan yang tinggal di dalam Negara.

Wilayah Negaragung terbagi menjadi delapan wilayah, dimana Bagelen disebut sebagai “Siti Numbak Anyar” (daerah Bagelen antara Sungai Bogowonto sampai sungai Progo) meliputi 6.000 cacah.

PADA MASA MATARAM ISLAM – PLERED (1647 - 1677)

Tahun 1655, pada masa pemerintahan Sultan Amangkurat I, Sultan mengangkat empat orang wedana pesisir. Bersamaaan dengan itu, Sultan juga mengangkat empat wedana jaba atau wedana luar atas Negaraagung, yaitu Surakarta, Yogyakarta, Kedu, dan Bagelen. Selain itu, dalam perang antara Mataram dan Banten, dalam rombongan ekspedisi militer ke Karawang, terdapat armada kapal yang tiga diantaranya diisi prajurit Bagelen. Masing- masing dipimpin oleh Kenthol Abadsara (Ampatsara), Kenthol Pusparaga, dan Wangsamarta.

Tanggal 28 Juni 1677, Keraton Plered jatuh ke tangan pemberontakan Trunojoyo dan memaksa Sultan Amangkurat I keluar dari keraton. Hari Senin, 29 Juni 1677, rombongan kerajaan sampai di Jagabaya yang termasuk wilayah Bagelen dan bertemu dengan pasukan pemberontak. Beruntung, datang bala bantuan dari Kyai Baidowi bersama rakyat Bagelen. Sultan berhasil selamat dan mengeluarkan sebuah pantangan bagi anak keturunannya, agar tidak menyeberangi Sungai Bogowonto membawa pasukan.

Atas bantuan dari Kyai Baidowi dan rakyat Bagelen, Sultan bersama permaisuri membangun sebuah masjid yang dikenal sebagai Masjid Santren yang di dalamnya terdapat angka tahun 1679, dua tahun setelah peristiwa penyerangan..

Foto. Masjid Santren bagelen

Pembangunan Masjid Santren diarsiteki oleh Khasan Muhammad Shuufi dan menandai perkembangan agama Islam yang telah mencapai wilayah Bagelen. Disebut sebagai masjid tertua di wilayah Bagelen, sebuah sumber menyatakan masjid ini dibangun pada tahun 1618.

Demikian selanjutnya, meski kraton berpindah dari Plered ke Kartasura (lalu Surakarta), Bagelen tetap merupakan wilayah negaragung Mataram sebagai lumbung beras serta penyedia logistik bagi keperluan prajurit perang.

PADA MASA MATARAM KARTASURA (1680 - 1742)

Setelah Kraton berpindah ke Kartasura, Bagelen tetap menjadi negaragung Siti Numbak Anyar dan terus menyediakan tenaga tentara dan tenaga bahu suku bagi kraton Mataram. Setelah Geger Pacinan dan perang tahta Jawa ke 3 (1746-1757) wilayah Bagelen menjadi daerah gerilya baik Raden Mas Said maupun Pangeran Mangkubumi.

Salah satu perang historik terjadi di Sungai Bogowonto, Bagelen dimana Pangeran Mangkubumi dan pasukannya (termasuk dari wilayah Bagelen & Sukowati) berhasil mengalahkan pasukan VOC dibawah  Major H.De Clercq. Tombak yg digunakan untuk membunuh tersebut, nanti akan dibawa P.Mangkubumi ke Yogyakarta sebagai pusaka kraton dan diberi nama Tombak Kyai Klerek.


PADA MASA PERJANJIAN GIYANTI

Setelah Mataram dipecah sigar semangka dalam Perjanjian Giyanti (1755) sebagai konsekuensinya maka wilayah Bagelen juga dibagi antara kekuasaan Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta dengan batas yang tidak begitu jelas.

Foto. Peta hasil perjanjian Giyanti

Pembagian yang tumpang tindih serta ketidakjelasan dalam batas wilayah sering membawa pertikaian di kalangan penguasa lokal. Misalnya, terjadi perebutan tanah lungguh oleh para Gunung atau pembesar tanah yang ditugasi oleh keraton.

Sebagai wilayah Negaraagung pada masa Kerajaan Mataram, pembagian wilayah Bagelen pasca Perjanjian Giyanti juga hampir sama, yaitu  sebagai berikut:

a. Tanah Mahosan Dalem yaitu tanah lungguh milik raja.

Untuk Kesultanan Yogyakarta meliputi Bapangan (Jenar), Semawung (Kutoarjo), Ngrawa, Watulembu, Lengis (Kedungkamal, Grabag), Selomanik (Wonosobo), dan Semayu.

Sedangkan untuk Kasunanan Surakarta meliputi Tanggung (Cangkrep), Wala (Ambal), Panjer (Kebumen), dan Tlaga.

b. Tanah lungguh yaitu tanah gaduhan raja untuk para pangeran dan pejabat kerajaan.

Untuk Kasultanan Yogyakarta meliputi Loano, Blimbing (Karanganyar), dan Rama Jatinegoro (Karanganyar).

Sedangkan untuk Kasunanan Surakarta meliputi Merden dan Kutowinangun.

c. Daerah kerja Gladak yaitu daerah yang penduduknya dikenakan wajib kerja di istana atau hutan.

Untuk Kasultanan Yogyakarta terletak di Selomerto dan untuk Kasunanan Surakarta terdapat di Gesikan (Kutoarjo).

d. Tanah bagi para pemuka atau lembaga keagamaan dan penjaga makam yang menjaga makam keramat. Penentuannya bergantung pada kebijakan masing-masing penguasa lokal.


Wilayah yang tumpeng tindih ini seringkali menimbulkan konflik. Misalnya wilayah Tanggung atau Ketanggung di Bagelen, pada awalnya dikuasai oleh Kasultanan Yogyakarta di bawah Tumenggung Gagak Pranolo II. Tetapi suatu ketika terjadi sebuah intrik dimana Tumenggung terbunuh dan digantikan oleh penguasa baru yang berasal dari Kasunanan Surakarta yaitu Reksodiworyo yang bergelar Tumenggung Tjokrojoyo. Ini menjadi awal timbulnya persaingan antara penguasa lokal yang diangkat Kasunanan dan Kasultanan.

Kondisi Bagelen pasca Perjanjian Giyanti yang mengakibatkan tanah lungguh milik Kasultanan dan Kasunanan saling tumpang tindih membawa dampak negatif bagi kehidupan masyarakat. Batas yang tidak jelas membuat keamanan sulit dikendalikan. Misal, penjahat yang melakukan kejahatan di wilayah Kasultanan, dapat melarikan diri dengan mudah ke desa di wilayah Kasunanan karena Tamping (polisi desa) Kasultanan tidak dapat memasuki wilyah Kasunanan, begitu pula sebaliknya.

BAGELEN  SETELAH PERANG DIPONEGORO (1830)

Ketika berlangsungnya Perang Jawa atau Perang Diponegoro (1825-1830), Bagelen yang merupakan wilayah persengketaan antar
elite Jawa dan elite Kolonial, juga merupakan tempat atau ajang penyusunan kekuatan pasukan pengikut Diponegoro. Oleh karena itu
trauma perang Diponegoro selalu membayangi Pemerintah Kolonial di wilayah ini.

Setelah ditandatanganinya kontrak politik 27 September 1830, sebagai akibat dari kekalahan Perang Jawa, terjadilah apa yang disebut sebagai "peralihan nagari", yaitu terlepasnya “mancanegara” Bagelen yang semula merupakan lumbung padi bagi Kasultanan Mataram baik Surakarta maupun Yogyakarta. (Sebagai kompensasi atas biaya dan kerugian yang sangat besar diderita VOC, sekaligus hukuman terhadap baik Yogya maupun Surakarta).

Dengan ditandatanganinya perjanjian 22 Juni tahun 1830 yang kemudian disusul dengan perjanjian 3 November 1830, Bagelen resmi
menjadi wilayah Residensi Belanda, hanya beberapa bulan setelah selesainya Perang Jawa. Pusat pemerintahan adalah di Brengkelan (Brinkeleen) sebagai ibu kota.

Baru setelah tanggal 23 Agustus 1832, sejak Adipati Tjokronegoro I yang diangkat oleh Van den Bosch menjadi Bupati I di Brengkelan, daerah Bagelen mulai dibangun dan ditingkatkan, dan kemudian wilayah Bagelen dijadikan Karesidenan (lihat peta).


Ibu kota yang semula di Brengkelan dipindahkan di Kedung-Kebo, bekas benteng stelsel Perang Diponegoro (tangsi VOC), namanya kemudian diganti yang menjadi Purworejo.

Wilayah tradisional Bagelen yang sebelumnya hanya meliputi Purworejo dan Kebumen,  setelah menjadi Residensi Bagelen kemudian diperluas, dan terdiri atas Afdeeling Purworejo, Kebumen serta Wonosobo.

Wonosobo yang dulu terdiri dari Ledok dan Gowong, awalnya merupakan bagian wilayah yang terpisah dari Bagelen.

RESIDENSI BAGELEN DIGABUNG KE KEDU (1901)

Kedudukan Bagelen sebagai sebuah karesidenan kemudian dihapus pada 1 Agustus 1901 dan digabung dengan Residensi Kedoe di utara (Afdeeling Temanggoeng & Afdeeling Magelang).

Dengan demikian terhapuslah nama besar Bagelen, mulai dari nama negaragung Mataram (1600-1755), mancanegara Surakarta & Yogyakarta (1755-1830), lalu menjadi residensi (1830-1901) dan akhirnya digabung dengan Residensi Kedoe (mulai 1901) sehingga akhirnya hanya menjadi nama Kecamatan di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah (saat ini).


 Setelah Perang Diponegoro dan penyerahan bang wetan dan bang kulon kepada VOC Bagelen masih berstatus daerah yang disebut "Wilayah” (dalam bahasa Belanda ”Provinsi”) yang dibagi menjadi lima kabupaten:
1. Ketanggung (ketangong),
2. Semawung(Semawong),
3. Kutowinangun(Koetowinangon),
4. Remo, dan
5. Ambal.

Dengan 23 distrik, dan pusat pemerintahan di Brengkelan (Brinkeleen)
sebagai ibu kota.

Baru setelah tanggal 23 Agustus 1832, sejak Adipati
Tjokronegoro I yang diangkat oleh Van den Bosch menjadi Bupati I di Brengkelan, dan dilantik kolonel Clerens daerah Bagelen mulai dibangun dan ditingkatkan, dan
kemudian wilayah (provinsi) Bagelen dijadikan Karesidenan. Ibu kota yang semula di Brengkelan dipindahkan di Kedung-Kebo, yang
kemudian disebut Purworejo. Organisasi kepemerintahan ada di
bawah kekuasaan dua daerah karesidenan. Khusus mengenai urusan
keuangan berada di bawah kekuasaan Pemerintah Karesidenan Kedu,
sedangkan untuk urusan lainnya ada di bawah kekuasaan karesidenan
Banyumas.
Daerah yang semula dibagi lima kabupaten, kemudian dibagi
menjadi empat afdeeling yang terdiri dari 6 (enam) kabupaten, 23 (dua
puluh tiga) distrik, tiap-tiap distrik dibagi menjadi banyak desa dan kampung (daerah-daerah administratif yang terkecil).

Afdeeling pertama meliputi dua kota kabupaten yang dijadikan pusat pemerintahan, yaitu Purworejo sebagai kota karesidenan dan Kutoarjo
sebagai kota kabupaten. Daerah sekitar Purworejo disebut daerah
kabupaten Purworejo dengan ibukota Purworejo, dan daerah sekitar
Kutoarjo disebut daerah kabupaten Kutoarjo dengan ibukota Kutoarjo.
Yang termasuk Afdeeling Purworejo, masa sebelumnya adalah
kabupaten Ketanggung dan Semawung. Afdeeling ke dua adalah
Afdeeling Kebumen dan Karanganyar. Kabupaten Kebumen
sebelumnya dinamakan kabupaten Kutowinangun, dan Kabupaten Karanganyar sebelumnya dinamakan Kabupaten Remo. Afdeeling ke
tiga adalah Afdeeling Ambal, daerah pinggiran pantai selatan
memanjang dari timur ke barat yang dulu merupakan bagian selatan
dari daerah-daerah Kabupaten Ketanggung, Semawung,
Kutowinangun, dan Remo. Afdeeling ke empat adalah Afdeeling Ledok,
sebelumnya dinamakan Urut Sewu, Ibukota Tlogo, yang kemudian
menjadi Wonosobo.
Daerah Afdeeling Ambal dan Ledok masing-masing dipegang
oleh seorang asisten Residen.

Pemerintah tertinggi daerah Karesidenan
Bagelen dipegang oleh seorang residen. Residen yang pertama adalah
Ruikenar, yang berkedudukan di Purworejo. Di samping jabatan
residen ada asisten residen dan bupati. Pemerintah Kolonial Hindia
Belanda pada waktu itu mengangkat orang-orang Belanda dan juga
orang-orang pribumi untuk menjadi pejabat tertentu dan ditempatkan
di daerah Karesidenan Bagelen. Jabatan-jabatan seperti sekretaris
karesidenan, kepala kantor, antara lain Kantor pelelangan, Yayasan
Yatim Piatu, dan Balai Peninggalan Harta Benda dari Kantor Cabang di
Semarang; juga sebagai notaris, penarik pajak, juru sita, diberikan
kepada orang-orang Belanda, sedangkan jabatan-jabatan seperti
penghulu dan hakim diberikan kepada pribumi.

Pada tahun 1855 Pemerintah Kolonial Belanda mengeluarkan
Reglement op het Bieleid der Regering van Nederandsch-Indie (RR.) S. No. 2
tahun 1855 yang dapat dianggap sebagai UUD Hindia Belanda.
Dengan RR tahun 1855 ini pemerintah Kolonial Hindia Belanda
berusaha mengatur birokrasi pemerintahan daerah secara rasional,
yaitu menyusun suatu hirarki pemerintahan dari pusat ke daerah-
daerah dengan asas dekonsentrasi. Wilayah Hindia Belanda dibagi
menjadi wilayah-wilayah administratif; Gewesten, Afdelingen,
Onderafdelingen, district, dan Onderdistrict. Pejabatnya terdiri dari
Gubernur, Residen yang dibantu oleh asisten residen, dan kontrolir. Di
Jawa mereka membawahi Bupati di setiap kabupaten, Bupati
membawahi Wedana, wedana membawahi camat, dan camat
membawahi Kepala Desa. Pembagian wilayah yang semula empat
Afdeeling berubah menjadi lima Afdeeling, enam kabupaten, dua puluh
tiga distrik, dan tiga ribu delapan puluh delapan (3.088) desa dan kampung. Kabupaten Kutoarjo yang semula masuk wilayah Afdeeling
Purworejo kemudian dijadikan Afdeeling baru.

Pada tahun 1865 sampai dengan 1868 pembagian daerah
administratif masih tetap seperti tahun-tahun sebelumnya, lima
Afdeeling, enam kabupaten dan dua puluh tiga (23) distrik, sedangkan
jumlah desa dan kampung mengalami penyusutan, yakni sebanyak
empat ratus enam puluh tiga (463) desa dan kampung. Afdeeling
Purworejo, Kutoarjo, Ambal dan Ledok masing-masing dinamakan
daerah dan kabupaten, sedangkan Afdeeling Kebumen dibagi menjadi
Kabupaten Kebumen dan Karanganyar. Dalam perkembangan
selanjutnya pada tahun 1869-1872 Karesidenan Bagelen dibagi menjadi
enam Afdeeling, enam kabupaten, 23 distrik dan di beberapa desa dan
kampung mengalami perubahan.

By. N.Kumolo Adi

Sumber :
1. P.M. Laksono, Tradisi dalam Struktur Masyarakat Jawa Kerajaan dan Pedesaan: Alih-Ubah Model Berpikir Jawa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1985, hlm. 64.

 2. V.W.J.an Der Meulen, Indonesia Diambang Sejarah. Yogyakarta: Kanisius, 1988, hlm. 67.

3. S. Margana, Kraton Surakarta dan Yogyakarta 1769-1874. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 1.

 4. Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900. Jakarta: Gramedia, 1988, hlm. 229-230

 5. Radix Penadi, Riwayat Kota Purworejo dan Perang Baratayudha di Tanah Bagelen Abad XIX. Purworejo: Lembaga Studi dan Pengembangan Sosial, 2000, hlm. 40.

Bupati-Bupati Jawa Tengah era Kolonial Belanda Tahun 1930-an

Para Penguasa-Jawa Tengah.

Termasuk tumenggung tegal,tahun 1930-an dari atas kiri ke kanan.

1.
Raden Mas Adipati Ario Dhipokoesoemo van Batang met Raden Ajoe
2.
Raden Mas Toemenggoeng Tjakraningrat van Blora met Raden Ajoe
3.
Raden Toemenggoeng Ario Sosrohadiwidjojo van Demak met Raden Ajoe
4.
Raden Adipati Ario Soenarto van Grobogan met Raden Ajoe
5.
Raden Toemenggoeng Ario Soekahar van Djapara met Raden Ajoe
6.
 Raden Adipati Ario Iskandar Tirtokoesoemo van Karanganjar met Raden Ajoe
7.
Raden Mas Adipati Ario Notoamidjojo van Kendal met Raden Ajoe
8.
Raden Toemenggoeng Ario Hadinoto van Koedoes met Raden Ajoe
9.
Raden Adipati Ario Poerboadikoesoemo van Koetoardjo met Raden Ajoe
10.
Raden Adipati Ario Soewondo van Pati met Raden Ajoe
11.
Raden Toemenggoeng Ario Soerjo van Pekalongan met Raden Ajoe
12.
Raden Adipati Ario Soedoro Soerohadikoesoemo van Pemalang met Raden Ajoe
13.
Raden Toemenggoeng Hasan Danoediningrat van Poerworedjo met Raden Ajoe
14.
Raden Mas Adipati Ario Djojoadhiningrat van Rembang met Raden Ajoe
15.
Raden Mas Toemenggoeng Soesmono van Tegal met Raden Ajoe
16.
Raden Toemenggoeng Ario Tjokrosoetomo van Temanggoeng met Raden Ajoe
17.
Raden Mas Toemenggoeng Tjokrosiwojo van Tjilatjap met Raden Ajoe
18.
Raden Adipati Ario Aroengbinang van Keboemen met zijn jongste dochter
19.
Raden Adipati Ario Danoesoegondo van Magelang met Raden Ajoe
20.
Raden Toemenggoeng Ario Soegondho van Poerbolinggo met Raden Ajoe
21.
Raden Adipati Ario Sosrodiprodjo van Wonosobo met Raden Ajoe
22.
Raden Adipati Ario Gondosoebroto van Banjoemas met Raden Ajoe.
23.
Bupati Semarang, Raden Mas Toemenggong Amin Soejitno.
24.
Bupati Banjarnegara Raden Mas Toemenggong Soemitro Kolopaking Poerbonegoro dan istri
25.
Bupati Purwokerto, Raden Mas Toemenggong Ario Tjokroadhiesoerjo dan istrinya.

By. NKA
Sumber Referensi :
- KITLV Leiden Belanda

Kutoarjo

Desa Tursino Kutoarjo di dalam kanccah perang jawa juga tercatat di Babad Kedungkebo Pupuh XXIX Dhandanggula bait syair nomor 23-56 karya Ngabehi Reksodiwiryo alias Kyai Adipati Tjokrojoyo alias R.A.A. Tjokronegoro I Bupati Pertama Purworejo

  Di Dalam Babad Kedungkebo Pupuh XXIX Dhandanggula bait syair nomor 23-56 karya Ngabehi Reksodiwiryo alias Kyai Adipati Tjokrojoyo alias R....

Kutoarjo