Powered By Blogger

Rabu, 10 April 2019

SHOLAT DAIM

KESADARAN MURNI Atau KETAUHIDAN atau JATI DIRI atau MANUNGGALLING KAWULO GUSTI  dan berbagai nama lainnya adalah wilayah SHOLAT DAIM, setelah bisa DAIM pasti bisa PURE BEING alias KEMENJADIAN MURNI alias KEBERADAAN MURNI alias MAKRIFAT

1.). ASHSHALATU ‘IMADUDDIN, FA MAN AQAMAHA FAQAD AQAMADDIN, WAMAN HADA MAHA FAQAD HADA MADDIN"

الصلاة عماد الدين, فمن اقامها فقد اقام الدين ومن هدمها فقد هدم الدين

Shalat itu ialah tiang agama, maka barang siapa yang mendirikannya maka sungguh ia telah menegakkan agama, dan barang siapa yang meninggalkannya sungguh mereka telah meruntuhkan agama.” (H.R Bukhari dari Umar R.A)

Sungguh rugilah orang-orang yang meninggalkan shalat. Karena shalat dalam Islam merupakan tiang agama. Ia di wajibkan melakukannya di dalam sehari semalam Lima Kali. Shalat di dalam Islam merupakan ibu dari segala ibadah. Ia juga merupakan salah satu rukun Islam yang Lima. Bahkan ia ialah sebagai tiang utamanya.

Allah SWT telah memperingatkan terhadap orang-orang yang meninggalkan shalat. Firman Allah SWT:

قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ , مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ

Artinya: "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?", Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat. (Q.S Al-Muddatstsir 74 : 42-43)

Demikian pula Rasul SAW telah menjelaskan :

"MAN HAFAZHA ALAIHA KANAT LAHU NURAN WA BURHANA, WANAJATAN YAUMAL QIAMAT, WAMAN LAM YUHAFIZH ‘ALAIHA LAM YAKUN LAHU NURAN WALA BURHANUN WALA NAJATUN WAKANA YAUMAL QIAMATI MA’AQARUN, WAFIR’AUN, WAHAMAN WA UBAYYABNA KHALAFI"

Artinya: “Barang siapa memelihara shalatnya, menjadilah shalat itu baginya cahaya keterangan, dan sebab memperoleh kelepasan di hari kiamat, barang siapa tiada memelihara shalatnya, tak ada baginya yang demikian itu, bahkan adalah ia di hari kamat beserta qarun, Fir’aun, Haman, Ubai binKhalaf.” (H.R dari Ibnu Umar R.A sanad yang baik Ath-Thabarany).

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan Sahabat Jabir R.A sebagai berikut:

INNA BAIYNARRAJULI WABAYNASY SYIRKI WAL KUFRI TARKASHSHALATI

Artinya: “Sesungguhnya pembeda antara seorang Muslim dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.” (H.R Muslim No. 987, Abu Daud No. 1658, An-Nasa’i No. 1/231 dan lain2.).

“Innani anallaahu ilaa ha illaa ana fa’budnii wa aqimissholaata lidzikri”
Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. (QS. Thaha : 14)

Kita meraasakan betapa sholat menjadi beban sejak kecil. Kita selalu ketakutan kalau tidak sholat akan dijebloskan ke neraka, sehingga setiap kali ada suara adzan perasaaan takut dan ngeri sering menyelusup ke dalam hati. Tanpa di sadari, secara psikologis pikiran kita terganggu dengan doktrin2 tersebut.

Nabi Muhammad SAW telah mensinyalir hal ini dalam hadisnya :
Yak tii ‘alaannaasi zamaan yusholluuuna walaa yusholluun (Riwayat Ahmad)
”Akan datang suatu masa atas manusia, mereka melakukan sholat namun pada hakikatnya mereka tidak sholat”

Maksudnya dari hadis tersebut supaya kita lepas dari doktrin2 serta ber-kesadaran murni alias bertauhid seutuhnya sehingga ibadahnya karena lilahitangala bukan karena doktrin2 atau ketakutan

"Kam ming qokmim hatzhuhu min sholaatihitt’abu wannashobu" (Riwayat Abu Dawud)
Berapa banyak orang yang sholat namun hanya mendapatkan rasa capek dan lelah

Selama ini kita sholat hanya selalu menggunakan tata aturan otak kiri (menghapal, berhitung, mengingat) yang kenyataannya adalah menghasilkan ketidaknyamanan dan rasa jenuh. Perasaan terpisah karena harus memenuhi logika hukum, sementara aktivitas otak kanan dibiarkan liar oleh karena berprinsip :” Yang penting sudah memenuhi syarat sahnya shalat”. Akibatnya karena menggunakan otak kiri, kita akan merasa capek karena terdoktrin harus berkonsentrasi, dan karena otak kiri lelah, otak kanan bekerja liar kesana kemari, dan mengingat apa-apa yang telah kita lakukan.

Padahal Rasulullah telah memperingatkan, bahwa dalam shalat atau ibadah apapun kesadaran spritual (otak kanan/ emosional) harus diaktifkan, yaitu merasakan kehadiran Allah dihadapan kita dan kita menjadi Ihsan (orang yang berserah diri). Kita tidak pernah disadarkan, bahwa sholat itu untuk kebaikan kita dan bisa dirasakan langsung oleh pikiran dan perasaan hati kita, bahwa sholat itu akan membuat perasaan kita damai dan tenang. Allah tidak butuh sholat kita, tapi kita butuh Allah yang telah menciptakan manusia. Kita sholat merupakan tanda syukur kita kepada Allah Semesta Alam. Bila pikiran dan cara berpikir sudah seimbang, tubuh dan jiwa akan mengikuti kehendak pikiran. Ini adalah sinergi yang diharapkan dapat menampilkan kualitas shalat kita secara optimal. Perasaan khusyuk tidak mungkin bisa didapatkan jika kita tidak memiliki kesadaran dan kepercayaan, bahwa sebenarnya di saat shalat kita sedang berhadapan dengan Allah.

3.). As sholatu mi’rajul mukminin yaitu sholat itu mi’rajnya orang mukmin, sholat ini mempunyai nilai spiritual yang maha tinggi dan hal itu hanya dapat dicapai dengan menyimak arti isra dan mi’raj secara menyeluruh.

Itulah gambaran isra dan mi’raj yang merupakan peristiwa spektakuler yang tidak hanya harus diperingati saja namun harus disimak dan dilaksanakan sesuai contoh yang telah diberikan oleh Nabi Muhammad s.a.w.
Menurut pandangan para akhli tassawuf, gambaran dunia saat ini adalah juga gambaran sebagian besar ummat Islam yang hanya sampai mencapai masjidil Haram (masjid yang dimulyakan), haram berarti pula sesuatu yang terhalangi atau qolbu yang masih terhalangi dan belum bersih, sedangkan masjidil Aqsa (putih, bersih) adalah gambaran qolbu yang bersih yang tidak terhalangi dan sebagai landasan untuk melakukan mi’raj.
Pada saat kita melakukan gerakan takbiratul ihram (takbir larangan) dalam shalat, maka otomatis seluruh syaraf indra tidak menghantarkan impuls getaran dari panca indra, sebab tujuh pintu hawa nafsu yang ada di kepala tidak difungsikan sehingga ruhani perlahan bergerak meninggalkan keterikatannya dengan badan (syahwat). Neuron-neuron akal berhenti bergerak hingga menjadi Nurun ‘ala Nurin, lalu melesat kembali ke pangkalnya, yaitu Cahaya Allah dan Cahaya Terpuji. Pada saat inilah ruhani berserah diri dan lepas bebas dari pengaruh alam-alam, suara-suara ghaib, dan lain-lainnya.

Sesungguhnya aku hadapkan wajahku kepada wajah Allah yang menciptakan langit dan bumi dengan lurus, dan aku bukan termasuk orang yang menyekutukan-Nya.” (QS Al An’am 6 : 79)

Ayat di atas merupakan pernyataan setiap kali kita shalat, bahwa kita menyadari sedang menghadapkan wajah kita dengan Wajah Allah Yang Maha Suci (bertawajuh). Kemudian dilanjutkan dengan penegasan bahwa “shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku semata-mata hanya untuk Allah semata”. Jika keadaan ini yang terjadi, tak mungkin akal kita berkeliaran tak terkendali mengingat selain Allah. Kita juga tidak mungkin melakukan perbuatan yang melanggar tuntunan Allah.

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab dan dirikan shalat. Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan ingkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah dalam (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat lain)………” (QS Al-Ankabut 29 : 45)

Allah memberikan gelar kepada orang yang shalatnya tidak sesuai dengan sumpahnya sebagai shalatnya orang munafik.

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka dzikrullah kecuali hanya sedikit sekali.” (QS An Nisa’ 4 : 142)

Ketika melakukan shalat, kita sering mengalami rasa jenuh dan tidak khusyu’, padahal dalam doa iftitah kita telah berikrar bahwa kita sedang menghadapkan wajah kita dengan wajah Allah. Hal ini terjadi dikarenakan kita tidak mengetahui bagaimana cara melakukan Takbiratul Ihram dengan baik.

Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, bahwa “shalat itu adalah mi’raj-nya orang-orang mukmin”. Yaitu naiknya jiwa meninggalkan ikatan nafsu yang terdapat dalam fisik manusia menuju ke hadirat Allah.

Mungkin bagi kita yang awam agak canggung dengan istilah mi’raj, yang hanya kita kenal sebagai peristiwa luar biasa hebat yang pernah dialami Nabi Muhammad Saw dan menghasilkan perintah sebuah shalat. Mengapa Rasullullah mengatakan bahwa shalat merupakan mi’raj-nya orang mu’min? Adakah kaitannya dengan mi’rajnya Rasulullah Saw, karena perintah shalat adalah hasil perjalanan beliau ketika berjumpa dengan Allah di Shidratul Muntaha? Mungkinkah kita bisa melakukan seperti yang dilakukan Rasulullah Saw melalui shalat? Apakah kita bisa bertemu dengan Allah ketika shalat? Begitu mudahkah bertemu dengan Allah? Atau jika jawabannya tidak, mengapa kita diperintahkan untuk shalat? Adakah rahasia dibalik shalat?.

4.). Shalat dalam tinjauan tasawuf ada dua macam, yaitu sholat yang bersifat syariat yaitu sholat lima waktu (shalat wajib dan sunnah), sedangkan yang kedua adalah sholat Daim. Adapun daim berarti kekal atau tetap, Shalat daim berarti doa atau dzikir yang kekal dan tetap. Shalat daim, seperti diungkapkan dalam firman Allah:
ٱلَّذينَ هُمْ عَلى صَلاتِهِمْ دائِمُونَ

Yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya secara terus-menerus (Qs. al-Ma’arij ayat 23)

Ketika Ruh masih dalam kondisi yang ruhani, Sebelum diberi badan jasmani dan dibentuk oleh Allah. Pada hakekatnya Ruh sudah dibimbing agar selalu ingat (Dzikir) kepada Allah.

وَ إِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَني آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَ أَشْهَدَهُمْ عَلى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قالُوا بَلى شَهِدْنا

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Qs. Al-A‘raf:172)

Shalat daim Tidak seperti shalat lima waktu dan shalat sunah (nawafil), shalat daim tidak terikat dengan waktu, tanpa rukuk, dan tanpa sujud. Sebutan lengkap untuk salat ini adalah shalat daim mulat salira, yaitu zikir yang kekal dan mawas diri.
Mawas diri di sini berarti selalu ingat atau eling kepada Tuhan Yang Maha Esa.
"Eling lan waspodo" alias "awaken awarenes"

“Shalat daim ialah sembahyang yang tetap, yang selalu dilaksanakan, atau sembahyang yang tidak pernah ditinggalkan, mawas diri, dan mawas aku (melihat dengan teliti akan diri sendiri atau dirinya dalam arti yang seutuhnya). Melakukan ini amat penting bagi kita yang mencari ilmu hakikat. Dan melakukan yang demikian inilah yang disebut dengan salat daim mulat sarira.”

Jadi yang dimaksud dengan shalat daim adalah: “memperhatikan dengan seksama rasa hidup kita semua, lalu mengakui dirinya menjadi penampakan lahiriah Tuhan Yang Maha Suci yang sejati, Yang Maha Kuasa, Yang Kuasa menciptakan segala sesuatu.
Kalau sudah bisa demikian, itulah yang disebut shalat daim, yaitu shalat sejati.”

“saya berniat salat daim untuk selama hidupku, berdirinya adalah hidupku, rukuknya adalah penglihatanku, iktidalnya adalah pendengaranku, sujudnya adalah penciumanku, bacaan ayat adalah ucapanku, duduknya adalah imanku, pujiannya adalah keluar masuknya nafasku, zikirnya adalah ingatanku, kiblatnya adalah renunganku, fardu menjalankan yang wajib lantaran kodratku sendiri. Disitu lalu pasrah kepada Zat hidup kita pribadi . jangan ragu-ragu lagi, karena yang demikian itu telah berdiri Zat, sifat dan perbuatan kita ini sudah menjadi Al-Qur’an sejati, sebagai tanda hakikat semua shalat.”

“Itulah shalat daim, yakni salat yang sejati, ia tanpa di antarai waktu, tidak mempunyai hitungan rakaat, mereka ini bisa disebut shalat sambil bekerja, melakukan pekerjaan sambil salat, duduk dengan berdiri, berdiri dengan duduk, lari dengan berhenti, membisu dengan berceritera, bepergian dengan tidur, tidur dengan jaga. Seperti itulah ibaratnya, sebab hakikat shalat daim tanpa sujud dan rukuk, yakni hanya berada dalam rasa hidup kita.”

hakikat shalat terletak pada perbuatan utama, yakni sabar dalam pendengaran, maka jika seseorang bisa menutup telinga untuk tidak mendengar hal-hal yang tidak bermanfaat, berarti ia telah melaksanakan shalat.

Shalat daim merupakan bentuk pengembaraan ahli kerohanian dalam mencari Tuhan. Untuk menemui Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Suci, dan Maha Sempurna, maka dalam pencarian itu seseorang harus suci secara lahir dan batin. Karena itu ia harus menghidupkan hati dan perasaannya untuk selalu ingat dan berzikir kepada Tuhan. Hal ini bisa dicapai dengan cara shalat daim dalam arti tasawuf, yaitu “ ingat dan zikir yang terus-menerus”.

Dengan demikian shalat daim ini tidak dalam arti salat fardu lima waktu dan salat sunah, melainkan lebih sesuai jika diartikan zikir secara sufi yang terus-menerus.
Al-Qur’an menganjurkan banyak berzikir di luar salat. Dalam hubungan ini Allah SWT berfirman:

فَإِذا قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَ ابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللهِ وَ اذْكُرُوا اللهَ كَثيراً لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (QS.al-jumuah:10)

فَإِذا قَضَيْتُمُ الصَّلاةَ فَاذْكُرُوا اللهَ قِياماً وَ قُعُوداً وَ عَلى جُنُوبِكُمْ

Maka apabila kamu telah menyelesaikan salat(mu), ingatlah Allah pada waktu kamu berdiri, duduk, dan berbaring. (Qs. An-Nisa’: 103)

Rasulullah Saw. adalah contoh yang sempurna, beliau menjalankan shalat lima waktu dan shalat sunnah-sunnah lainnya, tetapi beliau juga menjalankan shalat daim dalam sehari-harinya.

عن عائشة رضي الله عنها قالت: كان رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يذكر اللَّه على كل أحيانه. رَوَاهُ مُسلِمٌ.

Dari `Aisyah radhiyallahu `anha, ia berkata : “Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam selalu berzikir kepada Allah Ta’ala dalam segala keadaan”. (HR. Muslim.)

Sholat Daim inilah yang disebut juga dengan Kesadaran murni, pure consciunes,  jati diri, guru sejati, manunggalling Kawulo gusti, tauhid, setelah bisa DAIM di kesadaran murni maka akan menjadi pure Being alias KEMENJADIAN MURNI alias MAKRIFAT

As sholatu imaduddin yang berarti sholat itu tiang agama, mempunyai nilai ritual yang tinggi dan spiritual yang rendah.
As sholatu li dzikri ialah sholat itu dzikir, mempunyai nilai spiritual yang menengah dan As sholatu mi’rajul mukminin yaitu sholat itu mi’rajnya orang mukmin, sholat ini mempunyai nilai spiritual yang tinggi dan hal itu hanya dapat dicapai dengan menyimak arti isra dan mi’raj secara menyeluruh.
Serta terakhir asholatu daimun mempunyai nilai spiritual yang maha tinggi.

By. Nka

4 komentar:

Kutoarjo

Desa Tursino Kutoarjo di dalam kanccah perang jawa juga tercatat di Babad Kedungkebo Pupuh XXIX Dhandanggula bait syair nomor 23-56 karya Ngabehi Reksodiwiryo alias Kyai Adipati Tjokrojoyo alias R.A.A. Tjokronegoro I Bupati Pertama Purworejo

  Di Dalam Babad Kedungkebo Pupuh XXIX Dhandanggula bait syair nomor 23-56 karya Ngabehi Reksodiwiryo alias Kyai Adipati Tjokrojoyo alias R....

Kutoarjo