Kegiatan penataan bangunan dan lingkungan Kawasan Kota Kutoarjo atau Kawasan Aropolitan II di Kabupaten Purworejo dimaksudkan sebagai upaya dalam mengendalikan pemanfaatan ruang dan menciptakan lingkungan yang tertata, berkelanjutan, berkualitas
serta menambah vitalitas ekonomi. Oleh karenanya diperlukan suatu perangkat hukum sebagai pengendali efektif dari penataan bangunan dan lingkungan di kawasan tersebut yang diakui dan ditaati oleh seluruh stakeholder yang berkepentingan.
Kota Kutoarjo memiliki perkembangan yang pesat di jawa tengah bagian selata sehingga perlu dokumen pengendalian perkembangan tersebut. Sebagai fungsi kegiatan, kawasan
perencanaan dapat digolongkan sebagai kawasan fungsi campuran, karena perkembangan kawasan perekonomian pada kawasan perencanaan membawa dampak pula pada kawasan permukiman di dalam kawasan perencanaan.
Kota Kutoarjo dan Purworejo merupakan satu kesatuan Pusat Kegiatan Lokal Perkotaan di Kabupaten Purworejo.
Karakteristik Kota atau Kecamatan Kutoarjo dipengaruhi dari Sejarah Kutoarjo sendiri yang dahulu adalah sebuah Kabupaten tersendiri.
Sumbu Kosmologi Jawa
Laut Selatan - Rumah/Kantor/Pendopo eks Bupati Kutoarjo - Gunung Sindoro.
Dari dulu hingga kini, alun-alun merupakan kawasan yang ramai dipenuhi masyarakat yang hendak berlibur melepas capek dan penat. Beragam tempat hiburan dan perbelanjaan tersebar di sekitar kawasan ini.
Di banyak kota, alun-alun selalu menjadi pusat jantung kegiatan publik dan pusat pemerintahan.
alun-alun, selalu bersebelahan dengan masjid, kantor dan rumah bupati atau pemerintahan, pasar Ternyata konsep tersebut merupakan pengaruh dari kebudayaan Jawa. Penataan ruang perkotaan dalam budaya tradisional Jawa dirancang berdasarkan sistem kosmologi. Penempatan alun-alun kota menjadi salah satu elemen dalam konsep tata ruang yang bernama Catur Gatra Manunggal (Empat Unsur Bersatu)
Catur Gatra Tunggal meliputi :
1. Pendopo, Rumah, dan Kantor ex Bupati Kutoarjo yang sekarang berfungsi menjadi Pendopo, Rumah Dinas, dan Kantor Wakil Bupati Purworejo. Pendopo, Rumah, dan kantor bupati merupakan tempat kediaman Bupati beserta keluarganya dan menjadi simbol pusat kekuasaan ex Kabupaten Kutoarjo.
2. Alun-alun sebagai pusat kegiatan masyarakat dan ruang interaksi bersama Bupati.
Di tengah alun-alun ada pohon beringin.
pohon beringin melambangkan konsep Manunggaling Kawula lan Gusti dan prinsip Hablun min annas dan Hablun min Allah.
3. Masjid Jami' Al Izhar Kutoarjo Kauman melambangkan aspek religius.
Masjid Al Izhar Kauman merupakan tempat ibadah.
Secara simbolis Masjid Agung Al Izhar Kutoarjo menunjukkan bahwa Bupati tidak hanya sebagai penguasa pemerintahan (senapati ing ngalaga), tapi juga berperan sebagai Orang Yang tercerahkan dan ber-spritual tinggi yaitu Kholifah atau wakil Tuhan (sayidin panatagama khalifatullah) di dunia yang rahmatan Lil alamin alias Memayu Hayuning Bawono.
4. Pasar Kutoarjo menyimbolkan pusat perekonomian masyarakat.
Pasar merupakan salah satu komponen utama di dalam tata kota lama.
Lahirnya pasar seiring dengan keberadaan keraton. Pasar yang berada di kota dan menjadi pusat perekonomian.
Kutoarjo punya Catur Gatra Tunggal di pusat kotanya.
Pemetaan sebaran bangunan heritage atau kolonial atau cagar budaya , serta Kabupaten Kutoarjo digabungkan dengan kabupaten Purworejo Tahun 1934. yang sekarang merupakan bagian dari Kabupaten Purworejo yang mempunyai status hirarki sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL) di mana Kabupaten Purworejo sebagai pusat Administrasi/Pemerintahan dan Kutoarjo sebagai pusat perekonomian (Perdagangan) yang dikembangkan menjadi bagian dari kawasan Aglomerasi Purworejo‐Kutoarjo dengan berbasis jasa, perdagangan dan industri.
Kawasan Kutoarjo yang dilewati jalur strategis seperti adanya Jalan Nasional Jakarta‐Yogyakarta, Stasiun Kereta Api Jakarta‐Yogyakarta dan adanya Jalur Bus, merupakan jalur tengahnya Jawa Tengah dan pulau Jawa, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Kecamatan Kutoarjo atau kota kutoarjo. Stasiun Kutoarjo sebagai stasiun besar sebagai tempat kedatangan penumpang di jalur tengah dan selatan dari Jakarta maupun Surabaya. Selain
penumpang nusantara maupun turis mancanegara atau turis nostalgia yang memberi dampak positif bagi
perkembangan wisata di Kutoarjo. Selain itu karakteristik dipengaruhi adanya Pasar Induk Kutoarjo yang menjadi
jantung perekonomian di Kutoarjo. Pasar Induk Kutoarjo yang menjadi pusat transaksi agropolitan di Jawa
Tengah bagian selatan yaitu yang mencakup beberapa kabupaten di sekitarnya. Berdasarkan beberapa aspek di atas
maka aktivitas Jasa, Perdagangan dan Wisata/Transit menjadi pertimbangan utama dalam RTBL Kawasan
Kota Kutoarjo.
Potensi yang dimiliki kawasan agropolitan II yaitu Kota Kutoarjo dan sekitarnya antara lain :
• Kecamatan Kutoarjo merupakan PKL Perkotaan Kutoarjo
• Mempunyai tatanan Catur Gatra Tunggal
• Merupakan pintu gerbang pariwisata ke arah jogja dan borobudur.
• Kota Kutoarjo memiliki bangunan cagar budaya yang relatif banyak
• Alun‐alun kota peran sebagai RTH dan Ruang Publik
• Pasar Induk Kutoarjo, sebagai pusat ekonomi wilayah jawa tengah selatan
• Koridor Jalan Diponegoro dan Jalan MT Haryono sebagai koridor perdagangan dan jasa di Kecamatan Kutoarjo
• Stasiun Kutoarjo, merupakan stasiun yang berskala nasional. Stasiun Kutoarjo memiliki jangkuan wilayah
penumpang dari Magelang, Kebumen, Wonosobo, Temanggung, dan wilayah sekitarnya
Adapun saat ini isu permasalahan kawasan ini sebagai kawasan yang perlu di RTBL‐kan didasari kondisi
karakteristik internal dan ekstrenal kawasan, beberapa permasalahan utama diantaranya :
• Belum tertatanya signage, street furniture, intensitas bangunan, jarak massa bangunan
• Kemacetan di jalan utama
• Pelayanan Sarana Prasarana kurang optimal
• Terdapat wilayah permukiman yang berpotensi genangan air
• Fungsi pedestrian tidak optimal
• Hunian di sempadan sungai
• Terdapat permukiman kumuh di sekitar stasiun dan pasar
• Sistem drainase yang kurang baik dan kurang perawatan.
Dengan adanya beberapa masalah diatas maka penyusunan RTBL Kawasan Kota Kutoarjo
Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah menjadi urgent untuk segera dilakukan untuk menciptakan identitas
Kawasan Kota Kutoarjo Jawa Tengah.
Maksud dan Tujuan dari penyusunan RTBL Kota Kutoarjo adalah sebagai
berikut :
Maksud dan Tujuan secara umum :
- Mempersiapkan dokumen Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan KotaKutoarjo Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah sebagai upaya menciptakan penataan bangunan danlingkungan yang berkualitas, memenuhi syarat dan dapat diimplementasikan dalam mewujudkantata bangunan dan lingkungan yang layak huni, berjati diri, produktif, dan berkelanjutan serta upaya pengendalian pemanfaatan ruang dan tata cara pelaksanaan di tingkat masyarakat.
- Sebagai masukan rencana dan program pembangunan fisik bagi Pemerintah Daerah KabupatenPurworejo dalam penanganan tata bangunan dan lingkungan Kawasan Kota KutoarjoKabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
- Masukan teknis bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Purworejo dalam bentuk rincian pengendalian perwujudan bangunan dan lingkungan pada Kawasan Kecamatan Kutoarjo Kabupaten Purworejo,Jawa Tengah.
- Masukan teknis bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Purworejo dalam mengarahkan peran sertaseluruh pelaku pembangunan (pemerintah, swasta, masyarakat lokal, investor) dalam mewujudkanlingkungan yang dikehendaki.
- Sebagai dasar penyusunan Naskah Akademis untuk menyusun Perbup tentang RTBL KecamatanKutoarjo Kabupaten Purworejo
- Menyusun dokumen arahan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan di KawasanKecamatan Kutoarjo Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah sesuai dengan Peraturan MenteriPekerjaan Umum No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan danLingkungan (RTBL) guna mewujudkan tata bangunan dan dan lingkungan layak huni, berjati diri,produktif dan berkelanjutan, sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung.
- Menjaga konsistensi dan keserasian pembangunan kawasan kajian dengan Rencana Tata RuangWilayah Kota.
- Upaya untuk mewujudkan pemanfaatan ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan,yang didukung sinerginya terhadap rencana tata ruang tingkat di atasnya.
Maksud dan Tujuan Khusus :
1. Menyajikan uraian pendahuluan, acuan penyusunan RTBL, Dasar Hukum, Gambaran Umum Wilayah
perencanaan. Landasan Teori
2. Menyajikan data potensi dan permasalahan.
3. Menyajikan hasil rangkuman Rencana Aksi Masyarakat/ Focuss Group Disscusion (FGD)
4. Menyajikan hasil analisis Makro, Mezo dan Mikro kawasan dalam bentuk SWOT
5. Menyimpulkan hasil analisis
6. Menyajikan strategi perencanaan kawasan, berupa langkah‐langkah yang capaian atas solusi
kesimpulan analisis yang didapatkan.
Sasaran dalam Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Kecamatan
Kutoarjo Kabupaten Purworejo ialah sebagai berikut:
1. Sasaran umum
• Terwujudnya peningkatan peran Kawasan Kecamatan Kutoarjo, khususnya dalam pengembangan
ruang publik yang mampu memberikan kenyamanan, kenyamanan, dan keindahan visual bagi masyarakat pengguna.
• Tersusunnya alat pengendali pembangunan yang mempunyai kekuatan hukum.
• Terciptanya keselarasan, keserasian, keseimbangan antar lingkungan dalam kawasan.
• Terwujudnya keterpaduan program pembangunan antar kawasan maupun dalam kawasan.
• Tersusunnya Dokumen Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Kecamatan Kutoarjo
Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah sesuai dengan Pedoman Penyusunan RTBL yang terdapat pada
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 06/PRT/M/2007, yang dapat digunakan sebagai panduan
dalam penyelenggaraan penertiban bangunan gedung dan lingkungan di kawasan tersebut.
• Tersusunnya Naskah Peraturan Bupati Purworejo tentang penetapan Dokumen RTBL pada Kawasan
Kecamatan Kutoarjo Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah sebagai produk pengaturan yang legal di
kawasan tersebut.
• Terciptanya penataan kawasan Kecamatan Kutoarjo yang mengakomodasi elemen‐elemen urban
design dengan lokalitas Bagelenan.
2. Sasaran Khusus Penyusunan Buku Laporan Antara :
• Tersusunnya uraian pendahuluan, acuan penyusunan RTBL, Dasar Hukum, Gambaran Umum Wilayah perencanaan. Landasan Teori
• Tersusunnya data lapangan kawasan perencanaan.
• Tersajikannya hasil rangkuman Rencana Aksi Masyarakat/Focuss Group Disscusion (FGD)
• Tersusunnya tahapan analisis Makro, Mezo dan Mikro kawasan. Untuk pelaporan data lapangan
disajikan menjadi satu dengan analisisnya agar tidak terjadi pengulangan.
• Tersusunnya Kesimpulan hasil analisis
• Tersajikannya strategi perencanaan kawasan, berupa langkah‐langkah yang capaian atas solusi
kesimpulan analisis yang didapatkan.
Dokumen RTBL bagi suatu kawasan memiliki nilai penting yang antara lain juga telah ditegaskan dalam
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan (RTBL). Manfaat penyusunan dokumen RTBL antara lain :
1. Fenomenan pertumbuhan kawasan yang cepat, tidak terarah, dan tidak terkendali yang mendorong ke arah
‘Keseragaman Wajah/Rupa Kota’.
2. Timbul tuntutan untuk mempertahankan keunggulan spesifik suatu kawasan sebagai kawasan yang berjati
diri.
3. Kebutuhan integrasi atas berbagai konflik kepentingan dalam penataan :
• Antar bangunan
• Bangunan dengan lingkungannya
• Bangunan dengan prasarana kota
• Lingkungan dengan konteks regional/kota
• Bangunan dan lingkungan dengan aktivitas publik
• Lingkungan dengan pemangku kepentingan (stakeholders)
4. Kebutuhan tindak lanjut atas rencana tata ruang yang ada sekaligus manifestasi atas pemanfaatan ruang.
5. Kebutuhan untuk merealisasikan, melengkapi, dan mengintegrasikan berbagai peraturan yang ada pada
suatu kawasan, ataupun persyaratan teknis lain yang berlaku.
6. Kebutuhan alternatif perangkat pengendali yang mampu dilaksanakan langsung di lapangan.
Dasar hukum yang digunakan sebagai pertimbangan, pengarahan dan pedoman dalam RTBL Kecamatan adalah :
1. Undang‐undang Nomor 10 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Provinsi Jawa Tengah;
2. Undang‐Undang Nomor 13 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Kabupaten‐Kabupaten dalam
Lingkungan Provinsi Jawa Tengah (Berita Negara Tahun 1950 Nomor 42);
3. Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok‐Pokok
Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
4. Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3881);
5. Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4169);
6. Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
7. Undang‐Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air;
8. Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara RI
Tahun 2005 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara nomor 4444);
9. Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4723);
10. Undang‐undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; Lembaran
Negara RI Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara nomor 4725);
11. Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4851);
12. Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4966);
13. Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5025);
14. Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5052);
15. Undang‐Undang Republik Indonesia No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup;
16. Undang‐Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan
17. Undang‐Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya;
18. Undang‐Undang Republik Indonesia No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman;
19. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang /Jasa
Pemerintah, beserta Peraturan Presiden RI No.70 tahun 2012;
20. Peraturan Menteri PU Nomor 29/PRT/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan
Gedung;
21. Peraturan Menteri PU Nomor 30/PRT/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Fasilitas dan
aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan;
22. Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 32/Permen/M/2006 tentang Petunjuk Teknis
Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri;
23. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan;
24. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknik Analisis Aspek
Fisik dan Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang;
25. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan;
26. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2008 tentang Pengembangan Kawasan
Kecamatan Kutoarjo di Daerah
27. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4385);
28. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang‐undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
29. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang‐undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
30. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara
Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4655);
31. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4833);
32. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan
Kawasan Perkotaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5004);
33. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang;
34. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan
Pendayagunaan Tanah Terlantar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 16,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5098);
35. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara
Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);
36. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai;
37. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 188, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5347);
38. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang; Bab
39. Peraturan Bupati Kabupaten Purworejo No 20 Tahun 2008, tentang Ruang Terbuka Hijau Kawasan
Perkotaan.
40. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 22 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung di Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003 Nomor 134);
41. Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo No 17 Tahun 2007, Tentang Pengelolaan dan Retribusi
Pasar;
42. Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo No 18 Tahun 2009 tentang Bangunan dan Gedung;
43. Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo No 4 Tahun 2010, Tentang Penetapan Potensi Wisata;
44. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 11 Tahun 2004 tentang Garis Sempadan (Lembaran
Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2004 Nomor 46 Seri E Nomor 7);
45. Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo No 18 Tahun 2011, tentang Penyelenggaraan Terminal
Penumpang;
46. Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo No 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Purworejo Tahun 2011‐2031;
47. Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo No 5 Tahun 2012, tentang Pengelolaan Sampah;
48. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011‐2031;
49. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau
Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
50. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 630/KPTS/M/2009 tentang Penetapan Ruas‐Ruas Jalan
Dalam Jaringan Primer Menurut Fungsinya Sebagai Jalan Arteri dan Jalan Kolektor I;
51. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 631/KPTS/M/2009 tentang Penetapan Ruas‐Ruas Jalan
Menurut Statusnya Sebagai Jalan Nasional;
52. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah 327/KPTS/M/2002 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaaan;
53. SNI 03‐1733‐2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan;
54. Surat Edaran Direktur Jenderal Cipta Karya Nomor 01/SE/DC/2009 perihal Modul Sosialisasi
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan;
Sesuai dengan kompleksitas permasalahan yang dihadapi, ruang lingkup materi dalam penyusunan pembangbunan
Kawasan Kecamatan Kutoarjo Kabupaten Purworejo pada ujung akhirnya bermuara pada hasil muatan–muatan
sebagai berikut:
1. Rencana aksi masyarakat/komunitas melaui Focus Discussion Group (FGD),
2. Rencana penataan lingkungan (neighbourhood‐development plan/NDP),
3. Panduan rancang kota (urban‐design guidelines/UDGL).
Namun sekarang pada Buku Laporan Antara akan disajikan analisisnya sampai dengan strategi penanganannya.
Adapun seluruh rencana, rancangan, aturan, dan mekanisme dalam penyusunan Dokumen RTBL harus
merujuk pada pranata pembangunan yang lebih tinggi, baik pada lingkup kawasan, kota, maupun wilayah.
Kedudukan RTBL dalam pengendalian bangunan gedung dan lingkungan.
RTBL Kawasan Kutoarjo seluruhnya berada dalam wilayah administratif Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten
Purworejo. Dari hasil skoring serta FGD I yang telah dilaksanakan pada Tanggal 29 Agustus 2014, diketahui
bahwa kawasan perencanaan dalam Penyusunan RTBL Kawasan Kecamatan Kutoarjo Kabupaten Purworejo pada
koridor‐koridor utama yang akan berpengaruh pada kepentingan penataan wajah kota, yaitu kawasan alun‐alun
dan kawasan stasiun dengan luas yang didasarkan luas koridor. Namun secara rinci terkait penetapan delineasi
kawasan perencanaan perlu kajian lebih lanjut seperti yang tergambar dalam diagram berikut ini.
Tersusunnya Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten
Purworejo sesuai dengan Pedoman Penyusunan RTBL yang terdapat pada Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 06/PRT/M/2007, yang dapat digunakan sebagai panduan dalam penyelenggaraan bangunan
gedung dan lingkungan di kawasan tersebut.
Deliniasi Kawasan RTBL Kecamatan
Kutoarjo Kabupaten Purworejo memiliki luas
sebesar 67,2631 Ha. Kawasan Kecamatan
Kutoarjo, Kabupaten Purworejo mencakup
keluruhan Kutoarjo
• Kelurahan Kutoarjo, yang meliputi:
a. Kawasan Alun‐alun yang mencakup RW 005, RW 008, RW 009
b. Area Pasar Induk Kutoarjo yang mencakup RT 01, RW 10
c. Koridor Perdagangan yang mencakup RW 11
d. Area Pecinan yang mencakup RW 012, RW 003 dan RW 002
Kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah kegiatan yang bertujuan mengendalikan
pemanfaatan ruang dan menciptakan lingkungan yang tertata, berkelanjutan, berkualitas serta menambah
vitalitas ekonomi dan kehidupan masyarakat. Oleh karenanya penyusunan dokumen RTBL, selain sebagai
pemenuhan aspek legal‐formal, yaitu sebagai produk pengaturan pemanfaatan ruang serta penataan bangunan
dan lingkungan pada kawasan terpilih, juga sebagai dokumen panduan/pengendali pembangunan dalam
penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan kawasan terpilih supaya memenuhi kriteria perencanaan
tata bangunan dan lingkungan yang berkelanjutan meliputi : pemenuhan persyaratan tata bangunan dan
lingkungan, peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui perbaikan kualitas lingkungan dan ruang publik,
perwujudan pelindungan lingkungan, serta peningkatan vitalitas ekonomi lingkungan. Secara umum, tujuan
dari Penyusunan RTBL Kecamatan Kutoarjo ialah sebagai berikut.
1. Mendorong peningkatkan vitalitas ekonomi lingkungan kawasan pada kawasan Kecamatan Kutoarjo
2. Menangkap peluang sebagai kota agribinsis dan pariwisata yang berkarakter heritage;
3. Pengendalian dalam penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan untuk suatu lingkungan atau kawasan agar memenuhi kriteria perencanaan tata bangunan dan lingkungan yang berkelanjutan dan produktif;
4. Menjaga konsistensi dan keserasian pembangunan Kawasan Kecamatan Kutoarjo dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purworejo Tahun 2010‐2030, Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Kutoarjo Tahun 2013‐2023, dan Peraturan Bangunan Gedung Kabupaten Purworejo;
5. Sebagai kriteria pemenuhan bagi persyaratan tata bangunan dan lingkungan;
6. Arahan peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat di Kawasan Kecamatan Kutoarjo melalui perbaikan
kualitas utilitas lingkungan dan ruang publik;
7. Perwujudan perlindungan terhadap lingkungan hidup.
Konsep dasar perancangan tata bangunan dan lingkungan ini merupakan gambaran dasar penataan pada lahan perencanaan yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan penjabaran gagasan desain secara lebih detail dari
masing‐masing elemen desain. Konsep dasar perancangan tata bangunan dan lingkungan di Kawasan
Kecamatan Kutoarjo berawal dari 3 (tiga) hal, yaitu:
(1) Perdagangan (Agribisnis)
(2) Pariwisata
(3) Heritage
Keempat hal ini pada hakikatnya saling berkaitan, dimana solusi untuk menjawab isu di Kawasan Kecamatan Kutoarjo menjadi dasar bagi pengembangan konsep kebutuhan penanganan pada isu‐isu utama yang menjadi fokus penataan ke depan.
Dalam upaya untuk membangun kawasan Kecamatan Kutoarjo Kabupaten Purworejo menjadi kawasan
binaan yang memenuhi kriteria suatu kawasan dengan citra positif, maka diperlukan visi dan misi
pembangunan kawasan berupa gambaran spesifik karakter lingkungan di masa mendatang yang akan dituju sebagai hasil akhir penataan suatu kawasan perencanaan. Visi dan misi ini disesuaikan dengan seluruh kebijakan dan konsep tata ruang yang berlaku di daerah tersebut.
“TERWUJUDNYA KUTOARJO SEBAGAI KOTA AGRIBISNIS YANG DINAMIS
DAN HARMONIS”
1. Agribisnis, Kota Kutoarjo adalah kota jasanya KTU ( Kota Tani Utama) dalam hirarki di Agropolitan.
2. Dinamis, Dinamis dalam mengakomodasi aktivitas ekonomi Kabupaten Purworejo( Kutoarjo sebagai Kota Dagangnya, sedangkan Purworejo sebagai Kota Pemerintahan dan Huniannya
3. Harmonis, harmonis dalam menata fungsi di Kawasan Heritage dan perkampungan yang cenderung tumbuh menjadi campuran. ( grid, pola kampung dan ada yang campuran grid+pola kampung / angular ) Terwujudnya ruang kawasan Kota Kutoarjo yang dibanggakan penduduknya, juga ruang tersebut
memenuhi kaidah‐kaidah keamanan, nyaman dengan kemudahan dan tampilan ruangnya yg sesuai dapat memberikan nilai tambah ekonomi dan kesejahteraan bagi penduduknya”
Dengan prinsip‐prinsip:
1. Keberlanjutan Semiotika;
2. danya keseimbangan antara area terbuka (RTH, panorama alam) dengan area terbangunnya di tengah
kota. Keseimbangan tersebut terwujud melalui dukungan rancangan kawasan terhadap ekosistem yang
asli dari alam lingkungan kawasan tersebut;
3. Mementingkan lokalitas;
4. Bijaksana dalam penggunaan material;
5. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana kota;
6. Memelihara keberlanjutan keberadaan air tanah (resapan air);
7. Pemenuhan Sarana dan Prasarana Perumahan.
Misi penataan dalam Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Kecamatan
Kutoarjo,Kabupaten Purworejo ialah sebagai berikut:
1. PERDAGANGAN (AGRIBISNIS)
• Mempromosikan Kutoarjo sebagai pusat agribisnis di jawa tengah bagian selatan yang berdaya saing
• Revitalisasi kawasan sekitar pasar induk sebagai upaya peningkatan keadilan bersama terhadap
penciptaan kesejahteraan masyarakat.(mayoritas masyarakat kutoarjo pedagang)
• Penataan koridor Jalan Diponegoro dan MT Haryono
• Revitalisasi kawasan koridor utama Kota Jalan Diponegoro sebagai upaya peningkatan promosi
wisata dan kuliner serta aksesbilitas kawasan.
2. PARIWISATA
• Mengembangkan event‐event pariwisata yang berdaya saing sebagai upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat
• Mengakait hubungkan antara tempat‐tempat tujuan wisata kota Kutoarjo dengan event
perdagangan dan bangunan Heritage‐nya serta layanan transportasinya
• Meningkatkan kualitas dan kinerja promosi terpadu dengan hotel,kuliner dan EO di Kecamatan
Kutoarjo
• Meningkatkan potensi wisata kuliner makanan tradisional seperti roti bagelen dan kripik
belut,krupuk singkong dan aneka gebleg sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat,
kuliner rumah makan baik modern maupun tempo doeloe.
3. HERITAGE
• Mengembangkan pusat‐pusat sejarah Kabupaten,pusat budaya dan pusat kuliner kawasan sebagai
upaya pendukung promosi perdagangan dan pariwisata di Kecamatan Kutoarjo ( seperti : Stasiun
Kota, Pendopo Kawedanan, Jalur Heritage dan batik, Blok Jalur Kuliner Heritage, Blok RS Palang Biru
dan Sekolah, Blok Pasar, Blok Terminal )
• Menciptakan ruang koridor yang AMAN DAN NYAMAN bercirikan suasana Sawunggalih kuno
- Mengembangkan pedestrian yang representatif bagi semua golongan
- Meningkatkan kualitas street furniture kawasan yang beridentitas Kecamatan Kutoarjo
• Mempertahankan konsep aspek historis kawasan melalui pengendalian kegiatan pembangunan yang
menyimpang dari sejarah budaya Kecamatan Kutoarjo,Kabupaten Purworejo
- Meningkatkan kualitas kawasan Kecamatan Kutoarjo melalui preservasi dan konservasi bangunan
- Menggunakan ruang‐ruang bersejarah kota sebagai pengembangan destinasi wisata yang
representative
- Bangunan kawedanaan sebagai pusat aktivitas kebudayaan Tradisional Kecamatan Kutoarjo, yaitu
dengan membangkitkan festival atau kegiatan adat setempat yang menjadi ciri khas Kutoarjo.
- Meningkatkan kualitas perawatan terhadap bangunan‐bangunan Heritage yang ada di Kecamatan
Kutoarjo.
- Meningkatkan kualitas amenitas dan aksesbilitas kawasan.
- Memperkuat citra Gerbang Kota yang menjadi pintu masuk kota dari arah barat
Konsep sistem jaringan pergerakan di kawasan perencanaan:
1) Pengembangan jaringan jalan sebagai faktor penting pembentuk struktur ruang kawasan
perencanaan mempertimbangkan kemudahan pergerakan dan tingkat pencapaian (aksesibilitas)
bagi setiap aktifitas di dalam kawasan. Adapun sistem jaringan jalan yang akan dikembangkan dan
ditata sebagai pembentuk struktur ruang kawasan adalah:
a. Jalan arteri Primer atau jalan Nasional sebagai akses utama/jaringan primer pada kawasan.
Beberapa ruas jalan yang akan dilakukan pelebaran jalan menjadi 12 m dari 7 m dan menjadi
pergerakan utama pada kawasan perencanaan. Larangan kendaraan untuk parkir dibadan jalan
sehingga tidak menimbulkan kemacetan dan optimalisasi pedestrian disepanjang jalan nasional
b. Jalan Lokal Primer, yaitu jalan‐jalan dengan tingkat fungsi yang lebih rendah dan dikembangkan
untuk fungsi pelayanan bagi tiap‐tiap bagian kawasan yang ada, antara lain jalan Marditomo,
jalan Mardiusodo, jalan Tanjung Anom, jalan Wirotaman, jalan MT Haryono bagian utara.
c. jalan lingkungan kawasan Kecamatan Kutoarjo yang melayani jalur pergerakan lingkungan.
Kondisi jalan yang terbilang baik sebagai akses penghubung.
2) Pengembangan jalur pedestrian untuk mewujudkan terjadinya kontinuitas pergerakan bagi pejalan
kaki pada seluruh kawasan, namun tetap memperhatikan faktor keamanan dan kenyamanan.
a. Jalur pedestrian sekaligus trotoar direncanakan pada kedua sisi jalan dengan lebar yang cukup
nyaman bagi pejalan kaki, baik ketika berjalan ataupun berpapasan, serta mempunyai jarak
pandang yang cukup ke arah bangunan perdagangan dan jasa.
b. Pengembangan jalur pedestrian mempertimbangkan kenyamanan bagi difabel, yaitu terkait
dengan penerapan penggunaan material, street furniture maupun jenis fungsi lainnya.
3) Pengembangan parkir, pada dasarnya terdiri dari 2(dua) yaitu penertiban dan penyediaan
ruang‐ruang parkir yang aman.
a. Parkir sedapat mungkin disediakan di luar daerah milik jalan/di halaman depan bangunan
untuk menghindari penggunaan badan jalan yang dapat mempengaruhi kelancaran lalu lintas
terutama pada koridor jalan utama, yaitu Jalan arteri Primer yang mempunyai tingkat tarikan
pergerakan tinggi dan Penyediaan kantong‐kantong parkir pada lokasi‐lokasi tertentu yang
disertai dengan penyediaan sarana dan prasarana pejalan kaki
b. Penyediaan kantong‐kantong parkir pada lokasi‐lokasi tertentu yang disertai dengan
penyediaan sarana dan prasarana pejalan kaki
2(dua), yaitu peruntukan lahan makro yang disebut sebagai tata guna lahan dan peruntukan lahan mikro yang
ditetapkan pada skala keruangan lebih rinci. Konsep dasar penataan struktur peruntukan lahan dalam kawasan
perencanaan, antara lain:
• Mengembangkan peruntukan lahan yang sesuai arahan RTRW Kabupaten Purworejo Tahun 2010‐
2030
‐ Pengaturan penggunaan lahan Kawasan Blok Perdagangan dan jasa, dengan dominasi fungsi
peruntukan blok koridor perdagangan dan jasa, blok permukiman, dan heritage
‐ Pengaturan penggunaan lahan Kawasan Blok Sarana Pelayanan Umum, dengan fungsi
peruntukan blok koridor Heritage, Pendidikan, Kesehatan dan Perdagangan
• Mengendalikan disertai arahan peruntukan lahan pada Kawasan Koridor
• Peningkatan kualitas fungsi lahan permukiman.
• Meningkatkan Ruang‐ruang vegetasi sebagai pembentukan fungsi ekologis kota
• Mengendalikan pembangunan kawasan yang dilarang untuk kegiatan pembangunan.
PRINSIP PENATAAN
A. BLOK PERDAGANGAN DAN JASA
‐ Penambahan fungsi pada bangunan dimungkinkan selama fungsi utama tetap dominan
B. BLOK HERITAGE DAN PELAYANAN UMUM
‐ Terjangkau dan tersebar pada seluruh kawasan perencanaan
2.5.2 Intensitas Pemanfaatan lahan
Nilai intensitas kegiatan merupakan volume kegiatan yang dapat ditampung pada kawasan tertentu. Nilai
intensitas dinyatakan dalam bentuk koefesien dasar bangunan (KDB), koefesien lantai bangunan(KLB), ketinggian
bangunan (KB) dan koefesien dasar hijau (KDH). Konsep dasar intensitas pemanfaatan lahan pada kawasan
perencanaan ialah sebagai berikut:
‐ Koefesien Dasar Bangunan
‐ Mempertimbangkan daya dukung peresapan air tanah, aspek kenyamanan sirkulasi/pergerakan manusia
dalam beraktifitas serta menciptakan lingkungan aktifitas yang seimbang dan berdaya guna.
‐ Koefesien Lantai Bangunan
‐ Mempertimbangkan sirkulasi udara kawasan serta sudut ALO kawasan, tidak menimbulkan kekontrasan
kawasan, dan aspek keselamatan bagi bangunan disekitarnya.
‐ Koefesien Dasar Hijau
‐ Mampu mencerminkan citra kualitas hijau lingkungan disetiap kavling bangunan.
‐ Diarahkan sebagai salah satu alat dalam pengaturan keseimbangan lingkungan yang hijau dikawasan
Kecamatan Kutoarjo
‐ Koefesien Tapak Basement
‐ Diarahkan kavling bangunan diatas 1000 m² dengan aktifitas tinggi yang mampu membutuhkan lahan
parkir cukup besar, diarahkan untuk memberikan kenyamanan sirkulasi manusia.
PRINSIP PENATAAN
A. BLOK PERDAGANGAN DAN JASA
‐ Penambahan fungsi pada bangunan dimungkinkan selama fungsi utama tetap dominan
‐ Konektivitas event kegiatan yang dapat mengembangkan potensi pariwisata
‐ Penambahan fungsi pada bangunan tetap membentuk citra kawasan Heritage
B. BLOK HERITAGE DAN PELAYANAN UMUM
‐ Penambahan fungsi pada bangunan dimungkinkan selama fungsi utama tetap dominan
‐ Penambahan fungsi pada bangunan tetap membentuk citra kawasan Heritage
‐ Pembagian ruang yang seimbang dan proporsional dengan keragaman aktivitas/event pariwisata untuk mengidupkan kawasan
‐ Konektivitas event kegiatan yang dapat mengembangkan potensi pariwisata
Tata Bangunan
Tata bangunan merupakan elemen penting pembentuk struktur ruang kawasan yang menjadi dasar
terbentuknya morfologi kawasan dan komposisi antar ruang terbuka dan terbangun. Pengembangan tata bangunan ini didasarkan pada konsep kesatuan, keseimbangan dan keselerasan/harmoni dengan bangunan dan lingkungan sekitarnya. Konsep dasar penataan tata bangunan dalam kawasan perencanaan, antara lain :
‐ Mengembangkan massa bangunan berskala manusia di mana titik‐titik ruang yang dihubungkan dengan jalur sirkulasi
‐ Arahan style/gaya/langgam bangunan sesuai dengan blok peruntukan yang ditetapkan.
‐ Setiap bangunan dimaksimalkan mendapatkan akses langsung dari jalan, jalan lingkungan ataupun gang
‐ Ragam ukuran persil bangunan dikelompokan berdasarkan luasan yang hampir sama setiap persilnya
‐ Mengembangkan tata bangunan yang humanis
‐ Mengatur bangunan baru yang mewujudkan pola bangunan yang konsisten, setback bangunan yang konsisten
untuk mendukung skala bangunan yang sama,serta fasad yang memperkuat karakter agribisnis, pariwisata
dan Heritage
‐ Mengembangkan tata bangunan yang berorentasi untuk kenyamanan pejalan kaki
‐ Memiliki hubungan yang kompatibel ke bangunan sekitarnya
‐ Menyediakan ruang sirkulasi bagi pejalan kaki
PRINSIP PENATAAN
A. BLOK PERDAGANGAN DAN JASA
‐ Tata bangunan dan kualitasnya membentuk identitas pada koridor maupun bangunan yang ada
dikawasan ini
B. BLOK HERITAGE DAN PELAYANAN UMUM
‐ Tata bangunan dan kualitasnya membentuk identitas pada koridor maupun bangunan yang ada
dikawasan ini
‐ Tata bangunan dan kualitasnya membentuk citra kawasan Heritage dan identitas pada koridor
Sistem Sirkulasi dan Pergerakan
Penataan sistem sirkulasi dan pergerakan antara lain meliputi penataan jaringan jalan dan pergerakan,
sirkulasi kendaraan umum, sirkulasi pejalan kaki, sirkulasi kendaraan informal setempat, sirkulasi sepeda, sistem
dan sarana transit, dan sistem perparkiran.
Konsep dasar penataan sistem sirkulasi dan peregerakan dalam kawasan perencanaan, antara lain Mengembangkan sirkulasi dan konektivitas spot‐spot yang dapat dikembangkan sebagai objek wisata
Kutoarjo
‐ Mewujudkan rute heritage trail yang memiliki konektivitas dengan aktivitas lain seperti perdagangan
(agribisnis)
‐ Menghubungkan titik‐titik spot potensi kawasan dengan menyediakan jalur sirkulasi untuk pejalan kaki yang
nyaman dan humanis
‐ Memberikan prioritas yang besar bagi akses pejalan kaki yang humanis
‐ Mengembangkan jalur pedestrian yang terpisah dengan jalur kendaraan sehingga akan memperkecil konflik pengguna jalan
‐ Perencanaan halte
‐ Menyediakan ruang‐ruang parkir yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan sehingga seluruh kendaraan tertampung dengan baik dan menghindari penggunaan badan jalan untuk parkir yang dapat mempengaruhi kelancaran lalulintas
‐ Mempertegas jalur pedestrian dengan menggunakan elemen vertikal sebagai street furniture seperti taman dan lampu dengan skala pejalan kaki.
‐ Menata unsur pendukung dan perlengkapan pergerakan, seperti rambu‐rambu, papan reklame (signage), pencahayaan dan street furniture
Pengembangan jalur pedestrian dan area transisi untuk mewujudkan terjadinya kontinuitas pergerakan
bagi pejalan kaki pada seluruh kawasan, namun tetap memperhatikan faktor keamanan dan kenyamanan dan mewujudkan pengembangan rute wisata dikawasan Kecamatan Kutoarjo dengan mengembangkan jalur pedestrian dan jalur sepeda sebagai sarana pergerakan.
a. Jalur pedestrian sekaligus trotoar direncanakan pada kedua sisi jalan (baik jalan arteri primer, jalan lokal dan jalan lingkungan) dengan lebar yang cukup nyaman bagi pejalan kaki, baik ketika berjalan ataupun berpapasan, mempunyai jarak pandang yang cukup ke arah bangunan
b. Area transisi antara pedestrian dan pusat aktivitas/kantong‐kantong parkir harus saling terintegrasi
sehingga pengguna dapat merasa nyaman dan aman.
c. Pengembangan jalur pedestrian mempertimbangkan kenyamanan bagi difabel, yaitu terkait dengan
penerapan universal design baik pada penggunaan material, street furniture maupun jenis fungsi lainnya.
Pengembangan sirkulasi dan parkir kendaraan pribadi, pada dasarnya terdiri dari 2 (dua) yaitu :
1. penertiban dan,
2. penyediaan ruang‐ruang parkir yang aman.
a. Pengembangan sirkulasi pengguna sepeda yang nyaman dan aman melalui perencanaan sirkulasi di luar Koridor Jalan Arteri Primer dan terintegrasi dengan pusat‐pusat lingkungan dan aktivitas ekonomi
Kawasan Kecamatan Kutoarjo.
b. Pengembangan sirkulasi kendaraan pribadi yang menerus dan terintegrasi dengan titik‐titik potensi
wisata
c. Penertiban parkir pada Kawasan‐kawasan yang dilarang parkir (on street) seperti di Jalan Arteri Primer
dan jalan lokal.
d. Parkir sedapat mungkin disediakan di luar daerah milik jalan/di halaman depan bangunan untuk
menghindari penggunaan badan jalan yang dapat mempengaruhi kelancaran lalu lintas terutama pada
koridor jalan utama, yaitu Jalan Arteri Primer dan lokal yang mempunyai tingkat tarikan pergerakan
tinggi.
e. Penyediaan kantong‐kantong parkir pada lokasi‐lokasi tertentu yang disertai dengan penyediaan sarana dan prasarana pejalan kaki.
Penataan Sirkulasi dan Parkir Kendaraan Publik (Bus, Angkutan Umum, Bentor dan dokar), pada dasarnya terdiri dari 2 (dua) yaitu penertiban dan penyediaan ruang‐ruang parkir dan berhenti yang aman dan terintegrasi dengan pusat‐pusat aktivitas lainnya.
a. Penertiban parkir dan berhenti pada Kawasan‐kawasan yang dilarang berhenti dan parkir seperti di Jalan Arteri Primer dan jalan Lokal
b. Parkir on street hanya diperbolehkan pada jalan lokal dengan jarak minimal 10 meter dari titik
persimpangan,
c. Penataan parkir kendaraan publik tidak bermesin (becak dan dokar) yang terintegrasi dengan Pasar
Kutoarjo serta tidak mengganggu sirkulasi Jalan Arteri Primer dan kolektor primer.
d. Terminal sedapat mungkin digunakan sebagai titik transit utama bagi angkutan dalam kota serta sirkulasi yang menerus bagi AKDP di dalam terminal dan dikembangkan sebagai area Terminal yang nyaman dan aman.
e. Penempatan halte minimal 50 meter dari titik persimpangan dan berada minimal 700 meter dari
Terminal dan jarak antar hakte 400 meter.
Secara umum, konsep sistem jaringan pergerakan di kawasan perencanaan adalah sebagai berikut:
1) Pengembangan jaringan jalan sebagai faktor penting pembentuk struktur ruang kawasan perencanaan mempertimbangkan kemudahan pergerakan dan tingkat pencapaian (aksesibilitas) bagi setiap aktifitas di dalam kawasan. Adapun sistem jaringan jalan yang akan dikembangkan dan ditata sebagai pembentuk struktur ruang kawasan adalah:
a. Jalan Arteri Primer (Status Jalan Nasional) sebagai akses utama/jaringan jalan primer yang
menghubungkan antar wilayah provinsi. Dalam hal ini adalah Jalan Raya Diponegoro. Penataan jalan
arteri primer (Jalan Raya Diponegoro) dilakukan melalui pelebaran jalan. Hal ini dilakukan karena Jalan Raya Diponegoro menjadi jaringan pergerakan utama khususnya di Kawasan Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo serta berada pada kawasan yang memiliki tingkat aktivitas ekonomi yang tinggi pula.
b. Jalan Lokal, yaitu jalan‐jalan dengan tingkat fungsi yang lebih rendah dan dikembangkan untuk fungsi pelayanan bagi tiap‐tiap bagian kawasan yang ada, antara lain jalan Stasiun, Jalan MT Haryono
c. Jalan Lingkungan, yaitu jaringan jalan yang melayani pergerakan di dalam unit‐unit lingkungan. Dalam rencana ini, beberapa ruas jalan lingkungan yang masih ”terputus” direkomendasikan untuk
disambungkan, sehingga membentuk kaitan yang memadai terutama dengan Jalan Lokal, dan pada
beberapa tempat dengan Jalan lokal dan arteri.
Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau
Penataan sistem ruang terbuka dan pola tata hijau bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan
kota dengan menyediakan lingkungan yang aman, sehat dan menarik. Pada prinsipnya penataan sistem ruang terbuka diatur melalui pendekatan desain tata hijau yang membentuk karakter lingkungan serta memiliki peran penting baik secara ekologis, rekreatif dan estetis bagi lingkungan sekitarnya, dan memiliki karakter terbuka sehingga muda diakses oleh publik. Konsep dasar penataan sistem ruang terbuka dan tata hijau sebagai berikut :
• Pengembangan Blok RTH public yang tersebar sebagai elemen pendukung dari sistem ruang terbuka. Ruang‐ruang terbuka tersebut dapat berupa taman‐taman umum (public parks), taman lingkungan pada skala ruang Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW).
• Mewujudkan RTH yang dapat menambah karakter dan nilai kualitas lingkungan, sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya
• Blok RTH Privat tersebar di seluruh bangunan gedung dengan ketetapan menyesuaikan ketentuan KDH.
• Pengembangan RTH privat di jalur koridor utama untuk taman parkir
Tata hijau kawasan berada di sepanjang ruas jalan dengan pola linear memanjang yang mempertimbangkan
asa keseimbangan ruang, efektivitas fungsi
• Pengembangan style/gaya/langgam RTH adalah RTH tropis di perkotaan tanah jawa dengan filosofi yang ada.
PRINSIP PENATAAN
A. BLOK PERDAGANGAN DAN JASA
• Penggunaan vegetasi peneduh yang berfungsi sebagai buffer pengaman ekologis kawasan
• Pengembangan koridor sebagai ruang terbuka public yang mampu mewujudkan kreativitas dan identitas koridor
B. BLOK HERITAGE DAN PELAYANAN UMUM
• Pengembangan vegetasi rendah pada daerah bebas pandang
• Pengembangan kawasan alun‐alun sebagai ruang terbuka publik mampu menciptakan kreativitas dan
identitas kawasan dengan event‐event yang menarik dan bercirikan kawasan Kota Kutoarjo
• Pengembangan vegetasi yang memiliki arti jawa ( sawo kecik/palem/asem)
Tata Kualitas Lingkungan
Penataan kualitas lingkungan yang meliputi pengaturan street furniture, identitas lingkungan, serta elemen tata informasi dan rambu pengarah, bertujuan untuk mewujudkaan lingkungan yang aman, nyaman, menarik dan informative, sehingga memudahkan pengguna kawasan dalam berorientasi maupun melakukan pergerakan sirkulasi.
Konsep dasar penataan tata kualitas lingkungan, antara lain:
• Identitas lingkungan terbentuk dari keberadaan citra dan image kawasan yang ditandai dengan terciptanya
kualitas lingkungan yang dinamis dan harmonis pada kawasan Kecamatan Kutoarjo
• Penegasan orientasi lingkungan kawasan Kota/Kecamatan Kutoarjo mengarah ke alun‐alun sebagai landmark Kecamatan Kutoarjo dengan kawasan lain yang memiliki daya tarik yang bercirikan Kutoarjo dengan
menyertakan elemen penanda sebagai salah satu bagian dari sistem sirkulasi penghubung kawasan
• Tata kualitas lingkungan diupayakan dengan focus penataan mencakup: air, sampah, dan limbah serta RTH
• Tata kualitas lingkungan yang direncanakan harus mampu menunjang kelancaran sistem pergerakan
• Penggunaan elemen penanda mempertahankan skala manusia dan menyatu dengan lansekap
• Penggunaan elemen penanda memperhatikan skala, desain dan penempatan yang tepat.
PRINSIP PENATAAN
A. BLOK PERDAGANGAN DAN JASA
‐ Penataan signage yang selaras sehingga karakter bangunan dan kawasan tidak tertutup oleh signage yang tidak tertata
‐ Penataan signage berkesinambungan dengan fungsi kawasan serta memperhatikan jarak pandang manusia
‐ Penempatan signage memanfaatkan dinding pada bangunan sudut persimpangan.
Pengaturan skala sign yang dapat diapresiasi dengan mudah namun tidak merusak kualitas dan karakter lingkungan
‐ Pengaturan material dan pencahayaan pada signage terkait keamanan bagi pengguna jalan
‐ Penempatan signage menghindari persaingan dengan rambu‐rambu lalulintas dan publik yang memang diperlukan
B. BLOK HERITAGE DAN PELAYANAN UMUM
‐ Penempatan signage mempertimbangankan tujuannya sebagai fungsi sosial dan estetika
‐ Penataan street furniture, lampu, bangku dengan desain yang memperkuat karakter kawasan
‐ Penataan signage berkesinambungan dengan fungsi kawasan serta memperhatikan jarak pandang manusia
‐ Media promise objek wisata yang didesain dan diletakkan sesuai dengan lokasi kedatangan wisatawan
Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan
Pada dasarnya kelengkapan prasarana dan utilitas lingkungan berkaitan dengan kualitas wujud suatu
lingkungan, yaitu apakah layak atau tidaknya suatu lingkungan untuk dihuni. Untuk itu, peningkatan pelayanan utilitas perlu terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan utilitas kota yang efesien. Adapun jaringan utilitas yang terkait erat dengan tata kualitas lingkungan antara lain: jaringan air bersih, jaringan drainase, jaringan air limbah, persampahan, serta jaringan listrik dan telepon. Konsep dasar penataan sistem prasarana dan utilitas lingkungan antara lain:
• Meningkatkan pelayanan jaringan utilitas agar seluruh kawasan dapat terlayani dengan baik
• Meningkatkan pelayanan jaringan utilitas melalui penataan sistem prasarana dan jaringan utilitas yang terintegrasi dengan aktivitas kawasan
• Meningkatkan pelayanan jaringan utilitas dengan mempertimbangkan elemen lingkungan di dalam kawasan yang humanis dan berkelanjutan
PRINSIP PENATAAN
A. BLOK PERDAGANGAN DAN JASA
‐ Penataan sistem prasarana dan jaringan utilitas yang terpadu
‐ Penataan sistem prasarana dan jaringan utilitas yang mempertimbangkan potensinya sebagai elemen
lingkungan, seperti penempatan bak/tong sampah yang didesain sebagai elemen street furniture
B. BLOK HERITAGE DAN PELAYANAN UMUM
‐ Penataan sistem prasarana dan jaringan utilitas yang terpadu
‐ Penataan sistem prasarana dan jaringan utilitas yang mempertimbangkan potensinya sebagai elemen
lingkungan, seperti penempatan bak/tong sampah yang didesain sebagai elemen street furniture
‐ Penataan Hydrant dengan melihat kondisi hydrant eksisting yang kurang baik sehingga dapat
menanggulangi resiko kebakaran di permukiman padat penduduk.
Sistem sirkulasi dan jalur penghubung Kawasan Kecamatan Kutoarjo meliputi sistem pergerakan
kendaraan bermotor, pejalan kaki, sepeda, dan kereta api. Hal ini berkaitan dengan kondisi kawasan yang memang berada pada simpul pertemuan antar moda transportasi. Oleh karenanya perencanaan sistem sirkulasi dan jalur penghubung Kawasan Kecamatan Kutoarjo menjadi cukup penting untuk menciptakan kawasan yang berkelanjutan, terpadu dan terintegrasi dengan pusat‐pusat aktivitas di dalam kawasan tersebut.
Secara rinci sistem sirkulasi Di dalam perencanaan kawasan, kebutuhan parkir yang memadai menjadi sangat penting agar seluruh kendaraan tertampung pada lokasi yang disediakan sehingga dapat menghindari penggunaan badan jalan yang dapat mempengaruhi kelancaran lalu lintas.
a. Parkir Kendaraan. Rencana penyediaan ruang parkir kendaraan dikembangkan menjadi 2 (dua) sistem, yaitu:
• Sistem off street parking, yaitu penyediaan areal parkir diluar daerah milik jalan (ROW) yaitu
ditempatkan pada halaman bangunan dan memanfaatkan ruang terbuka privat. Pada kawasan
perencanaan, sistem parkir off street ini diterapkan pada fungsi bangunan perdagangan‐jasa berbentuk
bangunan tunggal dan ruko pada koridor jalan utama kawasan.
• Sistem on street parking, yaitu penyediaan areal parkir di dalam daerah manfaatkan jalan (ROW) yaitu pada bahu jalan. Pada kawasan perencanaan, sistem parkir on street ini tidak diperkenankan pada
semua ruas jalan dan hanya diperbolehkan pada Jalan Lokal.
• Parkir Sepeda. Rencana penyediaan parkir untuk sepeda akan diletakan pada titik titik transit seperti
Stasiun
Titik‐titik transit menjadi hal yang penting terutama ketika harus berpindah dari satu moda ke moda yang lain, misalnya perpindahan pengguna moda dari titik kegiatan satu ke titik kegiatan lainnya.Untuk itu, sistem dan sarana titik‐titik transit menjadi satu kesatuan perencanaan yang utuh dalam perencanaan sistem sirkulasi dan jalur penghubung. Adapun perencanaan sistem dan sarana titik transit, antara lain adalah:
a. Pengembangan sistem dan sarana titik transit berupa shelter/halte pada koridor yang ditempatkan dalam radius yang nyaman bagi pejalan kaki, yaitu setiap ± 400‐500 meter.
b. Shelter/halte didesain secara unik sesuai dengan lokalitas kawasan, yaitu dengan mengambil unsur heritage dan agribisnis
c. helter/halte didesain kompak dengan jalur pejalan kaki
Penetapan program pelaksanaan yang terdapat dalam RTBL Kawasan Kecamatan Kutoarjo ini sesuai
dengan program penanganan dalam Rencana Investasi. Pengendalian dalam perencanaannya dilakukan melalui kesepakatan wewenang dan kelembagaan. Adapun wewenang pemerintah daerah (SKPD) dalam pengendalian rencana meliputi :
a. Menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan rencana tata bangunan dan lingkungan, arahan
berupa panduan rancang yang disusun dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang, dan pedoman
bidang penataan ruang;
b. Menetapkan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.
Dasar Pertimbangan
Dasar pertimbangan dalam pengendalian rencana adalah Identifikasi dan penyesuaian aspek fisik, sosial, dan ekonomi terhadap kepentingan dan tanggung jawab para pemangku kepentingan. Hal ini dilakukan apabila terdapat perubahan baik kondisi fisik, sosial, dan ekonomi yang mempengaruhi program yang telah di rencanakan sebelumnya.
Aturan Umum
a. Syarat Administrastif
Syarat administratif yang diperlukan dalam pengendalian pembangunan adalah sebagai berikut :
1. Pengisian formulir (tergantung pada perijinan yang dibutuhkan)
2. Identitas (pemohon, perusahaan)
3. Sertifikat tanah
4. Bukti Pajak
5. Ketetapan Rencana Kota dari Dinas terkait
6. Rencana Tata Letak Bangunan / Blokplan dari Dinas terkait
7. Gambar Rencana (Arsitektur, Struktur, Instalasi dan Perlengkapan Bangunan)
8. Rekomendasi dari dinas terkait
9. Rekomendasi lingkungan
b. Pengenaan Sanksi
Pemberian sanksi dilakukan kepada setiap orang atau badan hukum yang dalam pemanfaatan ruang melanggar
rencana tata bangun lingkungan dikenai sanksi administratif terdiri atas:
1. peringatan tertulis;
2. penghentian sementara kegiatan;
3. penghentian sementara pelayanan umum;
4. penutupan lokasi;
5. pencabutan izin;
6. pembatalan izin;
7. pembongkaran bangunan;
8. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
9. denda administratif.
Aturan Khusus
a. Kajian Ijin Lingkungan
Setiap penyelenggaraan pembangunan gedung atau pengembangan sub kawasan yang berada pada
kawasan RTBL harus memenuhi kriteria penyusunan Ijin Lingkungan yang diatur dalam ketentuan peraturan bupati. Ijin Lingkungan yang harus dilakukan dapat berupa penyusunan AMDAL/UKL/UPL sesuai peraturan perundang‐undangan.
b. Preservasi Konservasi
Setiap penyelenggaraan pembangunan gedung khusus di blok heritage harus tetap memperlihatkan citra heritage‐nya. Persyaratan pengembangan bangunan heritage yaitu :
1. Gambar sebelum pengembangan (tampak dan siteplan)
2. Gambar setelah pengembangan
Pengembangan bangunan heritage harus memenuhi kriteria 3R yaitu :
1. Bangunan cagar budaya atau kuno dipertahankan dari aspek bangunan berupa fasad, detail‐
detail bangunan, struktur, dan kekhasan lainnya;
2. Bangunan yang dikonservasi dikembalikan atau dipulihkan pada masanya;
3. Perbaikan dan penambahan elemen baru pada bangunan cagar budaya atau kuno tidak boleh
bertentangan dengan esensi nilai historis bangunan.
Aturan Insentif dan Disinsentif.
Pemberian insentif dan disinsentif dalam pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan supaya
pemanfaatan ruang yang dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang yang sudah di tetapkan.
a. Insentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang. Artinya, ketentuan ini mengatur tentang pemberian imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sesuai dengan kegiatan yang didorong perwujudannya dalam rencana tata ruang. Ketentuan insentif disusun berdasarkan: rencana struktur peruntukkan lahan, rencana tata massa dan intensitas bangunan.
a.1. Ketentuan Insentif dari pemerintah kepada pemerintah secara hirarki di bawahnya yang dapat
diberikan dalarn bentuk:
• Pemberian kompensasi
• Subsidi silang
• Penyediaan sarana dan prasarana
• Publisitas atau promosi daerah
a.2. Ketentuan Insentif dari pemerintah kepada masyarakat umum (investor, lembaga komersial,
perorangan, dan lainnya) yang dapat diberikan dalam bentuk:
• Pemberian kompensasi
• Pernberian keringanan/pembebasan pajak daerah dan/atau retribusi daerah
• Sewa ruang dan urun saham
• Penyediaan sarana dan prasarana
• Penghargaan
• Kemudahan prosedur perijinan
b. Disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau mengurangi
kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang. Ketentuan disinsentif disusun berdasarkan:
rencana struktur peruntukkan lahan, rencana tata massa dan intensitas bangunan.
b.1. Ketentuan Disinsentif dari pemerintah kepada pemerintah secara hirarki di bawahnya yang
dapat diberikan dalam bentuk:
• Pengenaan pajak dan/atau retribusi daerah yang tinggi
• Pembatasan penyediaan sarana dan prasarana
b.2. Ketentuan Disinsentif dari pemerintah kapada masyarakat umum (investor, lembaga
komersial, perorangan, dan lainnya) yang dapat diberikan dalam bentuk:
• Pengenaan pajak dan/atau retribusi daerah yang tinggi
• Pengenaan kompensasi
• Pemberian penalty
• Pemberian persyaratan khusus dalam proses perijinan
• Pembatasan penyediaan sarana dan prasarana
Berdasarkan UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kegiatan perencanaan ruang pada
suatu wilayah harus ditindak lanjuti dengan kegiatan pengendalian melalui pengawasan dan penertiban
terhadap pemanfaatan ruang. Ketiga kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.
Pemanfaatan Ruang Kawasan Kecamatan Kutoarjo dapat terwujud seperti rencana diperlukan adanya
pengendalian pelaksanaan. Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Kecamatan,Kabupaten
Purworejo mencakup kegiatan (1) Pengawasan, (2) Penertiban, yang melibatkan Pihak Pemerintah Kabupaten Purworejo, Masyarakat, Asosiasi Profesi, Pemerhati yang dapat memberikan kontribusi terwujudnya pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana RTBL tersebut. Secara umum, arahan pengendalian pelaksanaan bertujuan untuk:
a. Menjamin pelaksanaan kegiatan berdasarkan dokumen RTBL;
b. Menjamin pemanfaatan investasi dan optimalisasi nilai investasi;
c. Menghindari fenomena lahan tidur atau bangunan terbengkalai sebagai akibat investasi yang ditanamkan tidak berjalan semestinya;
d. Menarik investasi lanjutan dalam pengelolaan lingkungan setelah masa pascakonstruksi.
e. Mencitptakan kawasan yang beridentitas dan layak menjadi kunjungan warga masyarakat.
Adapun aspek pengendalian pelaksanaan dalam Pemanfaatan Ruang Kawasan Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo meliputi :
a. Penetapan alat‐alat dan prosedur pengendalian pelaksanaan, seperti dalam mekanisme perizinan IMB, review tim ahli bangunan gedung (TABG), dan penerapan insentif/disinsentif;
b. Pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan materi teknis dokumen RTBL;
c. Evaluasi pelaksanaan peran para pemangku kepentingan sesuai kesepakatan dalam penataan bangunan dan lingkungan, baik pemerintah daerah, dunia usaha, masyarakat, maupun Pemerintah;
d. Pengawasan teknis atas pelaksanaan sistem perizinan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan di lokasi penataan;
e. Penerapan mekanisme sanksi dalam penyelenggaraan pembangunan sesuai peraturan perundang‐
undangan.
Pengawasan
Aplikasi Pengawasan Pemanfaatan Ruang Kawasan Kecamatan Kutoarjo,Kabupaten Purworejo dalam
pelaksanaannya diperlukan dibentuknya Tim Pengendali mencakup :
a. Tim Koordinasi Pengendalian Pemanfaatan Ruang (TKP‐PR) dari Tingkat Pemerintah Kabupaten Purworejo
dengan Unsur dan pendukungnya.
b. Petugas Inspeksi Lapangan, Kabupaten Purworejo.
Penertiban
Penertiban merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan keberlanjutan Kawasan Alun Kawasan
Kecamatan Kutoarjo,Kabupaten Purworejo yang nyaman dan aman. Penertiban terhadap pemanfaatan ruang
Kawasan Kecamatan Kutoarjo,Kabupaten Purworejo meliputi:
a. Pengendalian
Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Purworejo dalam Pengendalian Penyelenggaraan
bangunan gedung meliputi:
1. Bupati dalam pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dapat sewaktu‐waktu melakukan
peninjauan di lokasi pembangunan bangunan gedung atau prasarana bangunan gedung yang berdiri
sendiri.
Adapun peninjauan pembangunan tersebut berdasarkan laporan masyarakat dan atau media massa
yang dapat dipertanggung jawabkan; laporan dinas dari Dinas; terjadinya kegagalan konstruksi
dan/atau kebakaran; dan terjadinya bencana alam. Peninjauan ke lokasi pembangunan dimaksudkan
untuk:
a. memperoleh fakta adanya pelanggaran terhadap persyaratan administratif dan/atau
persyaratan teknis; dan
b. bangunan gedung atau kelompok bangunan gedung yang dinilai strategis bagi Daerah
memerlukan kordinasi khusus.
2. Bupati dapat mengenakan sanksi dan denda administratif atas pelanggaran terhadap ketentuan
persyaratan administratif dan persyaratan teknis kepada pemilik dan/atau pengguna bangunan
gedung sesuai dengan peraturan perundang‐undangan.
b. Pemeriksaaan/Peninjauan Lapangan
Petugas inspeksi lapangan dari Dinas dalam pengawasan pelaksanaan konstruksi dan pembongkaran
bangunan gedung atau prasarana bangunan gedung yang berdiri sendiri dapat melakukan pemeriksaan atau penilikan di lokasi kegiatan. Petugas inspeksi lapangan harus menunjukkan surat penugasan dan tanda identitas diri resmi dari Dinas. Petugas inspeksi lapangan dalam melaksanakan tugasnya tidak diperbolehkan meminta/menerima imbalan dari pemilik atau penanggung jawab kegiatan lapangan. Penilikan yang dilakukan meliputi:
a. secara terjadwal dapat memasuki lokasi pembangunan pada jam kerja;
b. memeriksa adanya dokumen IMB;
c. memeriksa laporan pelaksanaan konstruksi dan pengawasan pelaksanaan;
PEDOMAN PENGENDALIAN PELAKSANAAN
Laporan Akhir Penyusunan RTBL Kawasan Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo| VI - 2
d. memeriksa pemenuhan pelaksanaan terhadap garis sempadan dan/atau jarak bebas yang ditetapkan;
e. memeriksa pemenuhan pelaksanaan terhadap KDB, KLB, KDH, dan KTB;
f. memeriksa pemenuhan terhadap ketersediaan dan berfungsinya alat‐alat pemadam kebakaran portable selama kegiatan pelaksanaan konstruksi;
g. memeriksa pengamanan rentang crane dan/atau peralatan lainnya terhadap jalan, bangunan gedung di sekitar, dan lingkungan;
h. memeriksa pengelolaan limbah padat, limbah cair dan/atau limbah bentuk lainnya akibat kegiatan
terhadap jalan, bangunan gedung di sekitar, dan lingkungan;
i. memeriksa gejala dan/atau perusakan yang dapat terjadi pada bangunan gedung di sekitarnya akibat
getaran pemancangan tiang pancang atau pembongkaran bangunan gedung atau prasarana bangunan
gedung yang berdiri sendiri;
j. memeriksa pengelolaan penyimpanan bahan‐bahan bangunan dan alat‐alat yang dapat membahayakan
dan/atau mengganggu kesehatan dan/atau keselamatan pekerja dan masyarakat umum; dan
k. memberikan peringatan awal berupa catatan atas indikasi pelanggaran dan/atau kesalahan atas
sebagaimana dimaksud pada huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan
huruf j.
c. Sanksi Administratif dan Denda
Dari hasil peninjauan di atas, maka Bupati berhak memutuskan pengenaan sanksi. Bupati dapat
mengenakan sanksi administratif dan/atau sanksi denda kepada pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang melanggar ketentuan pemenuhan fungsi dan/atau persyaratan, dan/atau penyelenggaraan bangunan gedung. Bupati berwenang memerintahkan penghentian sementara pelaksanaan pembangunan yang tidak memiliki IMB, paling lambat 14 (empat belas) hari dan setelah diterimanya perintah penghentian sementara,
pelaksanaan pembangunan yang dilakukan harus sudah memiliki IMB. Setelah lewat jangka waktu tersebut,
pelaksanaan pembangunan belum memiliki IMB, Bupati berwenang memerintahkan penghentian pelaksanaan
pembangunan. Sanksi administratif diberlakukan juga kepada pemilik dan/atau pengguna prasarana bangunan
gedung yang berdiri sendiri. Sanksi administratif dan/atau sanksi denda dikenakan berdasarkan fakta di
lapangan sesuai laporan hasil pemeriksaan. Pengenaan sanksi administratif dan/atau sanksi denda diberlakukan
juga bagi pemilik/pengguna prasarana bangunan gedung yang berdiri sendiri. Setiap pemilik dan/atau pengguna
bangunan gedung dan/atau prasarana bangunan gedung, yang tidak memenuhi kewajiban pemenuhan fungsi,
dan/atau persyaratan, dan/atau penyelenggaraan bangunan gedung dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis,
b. pembatasan kegiatan pembangunan,
c. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan,
d. penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan,
e. pembekuan Izin Mendirikan Bangunan (IMB),
f. pencabutan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), IMB dapat dicabut apabila :
• persyaratan yang menjadi dasar diberikannya IMB terbukti tidak benar.
• pelaksanaan pekerjaan mendirikan atau merubah bangunan menyimpang dari rencana yang disahkan
dalam IMB.
• setelah 6 (enam) bulan diberikannya IMB pelaksanaan pekerjaan belum dimulai.
• setelah pelaksanaan pekerjaan dimulai kemudian dihentikan berturut‐turut selama 12 (dua belas) bulan.
g. pembekuan Sertifikat Laik Fungsi,
h. pencabutan Sertifikat Laik Fungsi, atau
i. perintah pembongkaran.
Bupati dapat memberikan perintah pembongkaran kepada pemilik bangunan gedung dan/atau
prasarana bangunan gedung yang tidak memiliki IMB paling lambat 30 (tiga puluh) hari sesudah perintah
pembongkaran disampaikan, pemilik bangunan tidak mematuhi perintah tersebut, pembongkaran dapat
dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah atas biaya Pemerintah Daerah. Sanksi administratif diberlakukan juga
kepada pemilik dan/atau pengguna prasarana bangunan gedung yang berdiri sendiri. Selain sanksi administratif,
pemilik bangunan gedung dan/atau prasarana bangunan gedung dapat dikenai sanksi denda paling banyak 10%
(sepuluh persen) dari nilai bangunan yang sedang/telah dibangun. Sanksi diberlakukan juga kepada pemilik
dan/atau pengguna prasarana bangunan gedung yang berdiri sendiri.
Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung dan/atau prasarana bangunan gedung, yang
melanggar ketentuan Undang‐Undang di bidang bangunan gedung:
a. Diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda setinggi‐tingginya 10% (sepuluh
persen) dari nilai bangunan jika karenanya mengakibatkan kerugian harta benda orang lain.
b. Diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda setinggi‐tingginya 15% (lima
belas persen) dari nilai bangunan jika karenanya mengakibatkan kecelakaan bagi orang lain yang
mengakibatkan cacat seumur hidup.
c. Diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda setinggi‐tingginya 20% (dua
puluh persen) dari nilai bangunan jika karenanya mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.
Dalam proses peradilan atas tindakan di atas, hakim memperhatikan pertimbangan TABG. Sanksi
diberlakukan juga kepada pemilik dan/atau pengguna prasarana bangunan gedung yang berdiri sendiri.
ARAHAN PENGENDALIAN PELAKSANAAN
Tujuan Pengelolaan Kawasan yaitu untuk dapat melaksanakan kegiatan estate management dengan
efektif dan terencana, suatu lingkungan perlu membuat suatu piranti atau alat berupa dokumen tertulis yang
melindungi dan memelihara berbagai asset dari lingkungan yang bersangkutan sebagai penjabaran dari berbagai
kepentingan pemakai, pemilik, atau pun pihak‐pihak lain yang mempunyai hak milik, hak sewa atau hak pakai di
lingkungan tersebut. Pedoman pengelolaan kawasan merupakan piranti pengelolaan yang berisi kewajiban, hak,
wewenang, kelembagaan serta mekanisme dari pengendalian dan pengelolaan terhadap berbagai keinginan
pemangku kepentingan, yang bersifat menerus dan berkelanjutan
Lingkup pengelolaan kawasan mencakup kegiatan pemeliharaan atas investasi fisik yang telah terbangun
beserta segala aspek nonfisik yang diwadahinya, kegiatan penjaminan, pengelolaan operasional, pemanfaatan,
rehabilitasi/pembaharuan, serta pelayanan dari asset property lingkungan / kawasan.
Aset properti yang dikelola berupa sumber daya alam, bangunan fisik, lahan, lansekap dan tata hijau,
asset pelestarian budaya dan sejarah serta infrastruktur kawasan, baik yang merupakan asset bersama dengan
kepemilikan publik setempat, atau pun asset property pribadi yang harus dikontrol pemanfaatan dan
perkembangannya sesuai dengan RTBL yang disepakati.
Wewenang atas pelaksanaan pengelolaan kawasan dilakukan oleh pihak pengelolaan kawasan yang
anggota dan programnya disusun sesuai kesepakatan antara masyarakat (pemilik lahan/bangunan), swasta
(pengembang/investor/penyewa),
pemerintah
daerah
dan
pelaku
pembangunan
lain,
termasuk
pengguna/pemakai/penyewa dari luar kawasan. Pihak pengelola kawasan berfungsi sebagai lembaga
perantara/penghubung dan lembaga perwakilan di antara berbagai pelaku yang berkepentingan dalam
pengelolaan asset properti. Pihak pengelola merumuskan program pengelolaan yang dirangkum dari berbagai
kepentingan beragam pelaku. Pada kasus pengelolaan dengan kompleksitas tinggi, pihak pengelola diizinkan
untuk mendelegasikan atau mengontrakkannya secara professional kepada suatu lembaga / pihak lain secara
kompetitif sesuai peraturan perundang‐undangan.
Bab vi PEDOMAN PENGENDALIAN PELAKSANAAN
!Laporan Akhir Penyusunan RTBL Kawasan Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo| VI - 3
Aspek‐aspek pengelolaan yaitu :
a. Kepentingan pengelolaan yang mengikat semua pihak dengan suatu peraturan yang saling menguntungkan,
termasuk juga mengikat dan menguntungkan lembaga penerusnya, pengguna pewarisnya, atau yang diberi
kuasa
b. Kepentingan agar semua persil yang berada dalam lingkungan binaan yang ditata tersebut dapat digunakan,
dikelola dan dipelihara sesuai dengan ketentuan‐ketentuan yang dimuat pada pedoman pengelolaan
kawasan
c. Kepentingan pemberlakuan peraturan bagi seluruh persil yang ditujukan untuk meningkatkan dan
melindungi nilai, daya Tarik, dan daya guna pakai dari seluruh fungsi yang ada untuk kepentingan bersama
d. Kepentingan perencanaan asset eksisting yang harus mendukung kebutuhan pelayanan lingkungan
setempat
e. Pertimbangan lain seperti umur bangunan atau asset property dan resiko investasi yang harus
dipertimbangkan sejak tahap perancangan kawasan
f. Kepentingan pengendalian yang dikaitkan dengan pola kerjasama yang berlaku, seperti pola BOT, BOO, dan
sebagainya
Secara rinci arahan pengendalian pelaksanaan dijelaskan sebagai berikut :
6.2.1 Prosedur Pelaksanaan Pemanfaatan RTBL
6.2.1.1. PERATURAN UMUM
A. Penjaminan Atas Hak Tanah dan Hak Pakai
a. Setiap masyarakat yang telah memiliki legalitas akan hak tanah dan penggunaannya dijamin oleh
pemerintah dalam pengelolaannya tanah yang dimiliknya;
b. Dalam pemanfaatan lahan yang dimiliki harus sesuai dengan peraturan yang berlaku.
c. Setiap tanah yang memiliki legalitas dapat berupa :
1. Sertifikat tanah;
2. Surat Keputusan Pemberian Hak Penggunaan atas Tanah oleh pejabat yang berwenang di bidang
pertanahan;
3. Surat kavling dari pemerintah daerah, atau Pemerintah;
4. Fatwa tanah, atau rekomendasi dari Badan Pertanahan Nasional;
5. Surat girik/petuk/akta jual beli, yang sah disertai surat pernyataan pemilik bahwa tidak dalam
status sengketa, yang diketahui lurah setempat; Surat kohir verponding Indonesia, disertai
pernyataan bahwa pemilik telah menempati lebih dari 10 tahun, dan disertai keterangan pemilik
bahwa tidak dalam status sengketa yang diketahui lurah setempat; atau
6. Surat bukti kepemilikan tanah lainnya.
B. Hak Dan Kewajiban Berbagai Pelaku
a. Hak dan kewajiban semua unsur pembangunan diatur dalam peraturan daerah;
b. Semua unsur pembangunan berhak menggunakan semua fasilitas yang diperuntukkan untuk umum;
c. Semua unsur pembangunan wajib untuk memelihara semua fasilitas yang digunakannya;
d. Semua unsur pembangunan berhak dan wajib dalam pengawasan pembangunan yang berlangsung di
Kecamatan Kutoarjo
C. Penggunaan Yang Diizinkan dan Yang Terlarang
a. Semua fasilitas yang dibangun oleh Pemerintah daerah untuk kepentingan umum diizinkan
penggunaanya untuk umum;
b. Fasilitas yang bersifat penting dan tidak unutk umum tidak boleh digunakan oleh masyarakat secara
bebas;
c. Pemakaian fasilitas penting untuk umum harus mendapatkan persetujuan dari Bupati Purworejo.
D. Pemeliharaan Kondisi Properti
a. Pemeliharaan kondisi properti umum menjadi tanggung jawab utama Pemerintah Daerah Kabupaten
Purworejo dan Masyarakat terutama yang bertempat tinggal di kawasan perencanaan RTBL Kawasan
Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo;
b. Pemeliharaan kondisi properti pribadi menjadi tanggung jawab pemilik properti;
c. Semua unsur pembangunan wajib untuk menjaga kondisi lingkungan di wilayah Kawasan Kecamatan
Kutoarjo, Kabupaten Purworejo.
E.
Pengelolaan dan Penataan Lansekap, Ruang Terbuka dan Fasilitas Umum/ Fasilitas Sosial
a. Pengelolaan dan Penataan lansekap, Ruang terbuka dan Fasilitas Umum/fasilitas Sosial menjadi
tanggung jawab Pemerintah Daerah;
b. Masyarakat atau instansi swasta yang melakukan kegiatan untuk mengelola lansekap, Ruang terbuka
dan Fasilitas Umum/fasilitas Sosial harus mendapatkan ijin dari Bupati Purworejo atau instansi yang
ditunjuk untuk memberikan persetujuan terhadap permohonan tersebut;
c. Masyarakat atau instansi swasta yang berkeinginan untuk melakukan kegiatan penataan lansekap,
Ruang terbuka dan Fasilitas Umum/fasilitas Sosial berhak mengajukan permohonan kepada Pemerintah
Daerah dan persetujuan Pengendalian pelaksanaan dilakukan oleh dinas teknis setempat atau unit
pengelola teknis sesuai kewenangan yang ditetapkan oleh kelembagaan pemrakarsa penyusunan
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan atau dapat ditetapkan kemudian berdasarkan kesepakatan
para pemangku kepentingan terhadap permohonan ini merupak hak dari Pemerintah Daerah.
F.
Pembangunan Tanpa Izin (Pembangunan Liar)
a. Semua pembangunan di wilayah Kawasan Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo harus mengikuti
peraturan yang berlaku, terkait dengan perijinan pembangunan;
b. Pembangunan yang tanpa dilengkapi dokumen Izin Mendirikan Bangunan tidak diperbolehkan untuk
dibanguan;
c. Pembangunan yang sudah dilakukan walaupun belum memiliki dokumen Izin Mendirikan Bangunan
akan mendapatkan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
G. Pemeliharaan Ruang Terbuka dan Fasilitas Umum Lingkungan
a. Pemerintah Daerah kewajiban untuk memelihara semua Ruang Terbuka Umum dan Fasilitas Umum
Lingkungan;
b. Pemeliharaan Ruang terbuka dan Fasilitas Umum Lingkungan menjadi tanggung jawab dari semua unsur
pembangunan.
H. Pembiayaan Pemeliharaan dan Perbaikan
a. Pemerintah daerah memiliki kewajiban utnuk melakukan pembiayaan dalam pembangunan fasilitas
umum;
b. Dalam upaya perbaikan fasilitas umum merupakan kewajiban pemerintah daerah;
c. Masyarakat berhak untuk melakukan pembangunan atau perbaikan fasilitas umum setelah
mendapatkan ijin dari pemerintah daerah.
Bab vi PEDOMAN PENGENDALIAN PELAKSANAAN
!Laporan Akhir Penyusunan RTBL Kawasan Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo| VI - 4
I.
Penegakkan hukum (law enforcement) pengelolaan
a. Penegakan hukum pengelolaan merupakan kewajiban bagi pemerintah daerah untuk menegakkannya;
b. Dalam upaya penegakan hukum pemerintah daerah dapat dibantu oleh instansi yang memiliki
wewenang dalam penegakan hukum;
c. Masyarakat berhak untuk memberikan informasi terhadap penyalahgunaan hukum terhadap
pemerintah daerah;
d. Masyarakat berhak dalam melakukan tindakan penegakan hukum dengan didampingi oleh instansi
penegakan hukum.
6.2.1.2 PERATURAN KHUSUS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN KAVELING DAN RUANG PUBLIK
A. Koordinasi Persetujuan dan Persyaratan Penggunaan
a. Semua unsur pembangunan berhak untuk melakukan penggunaan dan pemanfaatan ruang publik sesuai
peraturan yang berlaku;
b. Dalam pemanfaatan kaveling harus mendapatkan ijin dari pemerintah daerah;
c. Penggunaan kaveling untuk pembangunan bangunan harus mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan dari
instansi setempat;
B. Manajemen Gangguan
a. Pengunaan fasilitas baik umum dan pribadi harus memperhatikan aspek kenyamanan bersama;
b. Setiap bangunan harus memiliki ijin gangguan yang dikeluarkan oleh instansi yang telah ditunjuk;
c. Setiap penggunaan kaveling tidak boleh mengganggu wilayah kaveling milik orang lain;
d. Pengaturan pengunaan lahan harus sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dalam RTBL
Kawasan Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo.
C. Manajemen Aksesibilitas Umum
a. Aksesibilitas umum berupa jalan umum, jalur pejalan kaki, dan aksesibilitas umum lainnya merupakan
kewajiban pemerintah daerah untuk menyediakanya;
b. Pengelolaan aksesibilitas umum menjadi tanggung jawab pemerintah daerah melalui instansi yang telah
ditunjuk dalam penelolaannya dan masyarakat yang terkait;
c. Semua fasilitas aksesibilitas umum tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi ataupun golongan;
d. Pemanfaatan fasilitas aksesibilitas umum untuk kepentingan pribadi atau golongan harus memalui
persetujuan dari pejabat yang berwenang.
D. Kebersihan dan Pembuangan Sampah/ Limbah
a. Pemerintah melalui instansi yang telah ditunjuk berkewajiban untuk menyediakan sarana persampahan
untuk mengatur jaringan persampahan;
b. Dalam setiap bangunan umum harus memiliki fasilitas kebersihan dan persampahan yang terintegrasi
dengan jaringan persampahan terpusat yang kemudian dikelola secara mandiri oleh Pemerintah
Kabupaten Purworejo;
c. Masyarakat berkewajiban menjaga kebersihan lingkungan dan menyediakan fasilitas kebersihan di lahan
pribadinya melalui pengelolaan sampah mandiri;
d. Setiap unit bangunan fasilitas perdagangan harus menyediakan tong sampah bagi masyarakat yang
menggunakan pedestrian yang mudah diangkut dan memudahkan pelayanan pengambilan sampah oleh
pengelola sampah;
e. Bangunan fasilitas perkantoran minimal menyediakan satu bak sampah yang mudah dicapai
pengambilan sampahnya dan setiap ruang wajib untuk menyediakan keranjang sampah;
f. Sepanjang pedestrian/ trotoar pada jarak ± 20 meter disediakan tong sampah yang dibuat dari bahan
tahan karat dan mudah dijangkau pengelola sampah;
g. Rencana pembuangan sampah adalah sampah ditampung pada tong‐tong sampah kemudian diambil
oleh truk‐truk sampah untuk selanjutnya dikelola oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Purworejo.
E.
Pengelolaan Utilitas dan Fasilitas
Pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk menyediakan utilitas dan fasilitas umum di Kawasan
Kecamatan Kutoarjo. Penggunaan utilitas dan fasilitas umum menjadi hak seluruh elemen pembangunan
untuk dapat menggunakan dan menjaganya.
1. Jaringan Air Bersih. Jaringan air bersih harus memenuhi persyaratan antara lain :
a. Jenis, mutu, sifat bahan dan penempatan instalasi harus memenuhi standar dan ketentuan lain yang
berlaku;
b. Pemilihan sistem dan penempatan instalasi harus disesuaikan dengan aman terhadap sistem
lingkungan, bangunan dan instalasi lain sehingga tidak saling mengganggu, membahayakan serta
memudahkan dalam pengamatan dan pemeliharaan;
c. Sebelum instalasi air minum dioperasikan harus dilakukan pengujian.
2. Jaringan Air Limbah. Jaringan air limbah harus memenuhi persyaratan antara lain :
a. Jenis, mutu, sifat bahan dan penempatan instalasi harus memenuhi standar dan ketentuan lain yang
berlaku;
b. Pengembangan sistem sanitasi lingkungan permukiman padat dengan menggunakan sistem IPAL
komunal pada lingkungan setempat;
c. Pemilihan sistem dan penempatan instalasi harus disesuaikan dengan aman terhadap sistem lingkungan,
bangunan dan instalasi lain sehingga tidak saling mengganggu, membahayakan serta memudahkan
dalam pengamatan dan pemeliharaan;
d. Sebelum air limbah dibuang harus dilakukan sistem filtering agar tercipta hasil buangan yang tidak
mengganggu ekologi air.
3. Jaringan Drainase. Jaringan drainase yang ada harus memenuhi persyaratan antara lain :
a. Jaringan drainase kota hanya digunakan sebagai saluran pembuangan air hujan;
b. Di dalam setiap pekarangan dibuat lubang biopori untuk menampung air hujan;
c. Saluran drainase harus cukup besar dan dapat mengalirkan air hujan dengan baik;
d. Untuk bangunan‐bangunan yang menggunakan saluran air hujan dengan konstruksi pipa, dibuat
sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kekokohan dan kekuatan bangunan;
4. Jaringan Listrik. Jaringan listrik yang ada harus memenuhi persyaratan antara lain:
a. Untuk bangunan umum atau khusus diwajibkan memiliki listrik darurat (genset) sebagai daya cadangan
yang sesuai dengan pelayanan;
b. Penempatan jaringan listrik harus aman terhadap keadaan sekitar/ aman bagi bangunan dan lingkungan
serta mudah dalam pengamatan dan pemeliharaan;
c. Sistem instalasi listrik harus disesuaikan dengan lingkungan bangunan lain sehingga tidak saling
mengganggu, merugikan dan membahayakan.
5. Jaringan Telepon. Jaringan telepon yang ada harus memenuhi persyaratan antara lain:
a. Jenis, mutu dan sifat‐sifat bahan dan peralatan instalasi yang dipergunakan harus memenuhi standar
dan ketentuan lain yang berlaku; Bab vi PEDOMAN PENGENDALIAN PELAKSANAAN
!Laporan Akhir Penyusunan RTBL Kawasan Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo| VI - 5
b. Pemilihan dan penempatan sistem instalasi harus aman terhadap lingkungan dan bagian bangunan lain
sehingga tidak saling mengganggu, merugikan dan membahayakan;
c. Proses pelaksanaan pemasangan instalasi memenuhi standar dan ketentuan teknis yang berlaku.
6.2.1.3 PERATURAN KHUSUS PENGELOLAAN DAN PERAWATAN : Peraturan Pengelolaan dan
Perawatan Kavling dan Ruang Publik
A. Pengelolaan, Penggunaan dan Perawatan Kavling dan Ruang Publik
a. Setiap pengelolaan, Penggunaan dan Perawatan kaveling merupakan tanggung jawab dari pemilik
kaveling;
b. Penggunaan dan pengelolaan kaveling pribadi harus memenuhi peraturan yang berlaku;
c. Pengelolaan dan perawatan Ruang publik merupakan wewenang pemerintah daerah untuk
melaksanakannya;
d. Pengunaan ruang publik merupakan hak semua unsur pembangunan;
e. Pengunaan ruang publik untuk kepentingan pribadi atau golongan harus sesuai dengan peraturan yang
berlaku terhadap ruang publik dan sudah mendapatkan persetujuan dari instansi yang berkaitan.
B. Koordinasi Kegiatan yang Diwadahi
a. Semua kegiatan yang dilakukan dalam penggelolaan dan perawatan kaveling dan ruang publik harus
berkoordinasi dengan instansi yang terkait;
b. Semua elemen pembangunan dalam pengelolaan dan perawatan kaveling dan ruang publik harus
berkoordinasi dengan baik.
C. Pengelolaan Kaki Lima
a. Pedagang kaki lima tidak diperbolehkan berdagang di luar area yang telah ditetapkan oleh pemerintah
daerah;
b. Keberadaan pedagang kaki lima tidak boleh mengganggu dan merusak aksesibilitas atau fasilitas umum.
D. Pengelolaan Sirkulasi Pejalan Kaki, Transportasi, Dan Sistem Parkir
a. Pengelolaan Sirkulasi Pejalan Kaki, Transportasi dan sistem parkir merupakan tanggung jawab
pemerintah
b. Semua pembangunan tidak boleh mengorbankan fasilitas Sirkulasi Pejalan Kaki, Transportasi dan sistem
parkir;
c. Pembuatan pintu masuk ke dalam bangunan yang mengorbankan jalur pejalan kaki harus melakukan
penggantian jalur pejalan kaki dengan model ramp dengan sudut 6º kearah kanan dan kiri di depan
pintu masuk dn pintu keluar kaveling;
d. Fasilitas transportasi tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi;
e. Penggunaan fasilitas transportasi untuk kepentingan pribadi harus mendapatkan ijin dari instansi yang
telah ditunjuk oleh pemerintah daerah;
f. Setiap bangunan publik harus menyediakan fasilitas parkir;
g. Penggunaan parkir di tepi jalan tidak boleh mengganggu sirkulasi jalan umum.
E. Manajemen Teguran/ Sanksi/ Denda dan Bonus/ Insentif/ Disinsentif/ Imbalan
a. Pengelolaan dan perawatan semua fasilitas harus sesuai dengan peraturan yang berlaku;
b. Pengelolaan dan perawatan fasilitas yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku dapat dikenakan
sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku;
c. Besar dan jenis sanksi yang dikenakan disesuaikan dengan abesarnya kesalahan dan dampak yang
diakibatkan.
6.2.1.4. PERATURAN KHUSUS PELAYANAN LINGKUNGAN : Peraturan Pelayanan Lingkungan
A. Koordinasi Layanan Kegiatan yang Diwadahi
a. Pelayanan lingkungan dilayanai oleh pemerintah daerah melalui instansi yang telah ditunjuk oleh
pemerintah daerh untuk melaksanakan pelayaan lingkungan;
b. Masyrakat memiliki hak untuk mendirikan organisasi untuk melayani lingkungan dan sesuai dengan
peraturan daerah yang berlaku.
B. Pengelolaan dan Layanan Kaki Lima
a. Pengelolaan Kaki Lima dikelola oleh pemerintah daerah;
b. Jangkauan pelayanan kaki lima merupakan hak dari tiap‐tiap kaki lima untuk mengembangkan usahanya
tanpa menganggu aktifitas umum;
c. Operasional dari kaki lima tidak boleh mengganggu kondisi lingkungan;
d. Layanan kaki lima yang menggunakan fasilitas umum diawasai penggunaannya oleh pemerintah daerah.
C. Pengelolaan Layanan Keamanan dan Keselamatan
a. Pengelolaan layanan keamanan dan keselamatan merupakan kewajiban semua unsur pembangunan;
b. Layanan keamanan dan keselamatan umum merupakan tangung jawab peerintah daerah dan instasni
yang terkait dalam hal pengamanan dan keselamatan umum;
c. Pelayanan dan keselamatan umum diproritaskan demi kenyamanan umum;
d. Pada ruang‐ruang publik harus disertai fasilitas keamanan dan keselamatan sebagai pengawas
keamanan dan keselamatan umum;
e. Setiap bangunan perdagangan dan jasa tinggi harus menyediakan fasilitas keamanan dan keselamatan;
f. Keamaan dan keselamatan lingkungan dapat dikelola secara swadaya oleh masyarakat sekitar sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
D. Manajemen Pelaksanaan Peraturan Layanan Fasilitas Umum
a. Semua fasilitas umum merupakan fasilitas yang dapat digunakan untuk kepentingan umum;
b. Pelaksanaan peraturan layanan fasilitas umum merupakan wewenang dari pemerintah daerah yang
disesuaikan dengan peraturan yang terlah berlaku;
c. Semua peraturan yang digunakan sebagai panduan pelaksanaan layanan fasilitas umum harus
disosialisasikan kepada publik;
d. Pemerintah daerah dalam pelaksanaan peraturan layanan fasilitas umum dapat dibantu oleh pihak lain
setelah mendapatkan persetujuan dari Bupati Purworejo.
E. Manajemen Teguran/ Sanksi/ Denda dan Bonus/ Insentif/ Disinsentif/ Imbalan
a. Peraturan pelayanan lingkungan ditetapkan oleh pemerintah daerah setelah mendapatkan persetujuan
dari beberapa tenaga ahli dan sudah mendapatkan persetujuan publik;
b. Semua pelaksanaan peraturan dilaksanakan oleh pemerintah daerah melalui instansi yang terkait;
c. Penggunaan layanana lingkungan yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku dapat dikenakan
sanksi sesuai dengan besarnya kesalahan dan dampak yang diakibatkan.
Bab vi PEDOMAN PENGENDALIAN PELAKSANAAN
!Laporan Akhir Penyusunan RTBL Kawasan Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo| VI - 6
6.2.2 Prosedur Perubahan Pemanfaatan Ruang
6.2.2.1 PERATURAN KHUSUS PEMBAHARUAN/ PERBAIKAN : Peraturan Pembaharuan Aset
A. Koordinasi Pembaharuan/ Perbaikan
a. Pembaharauan dan perbaikan terhadap aset yang dimiliki oleh pemerintah daerah harus melalui
persetujuan dari Bupati atau pejabat yang diberi wewenang untuk melakukannya;
b. Pembaharauan yang dilakukan oleh instansi tertentu harus berkoordinasi dengan instansi yang terkait
dengan baik ;
c. Koordinasi pembaharuan aset milik umum hasrus disosialisasikan kepada masyarakat umum;
d. Masyarakat berhak untuk memberika apresiasi dalam pembaharuan aset milik umum.
B. Manajemen Resiko dan Nilai Aset terhadap Kebutuhan
a. Pelayanan lingkungan harus disesuaikan dengan tingkat kebutuhan;
b. Manajemen nilai aset milik umum diakukan oleh instansi yang terkait;
c. Transparansi nilai aset milik umum harus dilakukan oleh pemerintah daerah ke publik.
C. Perubahan/ Penambahan dan Renovasi/ Perbaikan
C.1. Metoda Perbaikan Bangunan
1. Kategori Kerusakan
1.1. Kerusakan Ringan Non‐Struktur
Suatu bangunan dikategorikan mengalami kerusakan nonstruktur apabila terjadi hal‐hal sebagai
berikut :
a. Retak halus (lebar celah lebih kecil dari 0,075 cm) pada plesteran
b. Serpihan plesteran berjatuhan
c. mencakup luas yang terbatas
Tindakan yang perlu dilakukan adalah perbaikan (repair) secara arsitektur tanpa mengosongkan
bangunan.
1.2. Kerusakan Ringan Struktur
Suatu bangunan dikategorikan mengalami kerusakan struktur tingkat ringan apabila terjadi hal‐
hal sebagai berikut :
a. Retak kecil (lebar celah antara 0,075 hingga 0,6 cm) pada dinding.
b. Plester berjatuhan.
c. Mencakup luas yang besar.
d. Kerusakan bagian‐bagian nonstruktur seperti cerobong, lisplang, dsb.
e. Kemampuan struktur untuk memikul beban tidak banyak berkurang.
f. Laik fungsi/huni
Tindakan yang perlu dilakukan adalah perbaikan (repair) yang bersifat arsitektur agar daya tahan
bangunan tetap terpelihara. Perbaikan dengan kerusakan ringan pada struktur dapat dilakukan
tanpa mengosongkan bangunan.
1.3. Kerusakan Struktur Tingkat Sedang suatu bangunan dikategorikan mengalami kerusakan
struktur tingkat sedang apabila terjadi hal‐hal sebagai berikut :
a. Retak besar (lebar celah lebih besar dari 0,6 cm) pada dinding;
b. Retak menyebar luas di banyak tempat, seperti pada dinding pemikul beban, kolom;
cerobong miring; dan runtuh;
c. Kemampuan struktur untuk memikul beban sudah berkurang sebagian;
d. Laik fungsi/huni.
Tindakan yang perlu dilakukan adalah :
a. Restorasi bagian struktur dan perkuatan (strenghtening) untuk menahan beban gempa;
b. Perbaikan (repair) secara arsitektur;
c. Bangunan dikosongkan dan dapat dihuni kembali setelah proses restorasi selesai.
1.4. Kerusakan Struktur Tingkat Berat Suatu bangunan dikategorikan mengalami kerusakan
struktur tingkat berat apabila terjadi hal‐hal sebagai berikut :
a. Dinding pemikul beban terbelah dan runtuh;
b. Bangunan terpisah akibat kegagalan unsur‐unsur pengikat;
c. Kira‐kira 50% elemen utama mengalami kerusakan;
d. Tidak laik fungsi/huni. Tindakan yang perlu dilakukan adalah merubuhkan bangunan. Atau
dilakukan restorasi dan perkuatan secara menyeluruh sebelum bangunan dihuni kembali.
Dalam kondisi kerusakan seperti ini, bangunan menjadi sangat berbahaya sehingga harus
dikosongkan.
1.5. Kerusakan Total Suatu bangunan dikategorikan sebagai rusak total / roboh apabila terjadi hal‐
hal sebagai berikut :
a. Bangunan roboh seluruhnya ( > 65%).
b. Sebagian besar komponen utama struktur rusak.
c. Tidak laik fungsi/ huni Tindakan yang perlu dilakukan adalah merubuhkan bangunan,
membersihkan lokasi, dan mendirikan bangunan baru.\
2. Jenis Perbaikan
Perbaikan bangunan pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga jenis :
a. Perbaikan Arsitektur (Repair). Tujuannya adalah mengembalikan bentuk arsitektur bangunan
agar semua perlengkapan/peralatan dapat berfungsi kembali. Tindakan‐tindakan yang termasuk
jenis ini :
• Menambal retak‐retak pada tembok, plesteran, dll.
• Memperbaiki pintu‐pintu, jendela‐jendela, mengganti kaca, dll.
• Memperbaiki kabel‐kabel listrik.
• Memperbaiki pipa‐pipa air, pipa gas, saluran pembuangan.
• Membangun kembali dinding‐dinding pemisah, cerobong, pagar, dll.
• Memplester kembali dinding‐dinding.
• Mengatur kembali genteng‐genteng.
• Mengecat ulang, dll.
b. Restorasi (Restoration). Tujuannya melakukan perbaikan pada elemen‐elemen struktur penahan
beban. Tindakan‐tindakan yang termasuk jenis ini :
• Menginjeksikan air semen atau bahan‐bahan epoxy (bila ada) ke dalam retak‐retak kecil
yang terjadi pada dinding pemikul beban, balok, maupun kolom. Retak kecil adalah retak
yang mempunyai lebar celah antara 0,075 cm dan 0,6 cm.
• Penambahan jaringan tulangan pada dinding pemikul, balok, maupun kolom yang
mengalami retak besar kemudian diplester kembali. Retak besar adalah retak yang
mempunyai lebar celah lebih besar dari 0,6 cm.
• Membongkar bagian‐bagian dinding yang terbelah dan menggantikannya dengan dinding
baru dengan spesi yang lebih kuat dan dijangkar pada portal.
c. Perkuatan (Strengthening). Tujuannya meningkatkan kekuatan struktur dibandingkan dengan
kekuatan semula. Tindakan‐tindakan yang termasuk jenis ini :
1. Menambah daya tahan terhadap beban lateral dengan jalan menambah dinding,
menambah kolom, dll. Bab vi PEDOMAN PENGENDALIAN PELAKSANAAN
!Laporan Akhir Penyusunan RTBL Kawasan Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo| VI - 7
2. Menjadikan bangunan sebagai satu kesatuan dengan jalan mengikat semua unsur penahan
beban satu dengan lainnya.
3. Menghilangkan sumber‐sumber kelemahan atau yang dapat menyebabkan terjadinya
konsentrasi tegangan di bagian‐bagian tertentu :
a. Penyebaran letak kolom yang tidak simetris.
b. Penyebaran letak dinding yang tidak simetris.
c. Beda kekakuan yang menyolok antara lantai yang satu dengan yang lainnya.
d. Bukaan‐bukaan yang berlebihan.
4. Menghindarkan terjadinya kehancuran getas dengan cara memasang tulangan sesuai
dengan detail‐detail untuk mencapai daktilitas yang cukup.
3. Teknik Restorasi
3.1. Teknik Restorasi Pada Dinding
1. Pengisian bagian yang retak (tidak dalam) dengan adukan semen.
2. Jaringan kawat ayam pada bagian yang retak (dalam)
3.2. Teknik Restorasi pada Kolom
1. Untuk kolom yang mengalami retak sedang, bagian yang rusak dibobok dan dibersihkan,
setelah itu dicor kembali.
2. Untuk kolom yang rusak berat, yaitu kolom yang berkurang kekuatannya berdasarkan
pengamatan dan perhitungan, bagian yang rusak dibobok dan setelah itu (kalau perlu)
kolom dibungkus dengan tambahan tulangan baru dan sengkang, kemudian dicor
kembali.
4. Teknik Perkuatan
4.1. Teknik Perkuatan Bangunan Tembok
1. Perkuatan dengan tulangan
2. Perkuatan dengan anyaman
3. Perkuatan dengan seng tebal yang diberi lubang paku seperti parutan
4.2. Teknik‐Teknik Perkuatan Konstruksi Beton Bertulang
1. Teknik untuk Meningkatkan Kekuatan dapat dilakukan dengan cara :
a. Dinding pengisi
b. Dinding sayap
c. Ikatan silang
d. Sokongan
2. Teknik untuk Meningkatkan Daktilitas dapat dilakukan dengan cara :
a. Pembungkus Plat Baja
b. Besi Strip dan Plat Baja
c. Jaringan tulangan
d. Sengkang yang rapat
5. Metode Perbaikan Struktur
Pada bagian ini diberikan metode perbaikan kerusakan struktural dan nonstruktural dari rumah yang
rusak akibat goncangan gempa bumi. Metode kerusakan diberikan sesuai dengan tipe kerusakan
yang sering terjadi pada rumah tinggal yang rusak akibat gempa menurut hasil penelitian
dilapangan.
5.1. Tipe kerusakan
Dari hasil pengamatan kerusakan yang dilakukan selama berapa tahun pada bangunan rumah
tinggal, maka dapat dikelompokkan kerusakan menjadi 9 tipe, yaitu;
a. Tipe kerusakan dinding akibat beban tegak lurus bidang dinding,
b. Tipe dinding retak pada setiap sudut bukaan,
c. Tipe dinding terpisah pada sudut dan pertemuan,
d. Tipe dinding hancur pada pertemuan sudut,
e. Tipe dinding terpisah pada sudut dan pertemuan,
f. Tipe retak diagonal pada dinding yang terjadi melalui siar,
g. Tipe retak diagonal pada dinding yang terjadi melalui siar,
h. Tipe retak diagonal pada dinding yang terjadi melalui unsur penyusunnya (bata atau
batako),
i. Tipe rangka atap lepas dari dudukannya,
j. Tipe kegagalan pada pertemuan balok dan kolom beton bertulang, tipe mutu bahan dan
mutu pengerjaan yang buruk.
5.2. Sebab‐Sebab Kerusakan
Kerusakan pada bangunan dengan konstruksi pasangan tanpa perkuatan pada umumnya
disebabkan oleh:
a. Bangunan relatif berat
b. Bangunan tidak daktail
c. Bangunan tidak kuat menahan tarikan yang terjadi akibat gaya gempa yang bekerja di arah
tegak lurus bidang dinding.
Kerusakan pada bangunan dengan konstruksi pasangan dengan perkuatan pada umumnya
disebabkan oleh:
a. Tidak ada angkur untuk mengikat antara dinding dengan elemen perkuatannya (kolom dan
balok).
b. Tidak ada elemen perkuatan untuk bidang dinding yang luasnya ≥ 6m2.
c. Detail penulangan yang tidak benar pada pertemuan elemen‐elemen perkuatan.
d. Mutu beton dari konstruksi rangka balok dan kolom sangat rendah.
e. Diameter dan total luas penampang tulangan yang dipasang terlalu kecil, jarak antar
sengkang yang dipasang terlalu besar.
5.3. Metode Perbaikan dan Perkuatan
a. Perbaikan dinding retak diagonal dan dinding retak pada sudut bukaan‐bukaan
1. Untuk retak kecil (retak dengan lebar celah antara 0,075 cm dan 0,6 cm:
-
Plesteran lama di sekitar retak dikupas lalu retak tersebut diisi dengan air semen.
-
Setelah celah rapat dinding diplester kembali dengan campuran spesi 1 semen : 3
pasir.
2. Untuk retak yang besar (retak yang mempunyai lebar celah lebih besar dari 0,6 cm):
-
Plesteran lama di sekitar retak dikupas lalu retak tersebut diisi dengan air semen.
-
Setelah celah rapat, pada bagian bekas retakan dipasang kawat anyaman yang
dipaku kuat.
-
Dinding diplester kembali dengan campuran spesi 1 semen : 3 pasir.
b. Perbaikan dan perkuatan dinding hancur
Dibuat balok pondasi, balok keliling dan kolom praktis lengkap dengan angkur‐angkur
setiap 10 lapis bata ke dinding baru. Panjang angkur minimum 30 cm.
Bab vi PEDOMAN PENGENDALIAN PELAKSANAAN
!Laporan Akhir Penyusunan RTBL Kawasan Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo| VI - 8
c. Perbaikan rangka atap yang lepas dari dudukannya
Jika kolom tempat tumpuan kuda‐kuda tidak roboh, hanya sambungan saja yang terlepas,
kuda‐kuda diangkur ke kolom atau balok keliling dengan baik. Bila kolom tempat
bertumpunya kuda‐kuda roboh langkah yang haus dilakukan adalah :
- Buat kolom baru lengkap dengan angkur untuk ke dinding dan diikat ke balok keliling
serta balok pondasi dengan baik.
- Ikat kuda‐kuda dengan kolom.
d. Perbaikan pada pertemuan balok dan kolom praktis
Langkah‐langkah perbaikan sebagai berikut:
- Balok praktis harus ditunjang terlebih dulu dengan perancah /rangka dari kayu balok
5/10 cm.
- Beton yang mengalami retak‐retak dibongkar sedemikian rupa sehingga tulangan pada
balok dan kolom terlihat bebas.
- Tulangan memanjang pada balok dan kolom yang mengalami tekuk/bengkok, dirapihkan
dan atau dipotong dan diganti dengan yang baru.
- Penyambungan tulangan memanjang yang lama dan yang baru harus memperhatikan
ketentuan panjang penyaluran yaitu 40 d (d = diameter tulangan memanjang).
- Tulangan sengkang yang rusak pada balok dan kolom diganti dengan yang baru yang
memiliki kekuatan tarik sama dengan yang terpasang.
- Permukaan beton dan besi tulangan dibersihkan dari debu yang mengganggu kelekatan
beton lama dan baru.
- Pasang bekisting bisa dari papan 2/20 atau multiplek.
- Lakukan cor beton baru dengan mutu yang sama dengan mutu beton lama atau
campuran 1 semen : 2 pasir : 3 kerikil.
e. Perbaikan kolom praktis yang rusak
Balok ditunjang terlebih dulu dengan menggunakan perancah dari kayu, kemudian lakukan
seperti prosedur butir c di atas.
f. Penambahan balok baru pada kolom terpasang dan penambahan dan kolom baru pada
balok terpasang
Bobok kolom yang telah terpasang (kolom lama) sampai dengan kedalaman 6 d (d =
diameter tulangan memanjang balok), dan bersihkan dari debu yang akan mengganggu
melekatnya beton lama dengan yang baru. Buat perancah dari kayu untuk menunjang
pemasangan tulangan balok baru dengan ketingian sesuai rencana.
g. Perbaikan pada kolom struktural yang rusak di bagian atas
Langkah‐langkah yang harus dilakukan adalah :
- Balok yang berada diantara kolom yang akan diperbaiki di tunjang dengan mengunakan
perancah.
- Beton pada kolom dibongkar seluruhnya sehingga yang tersisa hanya tulangannya saja.
- Tulangan yang bengkok dirapihkan kembali dan yang telah leleh diganti dengan yang
baru. Tulangan sengkang dirapihkan dengan jarak sesuai dengan aslinya dan yang
rusak/putus diganti dengan yang baru.
- Pemasangan tulangan baru, tulangan yang leleh dipotong dan ganti dengan yang baru
dengan diameter dan kekuatan tarik yang sama seperti aslinya.
- Pasang bekisting dan kolom di cor kembali dengan adukan beton baru yang memiliki
kekuatan tekan yang sama dengan aslinya.
h. Perbaikan kolom struktural yang retak akibat kegagalan geser
Apabila tulangan memanjang tidak mengalami melengkung atau leleh, maka perbaikan
dengan prosedur sebagai berikut:
- Bongkar seluruh selimut beton pada kolom.
- Bersihkan permukaan kolom setelah dihilangkan selimut betonnya dari debu dengan
mengunakan sikat kawat dan disemprot dengan kompresor.
- Perbaiki jarak sengkang (tambah sengkang baru bila perlu).
- Pasang bekisting dan cor kolom tersebut dengan adukan beton baru yang memiliki
kekuatan tekan yang sama dengan aslinya.
6. Perbaikan Bangunan
a. Perbaikan bangunan ditujukan untuk memelihara karakter kawasan atau wilayah yang sudah
memiliki karakter khusus;
b. Perbaikan bangunan menggunakan metode Perbaikan Arsitektur (repair)
c. Pelestarian arsitektur bangunan lokal yang memiliki ciri khas arsitektur Jawa‐Kolonial harus
tetap dipertahankan terutama pada kawasan Jalan Masjid dan sekeliling Kecamatan Kutoarjo
yang masih banyak terdapat bangunan bercirikhaskan tersebut;
d. Pelestarian arsitektur lokal bangunan Jawa‐ Kolonial dilakukan dengan tetap mempertahankan
nilai karakter dari arsitektur lokal tanpa menghalangi perkembangan arsitektur bangunan;
e. Penyebarluasan gaya arsitektur bangunan lokal dan bangunan khusus terhadap pembangunan
bangunan dan lingkungan merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah.
C.2 Perbaikan Lingkungan
a. Perbaikan lingkungan dilakukan untuk menjaga pelestarian lingkungan;
b. Tujuan dari pelestarian lingkungan adalah untuk :
− Melindungi kawasan budaya/bersejarah sebagai urban artefak;
− Menjamin variasi dalam bangunan perkotaan sebagai tuntutan aspek estetis dan budaya
masyarakat;
− Bangunan yang dilestarikan dapat meningkatkan nilai dan investasi sehingga memiliki nilai
komersial;
− Bentuk fisik merupakan identitas atau sense of place dari suatu kelompok masyarakat yang
pernah menjadi bagian dari suatu kota.
c. Pembenahan saluran Irigasi kota sebagai salah satu wujud konservasi air
D. Manajemen Insentif/ Disinsentif/ Imbalan dalam Pembaharuan/ Perbaikan Aset
a. Dalam hal pembaharuan/perbaikan aset yang bersifat untuk kepentingan umum harus melalui
persetujuan dari pemerintah daerah;
b. Masyarakat yang telah melakukan pembaharuan/perbaikan aset yang dapat digunakan untuk
kepentingan umum dan bermanfaat berhak untuk mendapatkan penghargaan dari pemerintah daerah;
c. Barang siapa melakukan pembaharuan /perbaikan bangunan khusus tanpa ijin dari pemerintah daerah
dapat dikenakan sanksi seberat‐beratnya sesuai dengan keputusan Bupati Purworejo./
DAFTAR PUSTAKA
Bangunan dan Lingkungan, Ditjen Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta
D.K.Ching, Architecture Form, Space and Order
Departemen Pekerjaan Umum. 2009. Modul Sosialisasi RTBL. Direktorat Penataan
Hamid Shirvani, The Urban Design Process
Ir.Rustam Hakim dengan Buku Unsur Perancangan dalam Arsitektur Lansekap
Lynch, Kevin, 1960, The Image Of The City, The MIT Press, Cambridge
Lynch, Kevin, 1984, Good City Form, The MIT Press, Cambridge
Shirvani, Hamid, 1985, The Urban Design Process, Van Nostrand Reinhold, New York
Trancik, Roger. 1986, Finding Lost Space : Theories of Urban Design. New York. Nostrand Reinhold.
Wedel Berry, Good Neighbour Building Next to History, Design Guidelines Handbook
Zahnd, Markus.2008. Perancangan Kota secara Terpadu , Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
http://id.wikipedia.org/wiki/K%C3%B6ln
PERATURAN:
RTRW Kabupaten Purworejo Tahun 2011‐2013
RDTR Kabupaten Purworejo – Kutoarjo Tahun 2011‐2013
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007, Tanggal 16 maret 2007,Tentang Pedoman Umum Tata Bangunan dan Lingkunga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar