Powered By Blogger

Jumat, 05 Juni 2020

Membaca dan memahami sejarah harus pakai kacamata Kesadaran (Pure Consciunnesss)

Tidak kurang 7 kali allah menyuruh manusia untuk mempelajari kehidupan umat masa lampau untuk mengambil petunjuk dan pelajaran serta hikmahnya seperti di surat Yusuf ayat 111, surat Thaha ayat 99, suraat Ali Imron ayat 137, surat Al isra ayat 77,  surat Al Ahzab ayat 62, surat Hud ayat 120, suraat Al Anfal ayat 33, surat An Naml Ayat 69..

Banyak hikmah atau pelajaran yang dapat diambil dari kejadian di masa lalu atau sejarah untuk masa kini dan masa depan. 
Hikmah dan pelajaran yang baik untuk diteladani, hikmah dan pelajaran yang buruk untuk dijauhi dan tidak diulang.

Rasulullah bersabda : "Hikmah itu adalah barang yang hilang milik orang yang beriman. Di mana saja ia menemukannya, maka ambillah". (HR at-Tirmidzi).

Dalam kitab al-Misbah, Al-Biqa'i mengatakan, : "hikmah adalah mengetahui yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan. Ia adalah ilmu amaliah dan amal ilmiah, artinya ia adalah ilmu yang didukung oleh amal dan amal yang tepat yang didukung oleh ilmu."
Imam al-Ghazali dalam kitabnya, Ihya' Ulumiddin, : "memahami kata hikmah dalam arti pengetahuan tentang sesuatu yang paling utama. Ilmu yang paling utama dan wujud yang paling agung adalah Allah. Jika demikian, tulis al-Ghazali, Allah adalah hakim yang sebenarnya." 
Sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur'an, "Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya?" (QS at-Tin 95: 8).

Allah SWT mendorong kita untuk mengambil hikmah dari masa lalu/sejarah dengan membaca sejarah, baik dan buruknya tanpa tendensi tendensius, ego dan pengultusan. 

Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman, ”Katakanlah (wahai Muhammad) kepada orang-orang yang tertutup mata hati dan pikirannya(Kafarat), berjalanlah kalian semua di muka bumi, kemudian lihatlah, bagaimana akibat buruk yang menimpa umat-umat pendosa di masa lalu." (QS an-Naml 27: 69).
Ayat ini turun berkenaan dengan kelakuan orang-orang tertutup mata hati dan pikirannya di Makkah yang dihadapi Nabi Muhammad yang tidak mau melihat atau menengok kembali kejadian di masa lalu/sejara untuk diambil hikmahnya. 
Misalnya, melihat negeri-negeri para nabi, seperti Yaman, Syam, dan Hijaz Di tempat-tempat tersebut, ada banyak kaum seperti Ad, Tsamud, dan lainnya yang dihancurkan Allah karena durhaka kepada-Nya dan berbuat kerusakan. Tujuannya, agar mereka tidak melakukan hal yang sama hingga berakibat sama pula dengan mereka.
Orang Makkah sebetulnya sering kali melewati tempat-tempat bersejarah itu untuk berdagang. Namun, mereka tidak merenungkan apa yang mereka lihat di perjalanan itu. Mereka terlalu sibuk dengan urusan dunia, hingga lupa urusan akhirat, berkaitan dengan aspek Ketuhanan (tauhid). Akibatnya, seruan Nabi untuk kembali mengingat Allah dan beragama secara benar, dianggap angin lalu dan sambil lalu. Bahkan mereka malah mengejeknya, dan mencurigainya akan merongrong kedudukan sosial-ekonominya di Makkah.
Belajar sejarah untuk diambil hikmahnya adalah bagian penting untuk meningkatkan kualitas hidup kita. 
Dengan belajar sejarah, kita tidak akan mengulangi kesalahan yang sama yang berakibat negatif dan fatal bagi kita. 

Nabi Muhammad SAW pernah mengatakan : "bahwa seorang mukmin sejati itu tidak akan pernah jatuh pada lubang yang sama untuk kedua kalinya" (HR Muslim).
Ini artinya, seorang mukmin akan selalu "eling lan Waspodo" dalam berbicara dan bertindak. Serta selalu mengintrospeksi dan mengevaluasi diri. 
Hal ini sebagaimana ditegaskan Nabi dalam sabdanya : "Hisablah (introspeksilah) diri kalian, sebelum kalian dihisab (di akhirat)." (HR al-Bukhari).
Ibnu Hajar dalam kitabnya, Fath al-Bari, mengatakan, Rasulullah menyuruh setiap mukmin selalu ingat dan waspada dalam kehidupan ini, jangan sampai lalai, dan hendaklah mengambil pelajaran dari kejadian yang telah berlalu/sejarah. 
Keutamaan orang beriman terletak pada kemampuannya mengambil manfaat dan pelajaran dari setiap nasihat dan pengalaman(masa lalu/ sejarah).

Membaca dan memahami Sejarah itu memang harus pakai kacamata Kesadaran murni alias Pure consciunnesss

Membaca dan memahami Sejarah itu harus netral dan lepas dari ego jg pengultusan.
Karena Sejarah masing-masing penulis baik lawan atau kawan akan ada sisi subyektivitas.

Kalau kita melihat lebih luas, sejarah yang ditulis versi barat mengesankan bahwa Diponegoro ditulis dg dipojokkan sebagai pribadi yang egois yang mudah bereaksi dan hanya mementingkan kepentingan pribadi.

Kita bisa lihat betapa efektif nya barat mencuci otak pribumi dari 1830 sampai sekarang.

Bahkan ditulis dalam sebuah babat kedungkebo karya lawan dari Diponegoro yaitu cokronegoro I bahwa Diponegoro itu Ambisius dan penuh Keangkuhan, serta belum saatnya untuk melawan Belanda. Itu wajar dan syah2 aja karena yg menulis lawan politiknya jg lawan di Medan pertempuran dan wajar kalau ada sisi subyektivitas atau pembelaan diri, cokronegoro I jg mungkin lupa akan peristiwa di kokap Kulonprogo yang beliau begitu overacting mungkin salah satu alasan nya untuk menakut-nakuti lawan dan pengikut pangeran Diponegoro yg ada di masyarakat luas dengan memperlakukan seorang pangeran, putra raja yang sudah meninggal dunia secara tidak manusiawi tanpa memperdulikan kalau beliau paman dari temen berguru tarekat yaitu Diponegoro sendiri... Apakah ada kepentingan lainnya di balik itu?... Hualohualam bisawab..

Bagi saya tindakan pangeran Diponegoro sudah tepat untuk membela kaum lemah yg ditindas, menuntut hak dan keadilan, untuk terbebas dari kesewenang-wenangan, serta berdikari mandiri sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat penuh tanpa cengkeraman dan kontrol dari Belanda.

Perjuangan pangeran Diponegoro adalah  meneruskan perjuangan dan amanat leluhur nya seperti Sultan Agung Hanyokrokusumo dan Eyang Buyutnya Pangeran Mangkubumi alias Hamengkubuwono I, dimana nasib pangeran Mangkubumi lebih mujur daripada dirinya. Pangeran Mangkubumi berperang melawan Belanda dan saudaranya Raja Mataram waktu itu yaitu PB II dan PB III. Yang akhirnya Belanda memilih perundingan dan menghasilkan perjanjian Giyanti yg isinya Mataram terbagi dua yaitu kasunanan Surakarta Hadiningrat dan kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
Sayang nasib pangeran Diponegoro tidak semujur Eyang Buyutnya Hamengkubuwono I, bahkan Pangeran Diponegoro di klaim oleh berbagai pihak kalau beliau gegabah, Egois, ambisius dan angkuh.

Pangeran Diponegoro sadar bahwa yang dihadapi nya adalah saudaranya sendiri, maka beliau kadang menghindari peperangan antar saudara beliau lebih fokus menyerang Belanda.
Bahkan Raja kasunanan Surakarta Hadiningrat PB VI mendukung dan membiayai pangeran Diponegoro secara sembunyi-sembunyi, sekalipun akhirnya setelah Pangeran Diponegoro tertangkap, ada orang dalam kraton Surakarta yang melaporkan lalu PB VI dibuang ke Ambon sampai wafat disana. Oleh pemerintah Republik Indonesia PB VI diberikan gelar Pahlawan Nasional.

Untuk menghadapi perang Diponegoro, kas belanda sampai terkuras banyak sekali. Akhirnya Belanda mengalahkan Belanda dengan cara yang tidak ksatria.

Setelah pangeran Diponegoro ditipu, Belanda meminta ganti rugi kepada dua kerajaan yaitu kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan kasunanan Surakarta Hadiningrat untuk melepaskan wilayah nya untuk menjadi milik kolonial Belanda. Belanda memaksa Yogyakarta untuk melepaskan wilayah Ngayogyakarta Hadiningrat di luar kotanagari yaitu bang wetan dan bang kulon yg merubah tatanan admistrasi pemerintahan baru menghilangkan tatanan admistrasi lama, menciptakan tatanan admistrasi pemerintahan kolonial Belanda.

Perjuangan pangeran Diponegoro sama kayak perjuangan tokoh-tokoh lain di Nusantara yang harus melawan saudaranya sendiri, sebut saja Tuanku imam Bonjol di Sumatera barat yg terkenal dengan perang Padri. Imam Bonjol selain melawan Belanda juga berhadapan dg kaum adat
orang adat pasti menilai tuanku imam Bonjol negatif dan perusak tatanan adat yg sudah baku.

Menurut saya dengan pandangan kacamata yang netral, perjuangan pangeran Diponegoro didasari oleh Kesadaran bukan Ego apalagi ambisius dan Keangkuhan.. beliau rela meninggalkan kekayaannya yg melimpah ruah jg keluarga nya, beliau rela melepaskan gelar kebangsawanan dan status pangeran, bahkan beliau tidak mau menjadi Raja Jogja menggantikan ayahnya bila masih ada cengkeraman Belanda.
Pangeran Diponegoro adalah salah satu pendobrak, pelopor, dan pembangkit Kesadaran orang Nusantara menuju kemerdekaan Indonesia. Ada hikmah dan pelajaran yang dipetik dari beliau..
Bahkan kyai Hasyim Asy'ari pendiri NU mencetuskan resolusi jihad jg bersumber untuk meneruskan perjuangan Pangeran Diponegoro yang rentetan nya sampai terjadi peristiwa 10 November dan Kemerdekaan Republik Indonesia.

By. Nka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kutoarjo

Desa Tursino Kutoarjo di dalam kanccah perang jawa juga tercatat di Babad Kedungkebo Pupuh XXIX Dhandanggula bait syair nomor 23-56 karya Ngabehi Reksodiwiryo alias Kyai Adipati Tjokrojoyo alias R.A.A. Tjokronegoro I Bupati Pertama Purworejo

  Di Dalam Babad Kedungkebo Pupuh XXIX Dhandanggula bait syair nomor 23-56 karya Ngabehi Reksodiwiryo alias Kyai Adipati Tjokrojoyo alias R....

Kutoarjo