Powered By Blogger

Jumat, 05 Juni 2020

Bupati Kutoarjo yang Ke-2 (terhitung dari era koloniak Belanda) Mantan Pejuang Perang Jawa

R.M.T.. Soerokusumo Bupati Kutoarjo yang Ke-2 Mantan Pejuang Perang Jawa/Diponegoro.
Tapi bila dihitung dari kekalahan Pangeran Diponegoro di bulan Maret 1830 dan kabupaten semawung/Kutoarjo menjadi kekuasaan full pemerintahan kolonial Belanda, R.M.T. Soeroekoesomoe menggantikan mertuanya K.R.A.A. "Noto Negoro" Sawunggaling II.

Foto. Komplek makam keluarga Surokusuman di makam Ageng Loano.
Yang sekarang terletak di desa Loano, Kecamatan Loano, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah

R.M. Soerokusumo menjabat Regent/Bupati Koetoardjo sejak tahun 1858 - 1860 dengan Gelar R.M.T.. Soerokusumo.
Karena situasi dan kondisi kabupaten semawung dan sekitarnya masih banyak sisa-sisa pengikut pangeran Diponegoro yang melakukan "Kraman" yaitu kejahatan, perampokan, dan pembegalan kepada Belanda dan antek-anteknya dengan tujuan untuk mengganggu stabilitas ekonomi, politik, dan keamanan maka Belanda menganggap perlu untuk merangkul mantan pejuang perang Jawa/ Diponegoro, pengikut setia Pangeran Diponegoro untuk meredam pergolakan, salah satunya Dengan mengangkat R.M. Soerokusumo bin Pangeran Balitar menjadi Bupati/Regent afdeling Koetoardjo, yang dulu Koetoardjo menjadi bagian wilayah dari kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
R.M. Soerokoesomo sendiri adalah menantu Bupati Kutoarjo yang Pertama yaitu K.R.A Nottonegoro Sawunggaling kaping II.
pasca perang Diponegoro masih ada perlawanan-perlawanan kecil dari para pengikut pangeran Diponegoro juga ada tradisi "Kraman" yaitu perampokan, kejahatan, dan pembegalan terhadap Belanda dan antek-anteknya, tujuan Kraman adalah untuk mengganggu stabilitas ekonomi dan keamanan Belanda.

Soerokusumo yang memindahkan pusat pemerintahan dari Semawung ke senepo dengan luas tanah 8 hektar ditambah tanah wakaf dari seorang ulama dibangunlah masjid Al Izhar, alun-alun, pendopo kabupaten dan rumah Bupati, pendopo Kepatihan dan rumah Patih. Dan nama Kabupaten Semawung setelah 1830 diganti dengan nama Kabupaten "Koetoardjo", serta pusat pemerintahan dipindah dari Semawung daleman ke Senepo, serta senepo berganti nama menjadi Kutoarjo.

Ayah R.M. Soerokusumo yang bernama Pangeran Balitar juga adalah pengikut dan Pejuang Perang Diponegoro.

Foto. Makam Istri Pangeran Balitar di Makam Ageng Loano Surokusuman

Pada masa awal perang Diponegoro atau perang Jawa tahun 1825 Pangeran Balitar, Pangeran Adiwonoto surjodiputro, kyai mojo, dan pangeran surenglogo mereka membangun kekuatan di selarong sebelah barat Yogyakarta. Dalam waktu singkat terbentuk tiga batalion militer dengan seragam lengkap, pasukan ini dipimpin Ali Basyah Sentot parwirodirjo yang tidak lain kemenakan HB II.
Dari Selarong inilah telah direncanakan penyerbuan ke Yogyakarta. Serangan pun dilancarkan, pasukan dari Selarong ini terdiri dari 3 batalion.
Batalion pertama dipimpin oleh pangeran abubakar bertugas masuk dari Jogja melalui timur Jogja pasukan pangeran abubakar berhasil menguasai Pakualaman dan mengobrak-abrik perkampungan cina.

Pangeran Adinegoro yang memimpin pasukan batalion kedua memasuki kota Yogyakarta dari utara dan mengusai ruas jalan menuju Magelang.

Batalion ketiga dipimpin oleh Pangeran Balitar yang menyerbu dari selatan Yogyakarta sekaligus menerobos kraton Jogja.

Sayang kemenangan itu tidak berlangsung lama, dibawah pimpinan Jenderal De kock pasukan Belanda dengan pasukan kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat berhasil melakukan serangan balik pada 24 September 1825 . Pangeran abubakar, pangeran balitar, pangeran Joyokusumo, dan pangeran hadisuryo tertangkap, namun dikemudian hari mereka mendapatkan pengampunan oleh Jenderal De kock (djamhari, 204: 44, 49, 54).

Pangeran Diponegoro membawa pasukan ke selarong dan membangun kekuatan lagi yg didukung oleh masyarakat luas. Ketika pangeran Diponegoro membentuk pasukan di selarong. R.M. Soerokusumo bin Pangeran Balitar yang saat itu berusia 18 tahun  dipercaya menjadi wakil komandan batalyon, RM Soerokusumo terlibat dalam berbagai pertempuran hingga perang jawa berakhir tahun 1830.

Seusai perang Diponegoro, pangeran balitar dan putranya R.M. Soerokusumo memperoleh pengampunan dari Belanda, mereka di izinkan kembali ke Jogja dengan segala hak kebangsawanan nya, namun mereka tidak berkeinginan untuk kembali ke lingkungan Kraton, keputusan itu sebagai sikap protes karena kehidupan kraton tenggelam dalam cengkeraman juga kontrol belanda.

Pangeran Diponegoro menjadi epos di kalangan masyarakat Jawa, beliaulah simbol kepahlawanan, keperkasaan, penjaga kebenaran, serta menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa.
Sebagai pemimpin, Pangeran Diponegoro dianggap memiliki kepribadian yang kuat serta legimitasi yang tinggi karena mendapatkan daulat dan amanah dari masyarakat jawa. Barang siapa ada diseberang Pangeran, ialah sang Angkara murka penghalang cita-cita luhur dan mulia bangsa nilai-nilai tersebut dipertahankan oleh kalangan masyarakat Jawa juga Trah Balitaran dan Trah Soerokusumo sampai sekarang.

Foto. Makam R.M.T. Soerokusumo bin Pangeran Balitar.
K.R.A.A Soerokusumo adalah Bupati Kutoarjo yang Ke-2.

Setelah K.R.M.T. Soerokusumo Bupati Koetoardjo tidak diteruskan oleh keturunan Soerokusumo tapi Belanda mengganti dengan kerabat dekat Kraton Yogyakarta lainnya yang bernama K.R.M.T. Pringgoatdmojo.

Makam R.M.T. Soerokusumo bersama ibunya istri dari Pangeran Balitar ada di wilayah Kasunanan Surakarta, tepatnya di desa Loano. Karena Pangeran Balitar bin HB I mendapatkan Lemah Lungguh untuk Pangeran Yogyakarta di Loano.

R.M.T. Soerokusumo banyak menurunkan keturunan-keturunan yang mewarnai blantika Perjuangan Nasional, Kemerdekaan RI, dan perpolitikan Nasional sebut saja Jenderal Sarwo Edhie Wibowo, R.M.A.A. Koesoemo Oetoyo, Jenderal unggul, Suparjo rustam, Rusmin Nuryadin dan sebagainya.


Almanak Nederlands Indie Tahun 1859 disitu tertulis Bupati Kutoarjo adalah Raden Tumenggung Ario Soerokoesomoe
 
Almanak Nederlandsch Indie Tahun 1865, yang disitu tertulis Bupati Kutoarjo R.M.T. PringgoAdmodjo dilantik menjadi Bupati Kutoarjo 21 Juni 1860. yang bisa ditarik kesimpulan R.M.A. Soeroekoseomo menjabat bupati kutoarjo berakhir di tahun 1860 dan digantikan oleh R.M.T. Pringgo Admodjo


By. N. Kumolo Adi

Sumber Referensi :
  • Narasumber Ahli waris
  • Ramadhan KH, Buku "Perjalanan Anak Bumi" Biografi R.M.A.A. Koesoema Oetoyo
  • Buku Bappeda tingkat II disusun tahun 1982
  • Penadi, Radix, 1993 menemukan kembali jati diri bagelen. Lembaga study dan pengembangan sosial budaya. Purworejo
  • Doorn. C.L. Schets Van De Ecomomiche ontwikkeling der Afdeeling Poerworejo.
  • (Residentie kedoe) Weltervreden, G. Kolffs Co., 1926: 17 dikutip dari PM. Laksono, tradition in Javanese Sosial Sturcure kingdom and Countryside, Yogyakarta : Gajah mada university press 1990.
  •  Djamhari, Saleh Asad. 2014 strategi menjinakkan Diponegoro: stelsel benteng 1827-1830. Depok: komunitas Bambu.
  •  Almanak Nederlands Indie Tahun 1859 disitu tertulis Bupati Kutoarjo adalah Raden Tumenggung Ario Soerokoesomoe.
  •  Almanak Nederlandsch Indie Tahun 1865, yang disitu tertulis Bupati Kutoarjo R.M.T. PringgoAdmodjo dilantik menjadi Bupati Kutoarjo 21 Juni 1860. yang bisa ditarik kesimpulan R.M.A. Soeroekoseomo menjabat bupati kutoarjo berakhir di tahun 1860 dan digantikan oleh R.M.T. Pringgo Admodjo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kutoarjo

Desa Tursino Kutoarjo di dalam kanccah perang jawa juga tercatat di Babad Kedungkebo Pupuh XXIX Dhandanggula bait syair nomor 23-56 karya Ngabehi Reksodiwiryo alias Kyai Adipati Tjokrojoyo alias R.A.A. Tjokronegoro I Bupati Pertama Purworejo

  Di Dalam Babad Kedungkebo Pupuh XXIX Dhandanggula bait syair nomor 23-56 karya Ngabehi Reksodiwiryo alias Kyai Adipati Tjokrojoyo alias R....

Kutoarjo