Powered By Blogger

Kamis, 06 Agustus 2020

SAYID HASAN MUNADI ALIAS K.R T. DULLAH SAMPARWADI PEMIMPIN PASUKAN SURONOTO KESATUAN PERANG PANGERAN DIPONEGORO

Foto. Makam menantu Hamengkubuwono II "Dullah" Samparwadi alias Sayyid Hasan Al Munadi bin 'Alwi Ba'abud (Kanjeng Raden Tumenggung Sayyid Samparwadi ) di kabupaten Ketangong yang sekarang menjadi desa Sidomulyo, kecamatan Purworejo, kabupaten Purworejo, Jawa Tengah

Dalam Pembentukan Militer dan Restrukturisasi militer Para pengikut Pangeran Diponegoro di bulan-bulan pertama Pecahnya Perang Diponegoro alias Perang Jawa saat Pangeran Diponegoro bersama para pengikutnya ada di Dekso, Syarif Hasan Munadi bin Sayid Alwi Ba'abud dipercaya menjadi Pemimpin Pasukan kesatuan Suronoto bergelar "DULLAH" Beliau terkenal dengan nama Dullah Syarif Samparwadi.
Dullah Syarif Sampar Wadi adalah Pemimpin salah satu kesatuan perang Pangeran Diponegoro yang bernama Suronoto yang punya pasukan sebanyak 40 orang. Pasukan Suronoto adalah pasukan yang bergerak di bidang Masjid dan Keagamaan.

Sejarahnya Putri ke-55 Sulthan Hamengku Buwono II atau HB sepuh dari Garwo Ampeyan atau Selir B.M.A. Citrosari yang bernama B.R.A. Samparwadi sedang sakit menahun yang tak kunjung sembuh-sembuh. Sehingga HB II melakukan sayembara barangsiapa yang bisa mengobati B.R.A. Samparwadi jika laki-laki akan dijadikan menantu, jika perempuan maka akan dijadikan Saudara. 
Maka datanglah ulama Sepuh Sayyid Alwi bin Abdulloh Ba'abud yang tidak lain adalah Tabib Juga Sahabat Ayahnya HB II yaitu Pangeran Mangkubumi alias Sulthan HB I lalu beliau meramu obat dan mendoakan kesembuhan untuk B.R.A. Samparwadi, dan selang beberapa waktu alhamdulilah sembuh.
Lalu HB II menepati Nazarnya dengan menjodohkan mereka, namun dengan halus Sayyid Alwi Ba'abud menolak dengan dalih umur beliau yang sudah sudah Tua sedangkan B.R.A. Samparwadi masih muda dan berusia 14 tahun. Lalu Sayid Alwi menyarankan aggar anugerah itu diberikan pada putra Sayyid Alwi yang bernama Sayid Hasan Al Munadi (1764 -1830) maka dilangsungkan pernikahan Sayid Hasan Al Munadi bin Sayid Alwi Ba'abud dengan B.R.A. Samparwadi binti HB II  dari ibu yang statusnya garwo Ampeyan (selir), bernama B.M.A. (Bendoro Mas Ajeng ) Citrosari yang terjadi pada tahun 1789 di Karaton Ngayogyokarto Hadiningrat.

Di Indonesia,Pembauran antara orang-orang pribumi dengan orang-orang Arab melalui perkawinan, telah dilakukan sejak sebelum Belanda datang ke Indonesia (van den Berg 1989:67; Algadri 1994:23). 
Pada umumnya perkawinan terjadi antara perempuan pribuimi dengan laki-laki Arab. Mereka bersama keturunanya menetap di Nusantara dan menjadi orang Indonesia. Di antara keturunan Arab ini ada yang menamakan sebagai etnik Arab berdasarkan atas pengetahuan

Sayid Alwi Ba'abud datang Ke Jawa dari Hadramaut sebagai saudagar kuda, ulama, dan Tabib.

Sayid Alwi Ba’abud (1724–1815) datang ke Jawa melalui jalur perdagangan Jepara dan Demak, Datang di tahun 1755, tahun 1755 adalah Tahun ketika Pangeran Mangkubumi (1717–1792), putera
Sultan Amangkurat IV dari garwo ampeyanbernama Mas Ayu Tejowati, dinobatkan menjadi Sultan Hamengku Buwono I, setelah Perjanjian Giyanti 1755. 

Selain sebagai saudagar Habib Alwi  Ba’abud juga disebut sebagai seorang ulama dan tabib  Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Habib Alwi Ba’abud bersahabat dengan sultan Hamengkubuwono I dan diangkat menjadi penasihat Agama di Keraton Yogyakarta(penghulu). Syamsu (1999:160).
Habib Alwi Ba’abud adalah ulama Arab yang dekat dengan keluarga keraton Yogyakarta
Pernikahan Sarif Hasan Munadi dengan B.R.A. Samparwadi mempunyai putra-putri sebagai berikut :
  1. Sayid Ibrahim Madyokusumo
  2. R.A. Reksodiwiryo
  3. R.M. Ali Puspodipuro.
  4. R.A. Kertopati

Trah Samparwadi adalah Trah keturunan Arab-Jawa. 
B.R.A. Samparwadi dan Habib Hasan Al Munadi Berputera empat orang dua laki-laki dan dua perempuan. 
Anak pertama laki-laki (1790–1850) oleh kakeknya Habib Alwi Ba’abud diberi nama Ibrahim, sedangkan oleh Sultan Sepuh, kakek dari pihak ibu, diberi nama R.M.H Madiokusumo.
Sultan Sepuh alias HB II memberikan sebidang tanah kepada R.M.H. Madiokusumo yang sekarang letaknya di dalam kota Purworejo tepatnya di jalan Mayjend Sutoyo Utara masjid Agung Purworejo, kelurahan sindurjan, kecamatan Purworejo, kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah, bernama kampung "Madyokusuman", Dan terkenal dengan Kampung Arab di Purworejo.
 
Foto. Kampung Arab Madyokusuman Purworejo, yang mungkin sekarang tidak ada orang keturunan Arabnya

R.M.H. Madiokusumo menikah dengan R A. Pertiwi Suropranoto binti Raden Ronggo Suropranoto, guru agama R.M Madiokusumo sewaktu di Tegalrejo. 
Anak kedua Dullah Hasan munadi adalah perempuan, bernama R.A. (Raden Ayu) Reksodiwiryo (menggunakan nama suami) Anak ketiga Habib Hasan Munadi bernama R.M. Puspodipuro.
Anak keempat Habib Hasan Munadi adalah, perempuan bernama R.A. Kertopati (menggunakan nama suami).
Ibrahim Ba’abud Madiokusumo ketika masih kecil  diasuh oleh eyang puterinya yaitu Gusti Kangjeng
Ratu G.K.R. Ageng permaisuri Sultan Hamengku Buwono I yang juga ibu kandung Sultan Hamengku Buwono II, nama lain dari G.K.R. Ageng yaitu G.K.R. Tegalrejo.
GKR Tegalrejo adalah puteri Kiai dan Nyai Drepayuda. Menurut garis ibu, Nyai Drepayuda adalah
generasi ke tiga dari Sultan Bima di Sumbawa. Ratu Ageng juga mengasuh buyutnya yang bernama R.M. Ontowiryo yang kelak bernama Pangeran Diponegoro, ontowiryo ini kelak mengobarkan perang Jawa bersama ayah dari R.M. Ibrahim Madyokusumo yang bernama Syarif Hasan Munadi diangkat menjadi Pemimpin Pasukan Diponegoro yaitu pasukan Suronoto yang bergerak di bidang Agama dan masjid bergelar "Dullah" Samparwadi.

Pangeran Diponegoro dan Ibrahim Madyokusumo sama-sama Pernah diasuh Nyai Ageng Tegalrejo. Nyai Tegal Rejo adalah Nenek Ibrahim Madiokusumo, sekaligus nenek buyutnya Pangeran Diponegoro.

Peran R.M. Madiokusumo Ibrahim dalam perang Diponegoro, menurut Perer Carrey (1986:174) dan Djamhari,(2003:219–220) adalah Penghulu Kepala yang bersama-sama dengan Kiai Haji Badaruddin mendukung G.P.H.Diponegoro. 

Pangeran Diponegoro, banyak didampingi dan bertukar pikiran dengan Ibrahim Madiokusumo yang kemudian mendapat gelar "Pekih" (Penghulu Kiai Haji) Ibrahim (Carrey 1985:174–178; Aswi 2004).

R.M. Ibrahim Madiokusumo dan kyai badarrudin pernah ditugaskan oleh Pangeran Dipanegara  sebagai juru runding dengan Kolonel Cleerens Pemimpin Pasukan belanda di Bagelen yang bermarkas di kedungkebo, untuk membicarakan suatu pertemuan sebelum pertemuannya dengan pihak Belanda tanggal 28 Maret 1830 di Rumah Residen Kedu di Magelang.

Kyai Badaruddin adalah pemimpin Pasukan Haji(kaji) bernama "Suryogomo" Dan Kyai kaji Badarrudin juga bergelar "Dullah" yang mempunyai anggota 40 orang haji. Setelah Perang Diponegoro Kaji Badarudin diangkat Belanda menjadi Pengulu Pertama Kabupaten Purworejo.

Dari referensi sumber primer atau utama Babad Diponegoro Manado ditulis langsung oleh Pangeran Diponegoro di tembaang maskumambabang Pupuh ke 24 bait 93 ditegaskan bahwa pemimpin pasukan Borjumuah Adalah Kyai Mojo berjumlah 40 prajurit.

Dalam pembentukan kesatuan militer ala Turki oleh Pangeran Diponegoro pangkat tertinggi dimulai dari :
  1. Ali Basah
  2. Basah
  3. Dullah
  4. Syeh.
Dalam pertemuan awal dengan kolonel Cleerens, Diponegoro menegaskan bahwa dalam 28 Maret nanti Diponegoro adalah manusia bebas yang bergelar Sultan
Ngabdulkamid Herucokro Kabirul Mukminin Sayidin Panatagama Jawa yang bersedia datang memenuhi undangan Belanda dan duduk bersama dengan Belanda untuk bersilahturahmi sebagai teman di hari Raya Idul Fitri, bukan sebagai musuh atau tawanan perang. Cleeren, dengan disaksikan oleh Sayyid R.M Ibrahim Madiokusumo bin Dullah Samparwadi dan Kiai Kaji Badarudin.
 
Foto. Makam Haji Badarudin di Belakang Masjid Agung Darul Muttaqien Purworejo

Tapi Belanda licik, Belanda menangkap Pangeran Diponegoro dan pengikutnya Sedang Pekih Ibrahim, sebagaimana dijelaskan oleh Syamsu As. dalam bukunya, Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya, dalam bab mengenai Perang Diponegara, mengatakan bahwa beliau akhirnya ditangkap Belanda kemudian diasingkan ke Penang, lalu dipindahkan ke Ambon, meninggal di Benteng Victoria dan dimakamkan di Batu Gajah, Ambon.
Sampai sekarang makam Syarif R.M. Ibrahim Madyokusumo tidak ada yang tahu keberadaannya.
Berikut Sisilah salah satu keturunan Dullah Syarif Samparwadi dari Jalur Putra beliau yang bernama Syarif R.M. Ibrahim Madyokusumo, yaitu Ibu Siti Hidayati :

Sayid Abdullah B'abud
              I
Sayid Alwi Ba'abud
              I
Syarif Hasan Munadi + B.R.A. Samparwadi bin HB II
              I
Ibrahim Ba'abud Madyokusumo
              I
Muhammad Irfan Madiowidjojo
              I
Jakun Soendoro Djojowinoto
              I
Hasan Manadi
             I
Siti Soepiah
              I
Siti Hidayati


By. N. Kumolo. Adi

Sumber referensi :
  1. Narasumber ahli waris
  2. Ibu Siti Hidayati pensiunan dosen  Departemen Sosiologi;  Fakultas Ilmu Sosial, UI. th 2010
  3. Babat Diponegoro Manado
  4. Carrey 1985:174–178; Aswi 2004
  5. Perer Carrey (1986:174
  6. Djamhari (2003:219–220
  7. van den Berg 1989:67; Algadri 1994:23

Senin, 03 Agustus 2020

Misteri Tuan Guru Loning adalah mertua Pangeran Diponegoro. Babat Diponegoro penuh kamuflase untuk melindungi keluarga dan pengikut pangeran Diponegoro yang belum menyerah

Tuan Guru Loning alias R.M. Mansyur alias Muhyiddin Arrofingi bin Kyai Nur Iman Mlangi Bin Amangkurat IV adalah Guru, Mertua, Sekaligus Penasehat Pangeran Diponegoro.

Banyak orang tidak tau kalau Tuan Guru Loning adalah mertua, guru, sekaligus penasehat Pangeran Diponegoro. Di dalam Buku Babat Diponegoro yang ditulis langsung oleh beliau di Makassar, Bahwa Pangeran Diponegoro menuliskan kalau beliau menikah dengan putri Tuan Guru kasongan bernama R.A. Retno Kumala, serta mempunyai putra-putri yaitu :
1. R.A. Herjuminten
2. R.A. Herjumerut
3. R.A. Hanggraeni

Menurut informasi dari sumber ahli waris atau keturunan-keturunan dari R.A Retno Kumala alias R.A Djamilah yang menjadi istri Pangeran Diponegoro, bahwa Tuan Guru kasongan hanya kamuflase atau penyamaran dan yang betul adalah Tuan Guru Loning alias Muhyiddin Arrofingi alias R.M. Mansyur Bin R.M. Sandeyo alias Kyai Nur iman Mlangi bin Amngkurat IV.

R.A Herjuminten binti Pangeran Diponegoro menikah dengan Sayid Masirun bin Syaikh Syarifuddin bin Syaikh Qomaruddin bin Syaikh Sa'id Alim, S

Salah keturuna hasil pernikahan Sayyid Masirun dan R.A. Herjuminten adalah Gus Anwar dari Pati.

Gus Anwar bin masruri bin Hasan Munawar bin Hasan malik bin kyai masirun bin Syaikh Syarifudin bin Syaikh Qomaruddin bin Syaikh Said alim bin Hasan mukmin bin Syaikh jangkung bin Syaikh alifuddin bin Syaikh Syarifudin Raden Qosim sunan Drajat bin Raden Rahmat sunan Ampel.

Gus Anwar bin masruri bin Hasan Munawar bin Hasan malik bin kyai masirun bin Syaikh Syarifudin bin Syaikh Qomaruddin bin Syaikh Said alim.

Berikut silsilh beliau dari pancer HB III juga Pangeran Diponegoro

Hamengkubuwono III
               I
Pangeran Diponegoro + R.A. Retno kumala/R.A. Djamilah binti Tuan Guru Loning
               I
R.A. Herjuminten + Sayid Masirun
               I
Sayid. R. Hasan Malik
               I
Sayid. R. Hasan Munawar
               I
Sayid. R. Masruri
              I
Gus R. Anwar

Salah satu keturunan Pangeran Diponegoro dari putri kedua beliau R.A. Hanggraeni Hasil pernikahan Pangeran Diponegoro dengan R.A. Retno Kumala alias Raden ayu Djamilah adalah sejarawan pak Oteng Suherman dan mbk Puri wangi hanindya.
R.A. Hanggraeni binti Pangeran Diponegoro menikah dengan K.R.T. Mangundjaa
Foto Surat kekancingan milik R. Oteng Suherman sejarawan Purworejo dari jalur pancer Amangkurat I

Berikut silsilh R. Oteng Suherman Sejarawan Purworejo lewat jalur pancer HB III dan Pangeran Diponegoro.

Hamengkubuwono I
             I
Pangeran Diponegoro + R.A. Retno Kumala alias R.A. Djamilah binti Tuan Guru Loning
            I
R.A. Hanggraeni
            I
R. Citrolegowo
            I
R. Citroleksono
            I
R. Citrohadijaya
            I
R. Sukarmo
           I
R. Suherman Sukarmo hadikusumah
Berikut silsilh R. Oteng Suherman lewat jalur pancer Amangkurat IV dan Tuan Guru Loning.

Amangkurat I
             I
R.M. Sandeyo alias Kyai Nur iman Mlangi
             I
R.M. Mansyur alias Tuan Guru Loning
             I
R.A. Retno Kumala alias R.A. Djamilah 
            I
R.A. Hanggraeni
            I
R. Citrolegowo
            I
R. Citroleksono
            I
R. Citrohadijaya
            I
R. Sukarmo
           I
R. Suherman Sukarmo hadikusumah

Berikut silsilah mbak Puri wangi hanindya, dari Pancer HB I dan pangeran Diponegoro
Hamengkubuwono III
               I
Pangeran Diponegoro + R.A. Ratna Kumala binti Tuan Guru Loning
              I
R.A. Hanggraeni
           I
R. Djaja Sumarto
          I
R. Djaja
       I
R. Soekarno djajahadiseno
       I
R. Dwi handjaja
      I
R. Nganten. Puri wangi hanindya
Berikut silsilah mbak Puri wangi hanindya, dari Pancer Amangkurat  IV Dan Tuan Guru Loning
Amngkurat IV
               I
R.M. Sandeyo alias Kyai Nur iman Mlangi
               I
R.A. Ratna Kumala/R.A. Djamilah + Pangeran Diponegoro
              I
R.A. Hanggraeni
           I
R. Djaja Sumarto
          I
R. Djaja
       I
R. Soekarno djajahadiseno
       I
R. Dwi handjaja
      I
R. Nganten. Puri wangi hanindya

Foto. Surat kekancingan milik mbk Puri wangi hanindya

Dari keterangan informasi sumber ahli waris seperti pak Oteng Suherman, mbak hanindya, Gus Anwar dan keluarga besar keturunan-keturunan R.A. Hanggraeni bawah tulisan pangeran Diponegoro didalam babat pangeran Diponegoro bawah R.A. Retno kumala adalah putri tuan guru kasongan adalah sebuah kamuflase untuk melindungi keluarga Loning dan anak cucunya, jadi yang betul R.A. Retno Kumala adalah putri Tuan Guru Loning alias Muhyiddin Arrofingi.
Setelah pangeran Diponegoro tertangkap Belanda, Retno Kumala berganti nama menjadi R.A Djamilah dan menikah dengan Kyai sangid serta dikaruniai 7 putra.
Berikut surat kekancingan dari pak haye Susilo lewat jalur pancer Amangkurat IV, tuan guru Loning, dan R.A. sangsaid/ R.A. Djamilah :

Amangkurat IV Jawa
        I
R.M .Sandeyo/ Kyai Nur iman Mlangi
       I
R.M. Mansyur alias Tuan Guru Loning
        I
R.A. Sangid alias R.A. Djamilah
        I
Kyai R. Muhammad Anis Loning
       I
R.M Nguzer
      I
R.M Haye Susilo

Foto. surat kekancingan milik pak haye Susilo
Foto. Makam Letnan K.R.T. Mangundjaja di banyuurip, beliau Gugur saat serangan Sentot Ali Basha di Lengkong Sleman, gugur bersama pangeran murdaningrat dan pangeran panular. Yang di banyuurip yang dimakamkan adalah bajunya sedangkan yang di Lengkong Sleman yang dimakamkan adalah jasadnya, K.R.T. Mangundjaja membela Belanda. K.R.T. Mangundjaja adalah suami dari R.A. Hanggraeni binti Pangeran Diponegoro.
Foto. Makam  R.A. Hanggraeni binti Pangeran Diponegoro. R.A. Hanggraeni putri dari pernikahan pangeran Diponegoro dengan R.A. Retno Kumala binti Tuan Guru Loning. Makam R.A. Hanggraeni ada di dusun tlepo loano.
 
Foto. Makam Tuan Guru Loning alias K.H R.M. Mansyur bin K.H. Nur Imam Mlangi alias B.P.H. Sandeyo bin Amangkurat IV Jawa. makam Tuan Guru Loning ada di Desa Loning Kecamatan Kemiri Kabupaten Purworejo.
 
Foto. Makam Ibunda Tuan Guru Loning, Nyai Ngadiluwih di dusun bedungus Desa Saming, kecamatan kemiri, Kabupaten Purworejo.
Nyai Ngadiluwih adalah salah satu istri daei K.H. Nur Imam Mlangi yogyakarta alias B.P.H. Sandeyo bin Amangkurat IV Jawa
 


By. N. Komolo Adi

Sumber referensi :
1. Bapak Oteng Suherman (R.A. Hanggraeni) sejarawan Purworejo
2. Mbk Puri wangi hanindya(R. A. Hanggraeni) anggota Trah PATRAPADI (Paguyuban Trah Pangeran Diponegoro)
3. Gus Anwar (R.A. Herjuminten)
4. Pak haye Susilo ( R.A. Sangid)
5. Surat kekancingan ahli waris









 

Kutoarjo

Desa Tursino Kutoarjo di dalam kanccah perang jawa juga tercatat di Babad Kedungkebo Pupuh XXIX Dhandanggula bait syair nomor 23-56 karya Ngabehi Reksodiwiryo alias Kyai Adipati Tjokrojoyo alias R.A.A. Tjokronegoro I Bupati Pertama Purworejo

  Di Dalam Babad Kedungkebo Pupuh XXIX Dhandanggula bait syair nomor 23-56 karya Ngabehi Reksodiwiryo alias Kyai Adipati Tjokrojoyo alias R....

Kutoarjo